A.
Kelelahan
Kerja
Kata lelah (fatigue) menunjukkan keadaan tubuh fisik dan mental yang berbeda,
tetapi semuanya berakibat kepada penurunan daya kerja dan berkurangnya
ketahanan tubuh untuk bekerja (Suma’mur, 2009 : 358).
Kelelahan kerja adalah penurunan
kapasitas kerja dan ketahanan yang disebabkan karena melakukan aktivitas atau
pekerjaan yang ditandai dengan sensasi kelelahan (Balai Hiperkes, 2015).
Kelelahan merupakan batas kemampuan otot dan sistem persyaratan untuk bekerja
sehari-hari secara fisiologi (Suma’mur, 1996 dalam Soesanto, 2007).
1.
Jenis
Kelelahan
a.
Kelelahan otot, merupakan
tremor/perasaan nyeri yang terdapat pada otot yang ditandai dengan penurunan
kemampuan kerja, kekuatan otot dan kelambatan gerak (fisik).
b.
Kelelahan umum, merupakan
perasaan lelah yang menyebar dan ditandai degan penurunan kesiagaan dan
keterlambatan pada setiap aktivitas (psikis).
Kelelahan
akibat kerja seringkali diartikan sebagai proses menurunnya efisiensi
performans kerja dan berkurangnya kekuatan/ketahanan fisik tubuh untuk terus
melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan. Ada beberapa macam kelelahan yang
dikenal dan diakibatkan oleh faktor yang berbeda-beda seperti (Wignjosoebroto,
2008 : 283):
1) Lelah
otot, munculnya gejala kesakitan yang amat sangat ketika otot harus menerima
beban yang berlebihan.
2) Lelah
visual, yaitu lelah yang diakibatkan ketegangan yang terjadi pada organ vital
(mata).
3) Lelah
mental, kelelahan bukan diakibatkan secara langsung oleh aktivitas fisik,
melainkan lewat kerja mental (lelah otak).
4) Lelah
monotonis, adalah jenis kelelahan yang disebabkan oleh aktivitas kerja yang
bersifat rutin, monoton ataupun lingkungan kerja yang sangat menjemukan.
2.
Gejala
Kelelahan
Suatu daftar gejala atau perasaan
yang ada hubungannya dengan kelelahan adalah (Suma’mur, 2009):
a. Perasaan
berat di kepala
b. Menjadi
lelah seluruh badan
c. Kaki
merasa berat
d. Menguap
e. Merasa
kacau pikiran
f. Mengantuk
g. Merasa
berat pada mata
h. Kaku
dan canggung dalam gerakan
i. Tidak
seimbang dalam berdiri
j. Mau
berbaring
k. Merasa
susah berpikir
l. Lelah
bicara
m. Gugup
n. Tidak
dapat berkonsentrasi
o. Tidak
dapat memfokuskan perhatian pada sesuatu
p. Cendrung
untuk lupa
q. Kurang
kepercayaan diri
r. Cemas
terhadap sesuatu
s. Tidak
dapat mengontrol sikap
t. Tidak
dapat tekun dalam melakukan pekerjaan
u. Sakit
kepala
v. Kekakuan
di bahu
w. Merasa
nyeri di punggung
x. Merasa
pernafasan tertekan
y. Merasa
haus
z. Suara
serak
aa. Merasa
pening
bb. Sepasme
kelopak mata
cc. Tremor/gemetar
pada anggota badan
dd. Merasa
kurang sehat
Gejala
perasaan atau tanda kelelahan (a) – (j) menunjukkan melemahnya kegiatan, (k) – (t)
menunjukkan melemahnya motivasi dan (u) – (dd) menunjukkan kelelahan fisik
akibat dari keadaan umum yang melelahkan.
3.
Faktor
yang Menyebabkan Timbulnya Kelelahan Kerja
a. Usia
Usia seseorang akan mempengaruhi
kondisi, kemampuan dan kapasitas tubuh dalam melakukan aktivitasnya.
Kapasitas fisik mencapai puncaknya pada
usia 25 – 30 tahun, namun ini tidak dimanfaatkan dengan baik dan tak jarang
disia-siakan akan menurun pada usia > 30 tahun. Penerunan terbanyak pada
usia 60 tahun yaitu pada otot, kemampuan saraf, panca indera jantung dan paru
serta organ lain > 40 tahun (Soesanto, 2007).
Usia dapat juga
menyebabkan orang dengan mudah mengalami kelelahan kerja. Hal ini dikarenakan
semakin tua usia seseorang maka ketahanan tubuhnya terhadap beban kerja semakin
rendah sehingga mudah sekali mengalami kelelahan kerja, usia yang rentan
terhadap kelelahan kerja adalah > 50 tahun (M. Arif, 1992 dalam Suciati, 2011).
Umur merupakan penentu
yang sangat penting. Hal ini merupakan konsekuensi adanya hubungan faktor umur
dengan:
a. Potensi
kemampuan untuk terpapar terhadap penyakit
b. Tingkat
imunitas atau kelelahan tubuh
c. Aktivitas
fisiologis macam-macam jaringan yang mempengaruhi perjalanan penyakit seseorang
(Suma’mur, 2009).
b. Jenis
kelamin
Menurut Suma’mur (2009) menyatakan
bahwa jenis kelamin berpengaruh terhadap
kelelahan kerja yang dirasakan, perempuan lebih cepat mengalami
kelelahan kerja dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini disebabkan karena daya
tahan tubuh laki-laki lebih lama/kuat dibandingkan dengan perempuan.
Pria pada umunya lebih mudah
mengalami keluhan kesehatan dibandingkan dengan wanita. Hal ini disebabkan kaum
pria lebih banyak terhadap sesuatu cenderung untuk lupa, kurang kepercayaan,
tidak dapat mengontrol sikap, tidak dapat tekun dalam bekerja, menunjukkan
kelelahan fisik, antara lain: sakit kepala, nyeri pada bagian tubuh seperti
pinggang, punggung, leher dan sendi lainnya mengalami kekakuan pada bahu, haus,
merasa serak, speisme dalam kelopak mata, tremor pada anggota badan dan merasa
kurang sehat (Suciati, 2011).
c. Lama
istirahat
Setiap pekerja berhak untuk
mendapatkan waktu istirahat kerja. Waktu istirahat kerja sebagaimana dimaksudkan
meliputi: istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah
bekerja selama 4 jam terus-menerus dan waktu istirahat tidak termasuk jam
kerja/ UU No. Tahun 1997 pasal 102 (Depkes RI, 2007 dalam Arianti, 2011).
Jam kerja panjang menyebabkan tidak efisien,
bertumpuknya kelelahan, menurunnya ketelitian, berkurangnya kecepatan,
meningkatnya angka kesakitan, kecelakaan dan lain-lain ada empat istirahat yang
dilakukan oleh pekerja yaitu, istirahat spontan setelah pembinaan, istirahat
terselubung, istirahat yang terjadi karena prosedur kerja dan istirahat yang
ditetapkan (Soesanto, 2007).
d. Faktor
lingkungan
Faktor yang mempengaruhi manusia
dalam bekerja adalah kondisi lingkungan kerja yaitu semua keadaan yang terdapat
di sekitar tempat kerja seperti temperatur, kelembaban udara, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan,
getaran mekanis, bau, warna dan lain-lain, dalam hal ini akan berpengaruh secara signifikan terhadap hasil kerja
manusia tersebut (Wignjosoebroto, 2000 dalam
Suciati, 2011).
Salah satu kondisi lingkungan di
tempat kerja yang ada di sekitar Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU)
adalah uap, gas dan bau yang berasal dari bahan bakar minyak (BBM) atau disebut
dengan benzena. ATSDR (2007) dalam
Hayat (2013), menyebutkan bahwa benzena merupakan cairan tidak berwarna dengan
bau yang manis, menguap ke udara sangat cepat dan sedikit larut dalam air.
Adapun efek akut dari paparan benzene menurut WHO (2010) dalam Hayat (2013), adalah menyebabkan narcosis seperti sakit
kepala, pusing, mengantuk, kebingungan, tremor dan kehilangan kesadaran.
e. Pekerjaan
yang monoton
Gerakan yang dilakukan oleh anggota
tubuh manusia khususnya tangan dan kaki
pada saat melakukan kerja fisik akan sangat ditentukan oleh kemampuan ototnya (Suciati, 2011).
f. Beban
kerja
Pembebanan kerja sebaiknya dipilih
yang optimal, yaitu beban kerja yang dapat dikerjakan dengan pengerahan tenaga
paling efisien. Beban fisik maksimum menurut ILO sebesar 50 kg (untuk Indonesia
beban demikian terlalu besar dan 35 kg adalah realistis); cara mengangkat dan
menolak serta menarik memperhatikan kaidah ilmu gaya mekanika dan dihindarkan
penggunaan tenaga yang tidak perlu. Gaya dari beban diupayakan berada pada
pusat penyangga beban yaitu pinggul dan ditopang oleh sistem otot-tulang dengan
pemanfaatan secara tepat potensi kekuatannya (Suma’mur, 2009).
4.
Proses Terjadinya
Kelelahan Kerja
Menurut Sedarmayanti (2009) dalam Hasibuan (2011) kelelahan kerja
merupakan suatu pola yang timbul pada suatu keadaan, yang secara umum terjadi
pada setiap orang, yang telah tidak sanggup lagi melakukan kegiatan. Pada
dasarnya timbulnya kelelahan disebabkan oleh dua hal, yaitu:
a. Kelelahan Akibat Faktor Fisiologis (Fisik atau Kimia)
Kelelahan fisiologis adalah kelelahan
yang timbul karena adanya perubahan fisiologis dalam tubuh. Dari segi
fisiologis, tubuh manusia dapat dianggap sebagai mesin yang dapat membuat bahan
bakar, dan memberikan keluaran berupa tenaga yang berguna untuk melakukan
kegiatan. Pada prinsipnya, ada 5 macam mekanisme yang dilakukan tubuh, yaitu :
1)
Sistem peredaran
darah
2)
Sistem pencernaan
3)
Sistem otot
4)
Sistem syaraf
5)
Sistem pernafasan
Kerja fisik yang kontinyu, berpengaruh
terhadap mekanisme tersebut, baik secara sendiri maupun secara sekaligus.
Kelelahan terjadi karena terkumpulnya produk sisa dalam otot dan peredaran
darah, dimana produk sisa ini bersifat mambatasi kelangsungan kegiatan otot.
Produk sisa ini mempengaruhi serat-serat syaraf dan sistem syaraf pusat
sehingga menyebabkan pegawai menjadi lambat bekerja jika sudah lelah.
b.
Kelelahan Akibat Faktor
Psikologis
Kelelahan ini dapat dikatakan kelelahan
palsu, yang timbul dalam perasaan orang yang bersangkutan dan terlihat dalam
tingkah lakunya atau pendapat-pendapatnya yang tidak konsekuen lagi, serta
jiwanya yang labil dengan adanya perubahan walaupun dalam kondisi lingkungan
atau kondisi tubuhnya sendiri. Jadi hal ini menyangkut perubahan yang
bersangkutan dengan moril seseorang. Sebab kelelahan ini dapat diakibatkan oleh
beberapa hal, diantaranya: kurang minat dalam bekerja, berbagai penyakit, keadaan
lingkungan, adanya hukum moral yang mengikat dan merasa tidak sesuai,
sebab-sebab mental seperti: tanggung jawab, kekhawatiran dan konflik. Pengaruh
tersebut seakan-akan terkumpul dalam tubuh dan menimbulkan rasa lelah.
5.
Cara Mengatasi
Kelelahan Kerja
Kelelahan diatur secara sentral oleh
otak. Pada susunan saraf pusat, terdapat sistem aktivasi dan inhibisi.
Kedua sistem ini saling mengimbangi tetapi kadang-kadang salah satu dari
padanya lebih dominan sesuai dengan keperluan. sistem aktivasi bersifat simpatis,
sedangkan inhibisi adalah parasimpatis. Agar tenaga kerja berada dalam keserasian
dan keseimbangan, kedua sistem tersebut harus berada pada kondisi yang
memberikan stabilitasi kepada tubuh (Suma’mur, 2009).
Untuk menghindari rasa lelah diperlukan
adanya keseimbangan antara masukan sumber datangnya kelelahan tersebut (faktor penyebab
kelelahan) dengan jumlah keluaran yang diperoleh lewat proses pemulihan (recovery).
Proses pemulihan dapat dilakukan dengan cara, memberikan waktu istirahat yang
cukup baik yang terjadwal atau terstruktur atau tidak dan seimbang dengan
tinggi rendahnya tingkat ketegangan kerja (Hasibuan, 2011).
Memperpendek jam kerja harian akan
menghasilkan kenaikan output per jam
sebaliknya dengan memperpanjang jam kerja harian akan menjurus memperlambat
kecepatan (tempo) kerja yang akhirnya berakibat pada penurunan prestasi kerja
per jamnya (Wignjosoebroto, 2008).
Kelelahan dapat dikurangi
dengan berbagai cara yang ditujukan kepada keadaan umum dan lingkungan fisik di
tempat kerja. Misalnya, banyak hal yang dapat dicapai dengan jam kerja,
pemberian kesempatan istirahat yang tepat, kamar-kamar istirahat, masa-masa
libur dan rekreasi, dan lain-lain (Hasibuan, 2011)
1.
Akibat Kelelahan
Kerja
Konsekuensi kelelahan kerja menurut
Randalf Schuler (1999) dalam Hasibuan
(2011) antara lain:
a.
Pekerja yang
mengalami kelelahan kerja akan berprestasi lebih buruk lagi daripada pekerja
yang masih “penuh semangat”.
b.
Memburuknya hubungan
si pekerja dengan pekerja lain.
c.
Dapat mendorong
terciptanya tingkah laku yang menyebabkan menurunnya kualitas hidup rumah
tangga seseorang.
Kelelahan yang terus menerus terjadi setiap hari akan berakibat
terjadinya kelelahan yang kronis. Perasaan lelah tidak saja terjadi sesudah
bekerja pada sore hari, tetapi juga selama bekerja, bahkan kadang-kadang
sebelumnya. Perasaan lesu tampak sebagai suatu gejala (Suma’mur, 2009)
Gejala-gejala psikis
ditandai dengan perbuatan anti sosial dan perasaan tidak cocok dengan
sekitarnya, sering depresi, kurangnya tenaga serta kehilangan inisiatif.
Tanda-tanda psikis ini sering disertai kelainan psikolatis seperti sakit
kepala, vertigo, gangguan pencernaan, tidak dapat tidur dan lain-lain.
Kelelahan kronis demikian disebut kelelahan klinis. Hal ini menyebabkan tingkat
absentisme akan meningkat terutama mangkir kerja pada waktu jangka pendek
disebabkan kebutuhan istirahat lebih banyak atau meningkatnya angka sakit.
Kelelahan klinis terutama terjadi pada mereka yang mengalami konflik mental
atau kesulitan psikologis. Sikap negatif terhadap kerja, perasaan terhadap
atasan atau lingkungan kerja memungkinkan faktor penting dalam sebab ataupun
akibat (Suma’mur, 2009).
No comments:
Post a Comment