A.
Kelelahan Akibat Kerja
- Pengertian
Kelelahan
Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh
agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan
setelah istirahat. Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang
berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan
efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh.
Konsep kelelahan dewasa ini, sudah dilakukan percobaan
pada manusia dan hewan dan hasilnya menyatakan bahwa keadaan dan perasaan
kelelahan adalah reaksi fungional dari pusat kesadaran yaitu cortex cerebri yang dipengaruhi oleh dua
sistem antagonik yaitu sistem penghambat ( inhibition
) dan sistem penggerak ( activation ).
Sistem penghambat terdapat dalam thalamus yang mampu menurunkan kemampuan
manusia bereaksi dan menyebabkan kecenderungan untuk tidur. Sistem penggerak
terdapat dalam formatio retukularis (
struktur bentuk tubuh ) yang dapat merangsang pusat – pusat vegetatif
untuk berkonversi egotropis dari
peralatan dalam tubuh kearah bekerja, berlari, berkelahi, melarikan diri dan lain
– lain. ( Suma’mur, 1986 )
Menurut ( Suma’mur, 1989 ) kelelahan adalah salah satu
gejala tubuh yang penting dan rumit yang disebabkan oleh hanya satu gangguan
tertentu atau oleh sebab beberapa masalah yang berlangsung secara bersamaan.
Karena ini merupakan perasaan yang dialami oleh setiap orang, ada kecenderungan
untuk memandangnya sebagai bagian dari hidup yang normal. Kelelahan cenderung muncul secara perlahan, maka
si penderita sering tidak menyadarinya. Tidak seperti penyakit lainnya yang dulunya
tidak ada dan kemudian berlangsung dalam sehari, kelelahan fisik cenderung
tidak kentara dan memburuk setelah beberapa waktu. Maka penting bagi semua
masyarakat dan dokternya untuk melakukan pemeriksaan terhadap kelelahan fisik
setiap enam bulan atau lebih cepat lagi, karena gangguan sering dilupakan. Pada
sebagian besar masyarakat, penyebab kelelahan bisa diidentifikasi dan diobati.
Terdapat dua jenis kelelahan, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum.
Kelelahan otot merupakan tremor pada otot atau perasaan nyeri pada otot,
sedangkan kelelahan umum ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja
yang disebabkan oleh monotoni (pekerjaan yang sifatnya monoton), intensitas dan
lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, kondisi mental dan psikologis, status
kesehatan, dan gizi. Pengaruh-pengaruh tersebut terakumulasi di dalam tubuh
manusia dan menimbulkan perasaan lelah yang dapat menyebabkan seseorang
berhenti bekerja (beraktivitas). Kelelahan dapat diatasi dengan beristirahat
untuk menyegarkan tubuh. Apabila kelelahan tidak segera diatasi dan pekerja
dipaksa untuk terus bekerja, maka kelelahan akan semakin parah dan dapat
mengurangi produktivitas pekerja. Kelelahan sama halnya dengan keadaan lapar
dan haus sebagai suatu mekanisme untuk mendukung kehidupan.
Kelelahan umum, menurut Grandjean (1985) ialah suatu perasaan yang menyebar
yang disertai adanya penurunan kesiagaan dan kelambanan pada setiap aktivitas. Jenis-jenis
kelelahan secara umum antara lain :
a.
Kelelahan visual (indra penglihatan) disebabkan oleh
iluminasi, luminasi, seringnya akomodasi mata, dll
b.
Kelelahan seluruh tubuh
c.
Kelelahan urat syaraf
d.
Stress (pikiran tegang)
e.
Rasa malas bekerja (circadian fatigue)
Sampai saat ini masih berlaku dua teori tentang kelelahan otot, yaitu teori
kimia dan teori syaraf pusat. Teori kimia menjelaskan bahwa terjadinya
kelelahan adalah akibat berkurangnya cadangan energi dan meningkatnya sisa
metabolisme sebagai penyebab hilangnya efisiensi otot. Suma’mur menyatakan
bahwa produktivitas mulai menurun setelah empat jam bekerja terus menerus
(apapun jenis pekerjaannya) yang disebabkan oleh menurunnya kadar gula di dalam
darah. Itulah sebabnya istirahat sangat diperlukan minimal setengah jam setelah
empat jam bekerja terus menerus agar pekerja memperoleh kesempatan untuk makan
dan menambah energi yang diperlukan tubuh untuk bekerja.
Teori syaraf pusat menjelaskan bahwa perubahan kimia hanya merupakan
penunjang proses. Perubahan kimia yang terjadi menyebabkan dihantarkannya
rangsangan syaraf melalui syaraf sensoris ke otak yang disadari sebagai
kelelahan otot. Rangsangan aferen ini menghambat pusat-pusat otak dalam
mengendalikan gerakan sehingga frekuensi potensial kegiatan pada sel syaraf
menjadi berkurang dan menyebabkan menurunnya kekuatan dan kecepatan kontraksi
otot serta gerakan atas perintah menjadi lambat. Sehingga semakin lambat
gerakan seseorang menunjukkan semakin lelah kondisi seseorang.
Kelelahan
berasal dari kata lelah. Kata lelah
sesuai dengan kamus Besar Bahasa Indonesia yang berarti menurunnya
kapasitas kerja dan ketahanan tubuh. Jadi kelelahan merupakan rasa yang
menunjukkan keadaan yang berbeda – beda, tetapi semuanya berakibat pada
pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh si pekerja itu sendiri. ( Suma’mur , 1986 )
Ciri-ciri
kelelahan utama adalah hambatan terhadap fungsi-fungsi kesadaran otak dan
perubahan pada organ-organ di luar kesadaran serta proses pemulihan. Gejala
yang muncul pada orang yang mengalami kelelahan adalah penurunan perhatian,
perlambatan dan hambatan persepsi, lambat dan sukar berfikir, penurunan kemauan
atau dorongan untuk beraktivitas, serta kurangnya efisiensi kegiatan-kegiatan
fisik dan mental.
- Gejala – gejala Kelelahan Akibat
Kerja
Menurut
Suma’mur ( 1986 ) gejala – gejala atau
perasaan yang ada hubungannya dengan kelelahan
akibat kerja dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Ciri – ciri yang
menunjukkan pelemahan kegiatan antara
lain :
1). Perasaan
berat kepala.
2). Menjadi
lelah seluruh badan.
3). Kaki
merasa berat.
4). Menguap.
5). Merasa
kacau pikiran.
6). Mengantuk.
7). Merasakan
beban pada mata.
8). Kaku
dan canggung dalam gerakan.
9). Tidak
seimbang dalam berdiri.
10). Mau
berbaring.
b. Ciri – ciri yang
menunjukkan pelemahan motivasi antara
lain :
1). Merasa susah berfikir.
2). Lelah bicara.
3). Menjadi gugup.
4). Tidak dapat berkonsentrasi.
5). Tidak dapat mempunyai perhatian terhadap
sesuatu.
6). Cenderung untuk lupa.
7). Kurang kepercayaan.
8). Cemas terhadap sesuatu.
9). Tidak dapat mengambil sikap.
10).
Tidak
dapat tekun dalam bekerja.
c. Gejala
yang menunjukkan kelehan fisik akibat keadaan umum ( kurang istirahat, latihan,
aklimatisasi, kondisi banyak pajanan panas, bising, getaran dll )
1). Sakit kepala.
2). Kekakuan dibahu.
3). Nyeri pada punggung.
4). Merasa pernafasan tertekan.
5). Haus.
6). Merasa serak.
7). Merasa pening.
8). Spasme dari kelopak mata.
9). Tremor pada anggota badan.
10).
Merasa
kurang sehat.
3. Proses Terjadinya Kelelahan
Secara biokimia proses terjadinya kelelahan adalah
mula – mula ketika melakukan aktivitas atau ketika bekerja, tubuh diforsir
tidak sesuai dengan ukurannya sehingga anggota badan yang diforsir tersebut
akan mengalami keletihan karena dipaksa melakukan aktifitas secara terus
menerus dalam tubuhnya. ( Suma’mur, 1989 )
Secara
spesifik terjadinya kelelahan fisik adalah reaksi otot – otot dan urat yang
disebabkan tingginya tingkat keseringan melakukan sikap duduk atau berdiri
ketika bekerja yang menyebabkan otot
tersebut menegang dan akan menimbulkan rasa nyeri diseluruh anggota tubuh. Hal
tersebut juga disebabkan karena kekurangan nutrisi dan zat gizi makanan yang
buruk ( junk food ), kekerasan, gangguan
syaraf, hipoglikemia, kemiskinan, masalah-masalah perkawinan dan sosial.
Beberapa ketidak seimbangan internal dan faktor – faktor kelelahan ini semua
memiliki kontribusi pada faktor – faktor ’meluapnya total kelelahan’ dalam
tubuh. ( Suma’mur, 1986 )
Salah satu
faktor yang menyebabkan turunnya produktivitas kerja dari seorang pekerja
adalah kelelahan, karena pekerja yang mengalami kelelahan tidak mampu bekerja
secara optimal seperti hari – hari biasanya, sehingga kelelahan pekerja
subyektif perlu juga diperhatikan oleh pekerja. ( Djoyodibroto, 1999 )
Dikatakan
bahwa kelelahan dapat merambat kemana – mana, maksudnya dalam menyebabkan
penyakit lain. Persentase penyakit yang disebabkan oleh kelelahan diperkirakan
sekitar 75% - 85% dari semua masalah – masalah medis terkait atau disebabkan
oleh kelelahan. Jumlah kelelahan tertentu yang ada dalam tubuh kita masih
tergolong normal, tetapi jika diperpanjang oleh keluhan kelelahan fisik akan
menyebabkan kepenatan, penyakit – penyakit minor, menghalangi kekebalan dan
akhirnya menyebabkan kondisi – kondisi degeneratif kronis dalam tubuh. ( Gempur, 2004 )
Tubuh
dirancang untuk menghadapi beberapa kelelahan, baik itu kelelahan mental maupun
fisik. Kelelahan jangka panjanglah yang dapat menyebabkan tubuh sakit. Banyak
orang yang mengatakan bahwa kelelahan mereka terkait dengan gejala – gejala
syaraf dan bahkan kelelahan pertama kali mempengaruhi bagian-bagian tubuh yang
terkait dengan sistem syaraf, terutama yang melewati sistem pencernaan dan
usus, dan juga melalui kelenjar adrenalin dan tiroid.( Program Pasca Sarjana,
2001 )
4.
Jenis – Jenis Kelelahan
Kelelahan akibat kerja seringkali diartikan sebagai proses
menurunnya efisiensi, performans kerja dan berkurangnya kekuatan/ketahanan
fisik tubuh untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan. Ada beberapa
jenis kelelahan yang dikenal antara lain :
a. Kelelahan otot
Lelah otot dalam hal ini bisa
dilihat dalam bentuk munculnya gejala kesakitan yang amat sangat ketika otot
harus menerima beban yang berlebihan. Kelelahan fisik merupakan tremor pada
bagian otot atau perasaan nyeri yang
terdapat pada otot seperti rasa nyeri pada pinggang, punggung, leher,
pundak dan sebagainya.
b. Kelelahan Umum
Kelelahan umum merupakan
kelelahan yang ditandai dengan berkurangnya kemampuan untuk bekerja yang
disebabkan karena persyaratan dan lama kerja mental dan psikis. ( Suma’mur,
1986 )
5.
Pencegahan Kelelahan
Kelelahan
mudah dihilangkan dengan istirahat. Tetapi jika dipaksakan terus, kelelahan
akan terus bertambah dan sangat mengganggu. Istirahat sebagai usaha pemulihan
dapat dilakukan dengan berhenti bekerja sewaktu – waktu sebentar sampai dengan
tidur malam hari. ( Suma’mur, 1989 )
Untuk
menghindari akumulasi yang menyebabkan terjadi kelelahan terlalu berlebihan,
diperlukan adanya keseimbangan antara masukan sumber datangnya kelelahan
tersebut ( faktor-faktor penyebab kelelahan ) dengan jumlah keluaran yang
diperoleh lewat proses pemulihan (
recover). Proses pemulihan dapat dilakukan dengan memberikan waktu
istirahat yang cukup. Proses pemulihan akan memberikan kesempatan kerja fisik
maupun psikologis manusia untuk lepas dari beban yang menghimpitnya. ( Wignjosoebroto, 2000 )
6.
Pengukuran Kelelahan Kerja
Sampai saat
ini belum ada cara untuk mengukur tingkat kelelahan secara langsung. Pengukuran-pengukuran
yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya hanya berupa indikator yang menunjukkan
terjadinya kelelahan akibat kerja. Grandjean (1993) dalam Tarwaka et al (2004)
mengelompokkan metode pengukuran kelelahan dalam beberapa kelompok, yaitu :
1. Kualitas dan kuantitas kerja yang
dilakukan.
2.
Uji psikomotor.
3.
Uji hilangnya kelipan (flicker-fusion test).
4.
Perasaan kelelahan secara subjektif.
5.
Uji mental.
B.
Faktor yang berhubungan dengan Kelelahan
Kerja
1.
Umur atau Usia
Umur adalah
variabel yang selalu diperhatikan didalam penyelidikan epidemiologi. Pada umumnya
diusia yang telah lanjut kemampuan fisiknya menurun dan kemampuan untuk bekerja
kurang karena perubahan pada otot-otot tubuh. Umumnya diketahui kapasitas fisik
seperti penglihatan, pendengaran dan makin cepat menjadi lelah.
Menurut
Suma’mur ( 1984 ), bahwa umur seseorang berbanding langsung dengan kapasitas
kerjanya. Umur 24 tahun dianggap sebagai umur puncak, sedangkan umur 40 sampai
dengan 60 tahun terdapat penurunan kapasitas fisik 25% untuk kekuatan otot dan
60% untuk kemampuan sensoris motoris. Hal ini sebagai akibat dari bermacam –
macam perubahan biologis sebagai konsekuensi pertambahan umur.
Maksimum
tenaga yang dihasilkan oleh otot manusia akan sangat tergantung pada jenis
kelamin dan umur. Puncak tenaga otot baik laki-laki maupun wanita akan berada
pada umum 20-30 tahun. Pada umur sekitar 50-60 tahun tenaga otot hanya bisa
menghasilkan sekitar 75% dari maksimumnya. Selanjutnya berdasarkan fisiologis
bisa ditarik kesimpulan bahwa kekuatan otot yang dihasilkan rata-rata wanita
ternyata hanya sekitar 70% saja dari kekuatan otot laki-laki. (Wignjosoebroto,
2000)
Dewan keamanan kerja Ontario,
Kanada menyusun kasus keluhan nyeri pinggang bawah menurut umur, bahwa angka
nyeri pinggang bawah dirasakan dari umur 20 tahun sampai dengan 30 tahun
meningkat pada umur 40 tahun sampai 50 tahun. Nyeri pinggang bawah biasanya
bagian dari proses penyakit yang berulang, dengan nyeri berat dan lama, sehingga
mengganggu kemampuan kerja.( http : // id. penyakit akibat kerja.net/)
Menurut Suma’mur (1989)
menyatakan faktor umur merupakan penentu yang sangat penting, hal ini merupakan
konsekuensi adanya hubungan faktor umur dengan :
a. Potensi kemampuan untuk terpapar terhadap sumber infeksi.
b. Tingkat imunitas atau kekebalan tubuh.
c. Aktivitas fisiologi macam – macam jaringan
yang mempengaruhi perjalanan penyakit seseorang.
- Jenis Kelamin
Jenis
kelamin juga berpengaruh terhadap kelelahan kerja yang dirasakan, perempuan
lebih cepat mengalami lelah dibandingkan laki-laki hal ini disebabkan karena
daya tahan tubuh laki-laki lebih lama dibandingkan dengan perempuan. ( Suma’mur
, 1984 )
Biasanya
selama usia subur, wanita rawan terhadap bahaya kesehatan reproduksi resiko
yang juga ditanggung dan wanita akan
mengalami peningkatan resiko terkena hipertensi setelah masa monopause yaitu
sekitar umur 45 tahun keatas.( Soesanto, 2007)
- Pendidikan ( Pengetahuan )
Pengetahuan
adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan identik dengan pendidikan,
pengetahuan yang rendah seringkali disebabkan oleh rendahnya pendidikan.
Pengetahuan atau koginitif merupakan
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang ( over behavior), karena pengetahuan akan
lebih langgeng dan bermanfaat daripada perilaku yang tidak disadari akan menentang pengetahuan itu sendiri.
( Notoatmodjo, 2003 )
- Sikap Tubuh dalam Bekerja
Tidak
peduli apakah pekerja harus berdiri, duduk atau dalam sikap/posisi kerja yang
lain, pertimbangan-pertimbangan ergonomis yang berkaitan dengan sikap/posisi
kerja akan sangat penting. Beberapa jenis pekerjaan akan memerlukan sikap dan
posisi tertentu yang kadang-kadang cenderung untuk tidak mengenakkan. Kondisi
kerja seperti ini memaksa pekerja selalu berada pada sikap/posisi kerja yang
aneh dan kadang-kadang juga harus
berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hal ini tentu saja akan mengakibatkan
pekerja cepat lelah, membuat banyak kesalahan atau menderita cacat tubuh. ( Wignjosubroto, 2000)
Posisi atau
sikap tubuh dan cara kerja yang sesuai dengan aturan kerja adalah sikap dan
cara kerja yang ergonomi. Pelaksanaan
kerja biasanya menggunakan alat dan cara kerja yang sesuai dan serasi dengan
karakteristik tenaga kerja yang menggunakannya. Dengan demikian diusahakan agar
semua pekerjaan harus selalu dilaksanakan dalam sikap kerja yang ergonomis. (
Soedirman, 1989 )
Lebih
lanjut ( Soedirman, 1989 ) bahwa sikap tubuh dalam bekerja harus memperhatikan
(1) agar senantiasa diusahakan agar semua pekerjaan dilaksanakan dengan sikap
duduk atau sikap berdiri dan sikap duduk secara bergantian, (2) segala posisi
dan sikap tubuh yang tidak alamiah dihindari atau diusahakan agar beban kerja
statis sekecil-kecilnya, (3) segala posisi dan sikap tubuh diusahakan untuk
menghindari upaya yang tidak perlu.
Untuk
menghindari sikap dan posisi kerja yang kurang menyenangkan
pertimbangan-pertimbangan ergonomis yang lain menyarankan mengurangi keharusan
pekerja untuk bekerja dengan sikap dan posisi membungkuk dengan frekuensi
kegiatan yang sering atau jangka waktu lama. Untuk mengatasi problema ini maka
stasiun kerja harus dirancang terutama sekali dengan memperhatikan fasilitas
kerjanya sesuai dengan antropometri agar
pekerja dapat menjaga sikap dan posisi kerja tetap tegak dan normal. Ketentuan
ini harus dilaksanakan pada posisi kerja berdiri. ( Wignjosubroto, 2000)
Posisi
kerja duduk memerlukan sedikit energi daripada berdiri, sehingga dapat
mengurangi banyak beban otot statis pada kaki. Seseorang yang bekerja sambil duduk
memerlukan istirahat yang lebih sedikit dan secara potensial lebih produktif.
Namun sikap duduk yang keliru dapat menjadi penyebab timbulnya masalah –
masalah pada punggung. Tekanan pada bagian tulang belakang akan meningkat pada
saat duduk. ( Suma’mur, 1989 )
Sikap duduk
merupakan sikap dan posisi badan yang dianggap paling ergonomi ketika bekerja,
karena mengurangi efek samping dari lama
kerja sehingga mencegah timbulnya nyeri pada pinggang. Sikap duduk yang paling
baik adalah sedikit membungkuk, sedangkan dari sudut tulang dinasihatkan supaya
duduk tegak, agar punggung tidak bungkuk dan otot perut tidak lemas. (
Suma’mur, 1989 )
Sikap duduk
yang tidak menimbulkan resiko nyeri pinggang adalah sikap badan dan tulang belakang adalah sikap duduk dengan sedikit lardosa
pada pinggang dan sedikit mungkin kifosa ( cekung menghadap kedepan ) pada
punggung. Sikap demikian dapat dicapai dengan kursi yang memiliki sandaran
punggung yang sesuai ukuran punggung. ( Suma’mur, 1989 )
Bekerja
dengan posisi berdiri terus menerus sangat mungkin akan terjadi penumpukan
darah dan berbagai cairan tubuh pada kaki.
- Intensitas Kerja dan Waktu Kerja.
Lama kerja
dalam hubungan pelaksanaan tugas dan pemeliharaan tubuh tetap baik bertalian
dengan pekerjaan sewaktu waktu menurut beban kerjanya. Lamanya seseorang
bekerja dalam sehari secara baik pada umumnya 6-8 jam dan sisanya untuk
istirahat atau kehidupam dalam keluarga dan masyarakat. Memperpanjang waktu
kerja lebih dari itu biasanya disertai menurunnya
efisiensi , tumbuhnya kelelahan, penyakit dan kelelahan. ( Soesanto, 2007 )
Kemampuan ini dipengaruhi oleh faktor usia
seperti pada usia 50 tahun kapasitas kerjanya tinggal 80% dan pada 60 tahun
menjadi 60% dari kapasitas mereka yang berumur 50 tahun. ( Suma’mur, 1989 )
Setiap
manusia mempunyai batas kemampuan dalam soal lama dan tempo bekerja, jarang
sekali dan merupakan suatu keistimewaan, bila seseorang mampu bekerja non stop
untuk pekerjaan sejenis tanpa variasi. Oleh karena itu keselarasan dan
penyesuaian tersebut diatas perlu diperhatikan antara faal kerja, tenaga kerja
tersebut dalam batas yang normal. Dalam mempertahankan faal kerja yang normal
diperlukan persyaratan pengaturan tempo dan cara dalam bekerja. ( Program Pasca
Sarjana, 2001 )
Dari
beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengurangan jam kerja 8 ¾ ke 8 jam disertai meningkatnya efisiensi
perwaktu dengan kenaikan produktivitas
3-10%. Kecenderungan ini lebih terlihat pada pekerjaan yang dilakukan
dengan tangan. Pelaksanaan pekerjaan tidak dapat meningkat lagi bahkan menurun,
jika waktunya melebihi 8 jam. Berdasarkan hasil penelitian angka absensi
meningkat dengan cepat bila jam kerja melebihi 63,2 seminggu untuk pria dan
melebihi 57,3 untuk wanita. Jumlah jam kerja tersebut dalam seminggu yang
memungkinkan seseorang tenaga kerja dapat bekerja dengan baik adalah 40 jam
lebih dari 40 jam akan mengakibatkan kerugian. Faktor lingkungan seperti cuaca ( panas atau dingin ), getaran dan
pencahayaan, bahan kimia dalam udara sangat berpengaruh pada lama kerja. (
Suma’mur, 1989 )
Setiap
negara mempunyai peraturan – peraturan mengenai jam kerja. Untuk Indonesia
waktu kerja menurut Undang – Undang Ketenagakerjaan No. 25 disebutkan : waktu
untuk melakukan pekerjaan dapat dilaksanakan pada siang atau malam hari. (
Depnaker, 1996 )
1. Siang hari adalah waktu antara pukul 06.00
– 18.00.
2. Malam hari adalah waktu antara pukul
18.000 – 24.00.
Adapun bunyi pasal 100 ayat 2
waktu kerja meliputi :
a.
Waktu
kerja siang hari yaitu :
1). Tujuh jam sehari dan 40 jam seminggu untuk
6 hari kerja dalam seminggu.
2). Delapan jam sehari, 40 jam dalam seminggu
untuk 5 hari kerja dalam seminggu.
b.
Waktu
kerja malam hari yaitu :
1). Enam
jam sehari dan 36 jam seminggu untuk 6 hari kerja dalam seminggu.
2). Tujuh
jam sehari dan 35 jam seminggu untuk 5 hari kerja dalam seminggu.
Waktu kerja bagi seseorang
menentukan efisiensi dan produktivitasnya. Segi – segi penting persoalan waktu kerja
meliputi :
1. Lamanya seseorang mampu bekerja dalam
seminggu.
2. Hubungan diantara waktu bekerja dan
istirahat.
3. Waktu kerja sehari menurut periode yang
meliputi ( pagi, siang, sore dan malam). ( Suma’mur, 1989 )
- Kurangnya Kesempatan Beristirahat
Setiap
pekerja berhak untuk mendapatkan waktu
istirahat kerja . Waktu istirahat kerja sebagaimana dimaksudkan meliputi :
istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangya setengah jam setelah bekerja
selama 4 jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam
kerja ( Depkes. RI, 2007 )
Jam kerja
panjang menyebabkan tidak efisien, bertumpuknya kelelahan, menurunnya
ketelitian, berkurangnya kecepatan, meningkatnya angka kesakitan, kecelakaan
dan lain-lain. ( Soesanto, 2007)
Menurut
ahli fisiologi di negara maju, jam kerja yang optimal 8 jam dan 40 jam dalam
seminggu akan lebih baik jika diberikan tambahan istirahat pendek dengan snack
ditengah-tengah 4 jam pertama dan 4 jam kedua disamping istirahat sebesar 1 jam
untuk makan. Pemberian istirahat pendek akan menjamin out put perjam
dipertahankan sama yaitu menambah efisiensi dan tidak akan menambah jumlah jam
istirahat secara keseluruhan. ( Soesanto, 2007)
Pemberian
istirahat pada dasarnya diperlukan untuk memulihkan kesegaran fisik maupun
mental bagi diri manusia (pekerja). Jumlah total waktu yang dibutuhkan untuk
istirahat berkisar rata-rata 15% dari total waktu kerja. Tetapi besar kecilnya presentase tersebut juga
dapat tergantung pada tipe pekerjaannya.
Untuk pekerjaan normal fisik berat/kerja kasar prosentase waktu istirahat yang
diperlukan bisa mencapai 30%. Bekerja dengan frekuensi yang istirahat yang
sering akan lebih baik dibandingkan dengan yang jarang. Beberapa kali melakukan
istirahat pendek ( 3-5 menit ) akan memberikan hasil yang lebih baik ditinjau
dari out put yang dihasilkan maupun efek terhadap fisik tubuh dari pada
diberikan sekaligus istirahat dalam jangka waktu panjang.( Wignjosubroto, 2000)
Ada 4
(empat) istirahat yang dilakukan pekerja
yaitu istirahat spontan setelah pembinaan, istirahat terselubung, istirahat
yang terjadi karena prosedur kerja, istirahat yang ditetapkan. ( Soesanto,
2007)
- Kondisi Lingkungan Kerja.
Salah satu
faktor yang mempengaruhi manusia dalam bekerja adalah kondisi lingkungan kerja
yaitu semua keadaan yang terdapat disekitar tempat kerja, seperti temperatur,
kelembaban udara, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis,
bau-bauan, warna dan lain-lain yang dalam hal ini akan berpengaruh secara
signifikan terhadap hasil kerja manusia tersebut.( Wignjosubroto, 2000)
Meskipun
operator yang sehat sudah diseleksi dengan ketat dan diharapkan mampu
beradaptasi dengan situasi dan kondisi lingkungan kerja fisik yang bervariasi
dalam hal temperatur, kelembaban, getaran, kebisingan dan lain-lain, akan
tetapi stress akibat kondisi lingkungan fisik kerja akan terus berakumulasi dan
secara tiba-tiba bisa menyebabkan hal yang fatal. Adanya lingkungan fisik kerja
yang bising, panas, bergetar atau atmosfir yang tercemar akan berdampak negatif
terhadap performans maupun moral/motivasi kerja operator. ( Wignjosubroto, 2000)
- Monotonnya pekerjaan yang dilakukan
Gerakan-gerakan
yang harus dilakukan oleh anggota tubuh manusia khususnya tangan dan kaki pada
saat melakukan kerja fisik akan sangat ditentukan oleh kemampuan ototnya.
Agar
penggunaan tenaga otot bisa optimal maka pengaturan cara kerjanya harus
diperhatikan dengan benar. Dalam hal ini kegiatan otot dapat dibedakan menjadi
dua yaitu kerja otot dinamik ( berirama ) dan kerja otot statis ( kerja
bersifat tetap/statik )
Pada kerja dinamik, otot akan mengencang dan
mengerut ( mengendor )
secara bergantian atau berirama, disini otot akan banyak sekali
membawa/menerima glukosa dan O2 pada saat mengencang dan membuang metabolis (
sisa hasil pembakaran atau metabolisme ) pada saat mengendor karena mekanisme
mengencang dan mengendornya otot terjadi secara bergantian, maka sirkulasi
darah + O2 dan metabolisme akan berlangsung secara lancar, sedangkan
pada kerja statik disini otot akan berada dalam posisi mengencang dalam waktu
yang cukup lama akan menyebabkan aliran darah terganggu suplai glukose + O2
terhambat dan metabolisme tidak bisa segera terbuang. Kondisi tersebut akan mengakibatkan rasa sakit dan lelah pada otot.
(Wignjosoebroto, 2000)
No comments:
Post a Comment