BADAI SITOKIN
BADAI SITOKIN, APA ITU?
BADAI
SITOKIN bukanlah nama penyakit. Badai Sitokin atau Cytokine Storm adalah suatu reaksi sistem imun (kekebalan) yang BERLEBIHAN
dan TIDAK TERKONTROL terhadap suatu benda asing (dalam hal ini virus). Reaksi imun yang
berlebihan ini tidak hanya “membunuh” si virus tapi juga menimbulkan reaksi keradangan yang bisa menyebabkan kerusakan organ tubuh si pasien.
SITOKIN adalah protein
sistem kekebalan tubuh yang mengatur interaksi antar sel. Dia membawa sinyal kepada sistem kekebalan
tubuh untuk melaksanakan mekanisme pertahanan
terhadap serangan suatu penyakit. Namun bila kadar sitokin ini berlebihan maka yang terjadi justru sebaliknya.
Pelepasan sitokin yang di luar kontrol dan dalam jumlah banyak akan membuat sel-sel kekebalan terus mengirim
sinyal bahaya secara berlebihan.
Akibatnya terjadi peradangan hebat di berbagai organ tubuh seperti paru- paru, jantung, otak, ginjal, hati, juga
usus. Dan terjadilah kerusakan organ multipel
(MODS) yang bisa berakibat fatal.
Penyebab badai sitokin BELUM DIKETAHUI. Kenapa si A terkena
badai sitokin, kenapa si B tidak. Ada yang mengatakan
kondisi ini ada kaitannya dengan penyakit autoimun.
Dikatakan juga bahwa komplikasi ini berkaitan dengan faktor genetik, jumlah virus (viral load),
karakteristik sistem kekebalan tubuh, dan pola makanan. Anak-anak lebih jarang terkena badai sitokin karena
sistem kekebalan tubuhnya masih belum berkembang.
Badai sitokin TIDAK HANYA terjadi pada pasien Covid-19 saja, tapi bisa juga terjadi pada beberapa penyakit virus lain seperti
influenza, SARS, MERS, flu burung H5N1, pneumonia,
dan sepsis. Juga bisa terjadi pada penyakit non infeksi seperti autoimun, multiple sclerosis, dan pankreatitis. Jadi
badai sitokin bukan istilah yang baru dikenal
pada masa pandemi
ini.
n
Dalam situasi NORMAL,
pada saat virus SARS-CoV-2 masuk ke dalam tubuh manusia maka sel-sel yang terinfeksi (kemasukan virus) akan memproduksi antivirus alami yang disebut INTERFERON (IFN). Interferon ini akan melindungi sel-sel sehat yang
ada di sekitar sel yang telah terinfeksi, dan menghambat masuknya virus
ke dalam sel yang masih sehat. Dengan
cara ini tubuh bisa menghambat upaya virus untuk replikasi (memperbanyak diri), sehingga
jumlah virus (VIRAL LOAD)-nya tidak terlalu
banyak.
Selain interferon, virus
sisa akan “ditangkap” oleh sel-sel imun dan diperkenalkan ke sel-sel limfosit untuk dibuatkan “senjata”
spesifiknya yaitu SEL T SITOTOKSIN dan ANTIBODI. Antibodi berfungsi
menetralisir virus sehingga virus tidak bisa menginfeksi sel-sel lain yang masih sehat. Sedang Sel T Sitotoksin akan menghancurkan sel yang sudah
terlanjur terinfeksi oleh virus.
Jadi kita sudah
mengenal TIGA “senjata” pertahanan
tubuh manusia yaitu interferon, sel T
sitotoksin, dan antibodi. Peranan Interferon
di awal proses sangat penting untuk menekan
jumlah virus (viral load) agar proses keradangan yang terjadi TIDAK BERLEBIHAN.
Pada keadaan
tertentu, kerja Interferon ini TIDAK OPTIMAL. Kondisi ini bisa terjadi karena
interferon TERLAMBAT dihasilkan atau
jumlah virus yang masuk TERLALU BANYAK
sehingga interveronnya “nggak nututi”. Jumlah interferon yang
dihasilkan tidak sebanding dengan
kecepatan virus masuk ke dalam sel. Nah jumlah virus (viral load) yang masih
banyak ini nantinya bisa memicu REAKSI
RADANG yg
berlebihan.
Lalu
dimana peranan sitokin?
Sistem kekebalan
tubuh melibatkan banyak sekali komponen. Ada sel-sel darah putih, antibodi,
dan sebagainya. Agar dapat menjalankan fungsinya, tiap komponen ini harus berkomunikasi satu sama lain. Nah, di
sinilah peranan sitokin dibutuhkan yaitu sebagai pembawa pesan antar sel pada sistem kekebalan tubuh.
Sitokin dibagi
berdasarkan jenis sel yang memproduksinya atau cara kerjanya dalam tubuh. Ada empat macam sitokin, yaitu
·
Limfokin, diproduksi oleh sel limfosit-T. Fungsinya mengarahkan respon sistem imun menuju daerah infeksi.
·
Monokin, diproduksi oleh sel monosit.
Fungsinya mengarahkan sel-sel
neutrofil yang akan membunuh
patogen.
·
Kemokin, diproduksi
oleh sel sistem imun. Fungsinya
memicu perpindahan respon
imun ke daerah infeksi.
·
Interleukin, diproduksi oleh sel darah putih. Fungsinya
untuk mengatur produksi,
pertumbuhan, dan pergerakan respon imun dalam reaksi peradangan.
n
Dampak infeksi virus
SARS-CoV-2 pada setiap orang berbeda. Perjalanan penyakitnya sulit diprediksi. Ada orang yang
tidak menunjukkan gejala sama sekali (OTG). Ada juga yang hanya menunjukkan gejala ringan saja (80%), tetapi
tidak sedikit orang yang langsung jadi parah (15%), bahkan sampai masuk ke stadium kritis
(5%).
Namun perlu
diwaspadai bahwa apapun gejala awalnya (mau ringan ataupun berat) sewaktu-waktu bisa terjadi perburukan
kondisi. Seseorang dengan gejala awal ringan,
bisa saja berubah
menjadi berat, kritis,
bahkan sampai meninggal.
1.
Bila respon interferon BAIK, paparan virusnya sedikit,
maka viral load-nya akan cepat turun à gejala penyakitnya ringan saja. Kondisi seperti ini
biasanya terjadi pada pasien
usia muda tanpa kelainan genetik dan pasien tanpa penyakit komorbid.
2.
Bila respon interferon TERLAMBAT, paparan virusnya banyak,
maka viral load-nya tetap tinggi dan memicu keradangan à timbul gejala-gejala yang
berat. Kondisi seperti ini bisa terjadi
pada pasien lansia dan pasien dengan penyakit
komorbid.
3. Bila respon
interferon TIDAK ADA (genetik), baik paparan virusnya banyak atau sedikit, maka viral load-nya tetap tinggi
dan bisa memicu keradangan yang hebat à timbul gejala berat. Kondisi
seperti ini bisa terjadi pada semua umur yang memiliki kelainan genetik di respon interferon.
Nah, pada kelompok
2 dan 3 inilah dapat terjadi BADAI
SITOKIN.
n
POLA UMUM PERJALANAN PENYAKIT COVID-19
Secara umum, perjalanan penyakit Covid-19 dapat dibagi menjadi
TIGA STADIUM.
Disebut juga viral response phase. Tahap ini berlangsung mulai masuknya virus ke dalam tubuh (infeksi) sampai hari H+5, lamanya antara 7-10 hari.
HARI H–5 : Terjadi infeksi
virus SARS-CoV-2. Virus masuk melalui saluran napas (hidung atau mulut). Masa tunas virus Corona rata-rata 5 hari (2-14 hari). Selama 5 hari terjadi replikasi
virus (memperbanyak diri). Tubuh pun mengadakan perlawanan melalui interferon, sel T sitotoksin, dan
antibodi. Pada tahap ini uji Antigen dan PCR sudah positif sejak awal terjadi infeksi
virus.
Sama seperti infeksi
virus lainnya (campak, cacar air, dsb), sebagian besar (80%) kasus akan sembuh sendiri (self limited
disease). Gejalanya akan reda dalam 4-5 hari dan pasien pun sembuh. Pada akhir tahap
ke-1 ini biasanya virus sudah menghilang, dan
uji Antigen pun jadi negatif. Jadi uji Antigen tidak perlu dilakukan pada hari H+5 ke
atas, tapi uji PCR bisa tetap positif sampai 3 minggu ke depan.
STADIUM 2 (FASE PARU-PARU)
HARI H+5 : Pada beberapa
penderita (20%) akan timbul gejala kesulitan bernapas. Kondisi ini biasanya terjadi pada penderita lansia atau yg
memiliki penyakit komorbid. Pada
pemeriksaan paru (foto toraks atau CTscan) nampak gambaran pneumonia (radang paru). Pada stadium ini pasien dianjurkan untuk segera dirawat di rumah sakit.
STADIUM 3 (FASE HIPERINFLAMASI)
Pada stadium ini,
sebagian kecil penderita (5%) mengalami sindroma gangguan napas akut (ARDS), sepsis, gagal ginjal, dan
kerusakan organ lainnya. Seringkali berakhir
fatal (2%). Pada stadium ini pasien perlu dirawat di ICU.
Gejala-gejala
yang tadinya sudah mereda timbul kembali. Hal ini bisa disebabkan oleh adanya komplikasi badai sitokin atau infeksi sekunder oleh bakteri atau jamur.
Adapun gejala dari
badai sitokin adalah demam tinggi yang sulit diturunkan dengan parasetamol, menggigil, ruam, nyeri otot
dan sendi, tidak ada nafsu makan, mual/ muntah,
diare, sesak sampai gagal napas yang ditandai oleh saturasi oksigen yang drop, tekanan darah drop sampai gagal
jantung, kesadaran menurun, kejang, dan sebagainya.
Gejala-gejala ini disebabkan oleh adanya kerusakan dan gangguan fungsi di berbagai organ tubuh. Dan bila pasien
tidak segera ditolong dapat berakhir dengan kematian.
Gejala-gejala ini umumnya timbul pada hari H+6 sampai 7, tapi bisa juga timbul
lambat seperti yang dialami Deddy Corbuzier (setelah dua minggu) di kala uji PCR sudah dinyatakan negatif.
Jadi, WASPADALAH bila muncul gejala demam tinggi setelah hari H+5. Apalagi bila disertai dengan sesak dan penurunan
saturasi oksigen. Bagi mereka yang dirawat di
rumah sakit (pada stadium kedua) dan sudah membaik, jangan cepat-cepat
minta pulang apalagi kalau sampai
pulang paksa, karena masih ada kemungkinan terjadi komplikasi badai sitokin.
n
PELAJARAN APA YANG
BISA KITA PETIK DARI KASUS DC?
Semua penderita
Covid-19 berisiko terkena badai sitokin, termasuk seorang Deddy Corbuzier yang masih muda (44 tahun),
rajin minum vitamin dan berolahraga. Uniknya,
Deddy dinyatakan positif Covid-19 (PCR positif) tanpa gejala. Ia bahkan
terlalu pede akan kondisinya, dan
menganggap tak mungkin dia terkena Covid-19. Sekitar dua minggu setelah dinyatakan positif, tiba-tiba timbul demam
tinggi, pusing, badan sakit semua.
Waktu diperiksa PCR-nya dinyatakan negatif, paru-parunya terselubung 60%. Dia dirawat di ICU dengan badai sitokin,
walaupun kala itu saturasi oksigennya masih 99%. Beruntung
nyawanya masih terselamatkan.
Dari kasus ini kita dapat menarik beberapa simpulan :
1.
SEMUA pasien Covid-19 dapat
terkena badai sitokin, tidak hanya para lansia dan yang punya komorbid. Bahkan pada OTG pun bisa terjadi badai
sitokin. Sangat sulit untuk
memprediksi siapa saja yang
nantinya akan mengalami badai sitokin.
2. Badai sitokin bisa
timbul pada saat uji PCR sudah “negatif”. Kalau kita lihat gambar di atas, nampak ada dua peristiwa yang
berhubungan sebab-akibat. Yang pertama adalah
viral
response (warna biru). Ini mirip infeksi virus (viral infection) lain yang berlangsung
sekitar 7-10 hari. Bisa tanpa gejala atau dengan gejala ringan sampai berat (bila terjadi pneumonia), bisa
sembuh tapi bisa juga meninggal. Yang kedua adalah
host
inflammatory response (warna merah). Pada beberapa orang timbul salah kedaden, reaksi imunnya berlebihan
sehingga menimbulkan keradangan dan kerusakan di berbagai organ tubuh (badai sitokin).
3.
Jangan sombong dan takabur. Walaupun Anda
seorang atlet muda yg masih aktif, fisik
kuat, selalu makan bergizi dan aneka vitamin, bila sampai tertular Covid-19 (walau OTG sekalipun) tetap waspada dan
pasrah diri. Tapi jangan stress, karena akan menurunkan sistem imun. Tetap semangat!
n
FASE PENYEMBUHAN
·
Sebagian besar penderita (80%) dengan gejala ringan
akan sembuh sendiri dalam waktu
sekitar 1 minggu, walaupun kadang masih ada gejala sisa seperti kelelahan, anosmia,
kurang nafsu makan,
dsb yang akan hilang berangsur-angsur.
·
Bagi pasien dengan gejala berat dan perlu dirawat di
rumah sakit, umumnya sudah bisa keluar rumah sakit pada hari H+17 sampai 21.
·
Beberapa penderita masih mengalami gejala sisa
sampai berbulan-bulan, bisa nyeri dada,
sesak, mual, jantung berdebar, hingga hilang penciuman atau pengecapan. Kelompok
ini yang disebut dengan LONG
COVID.
n
BAGAIMANA MENCEGAH BADAI
SITOKIN?
Penyebab badai
sitokin belum diketahui sehingga sulit untuk memprediksi siapa saja yang akan mengalami badai sitokin, siapa
yang tidak. Faktornya terlalu kompleks. Jadi,
pencegahannya adalah JANGAN SAMPAI
TERKENA COVID-19. Caranya?
·
Disiplin akan PROTOKOL KESEHATAN. Tetap perhatikan
6M. Ingat bahwa varian Delta yang
sekarang lagi dominan di Indonesia selain kecepatan penularannya dua kali lipat virus aslinya, viral load-nya 300 kali lebih tinggi dari virus asli. Dikatakan juga bahwa varian Delta ini bisa “kamuflase” sehingga tidak dikenali
oleh sistem imun kita.
·
VAKSINASI. Memang tidak ada satupun vaksin (termasuk vaksin
non-covid) yang dapat memberi
perlindungan 100 persen. Tapi apapun vaksinnya, sudah terbukti dapat mengurangi risiko covid-19 dengan
gejala berat serta menurunkan angka kematian.
·
POLA HIDUP SEHAT,
termasuk pola makan sehat, olahraga teratur, tidur cukup (7- 9 jam),
dan kendalikan stress (meditasi, latihan pernapasan, yoga, dsb).
Apa yang harus dilakukan
apabila sampai tertular
Covid-19?
·
Segeralah LAPOR ke faskes terdekat. Selain dilakukan 3T (testing, treatment dan tracing), sangat penting untuk melakukan
penanganan dini, termasuk pengendalian komorbid. Semuanya
itu akan mempersingkat proses infeksi sehingga produksi sitokin
tidak sampai berlebih.
·
Semua penderita Covid-19
harus bisa melakukan
DETEKSI DINI gejala-gejala badai sitokin, karena semakin cepat pasien ditangani semakin
kecil kemungkinan tubuh akan mengalami kerusakan
organ yang lebih parah.
·
Dan… jangan lupa tetap BERDOA dan
pasrah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena Dialah yang menentukan semuanya, manusia hanya bisa berusaha.
n
Bojonegoro, 30 Agustus 2021 Salam sehat (FXS)
lengkap sekali infonya makasih ya
ReplyDeleteapakah tepung tapioka sama dengan tepung terigu