Saturday, May 20, 2017

Kelelahan Akibat Kerja

A.    Kelelahan  Akibat Kerja
  1. Pengertian Kelelahan
Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh.
Konsep kelelahan dewasa ini, sudah dilakukan percobaan pada manusia dan hewan dan hasilnya menyatakan bahwa keadaan dan perasaan kelelahan adalah reaksi fungional dari pusat kesadaran yaitu cortex cerebri yang dipengaruhi oleh dua sistem antagonik yaitu sistem penghambat ( inhibition ) dan sistem penggerak ( activation ). Sistem penghambat terdapat dalam thalamus yang mampu menurunkan kemampuan manusia bereaksi dan menyebabkan kecenderungan untuk tidur. Sistem penggerak terdapat dalam formatio retukularis ( struktur bentuk tubuh ) yang dapat merangsang pusat – pusat vegetatif untuk  berkonversi egotropis dari peralatan dalam tubuh kearah bekerja, berlari, berkelahi, melarikan diri dan lain – lain. ( Suma’mur, 1986 )
Menurut ( Suma’mur, 1989 ) kelelahan adalah salah satu gejala tubuh yang penting dan rumit yang disebabkan oleh hanya satu gangguan tertentu atau oleh sebab beberapa masalah yang berlangsung secara bersamaan. Karena ini merupakan perasaan yang dialami oleh setiap orang, ada kecenderungan untuk memandangnya sebagai bagian dari hidup yang normal. Kelelahan cenderung muncul secara perlahan, maka si penderita sering tidak menyadarinya. Tidak seperti penyakit lainnya yang dulunya tidak ada dan kemudian berlangsung dalam sehari, kelelahan fisik cenderung tidak kentara dan memburuk setelah beberapa waktu. Maka penting bagi semua masyarakat dan dokternya untuk melakukan pemeriksaan terhadap kelelahan fisik setiap enam bulan atau lebih cepat lagi, karena gangguan sering dilupakan. Pada sebagian besar masyarakat, penyebab kelelahan bisa diidentifikasi dan diobati.
Terdapat dua jenis kelelahan, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot merupakan tremor pada otot atau perasaan nyeri pada otot, sedangkan kelelahan umum ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh monotoni (pekerjaan yang sifatnya monoton), intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, kondisi mental dan psikologis, status kesehatan, dan gizi. Pengaruh-pengaruh tersebut terakumulasi di dalam tubuh manusia dan menimbulkan perasaan lelah yang dapat menyebabkan seseorang berhenti bekerja (beraktivitas). Kelelahan dapat diatasi dengan beristirahat untuk menyegarkan tubuh. Apabila kelelahan tidak segera diatasi dan pekerja dipaksa untuk terus bekerja, maka kelelahan akan semakin parah dan dapat mengurangi produktivitas pekerja. Kelelahan sama halnya dengan keadaan lapar dan haus sebagai suatu mekanisme untuk mendukung kehidupan.
Kelelahan umum, menurut Grandjean (1985) ialah suatu perasaan yang menyebar yang disertai adanya penurunan kesiagaan dan kelambanan pada setiap aktivitas. Jenis-jenis kelelahan secara umum antara lain :
a.    Kelelahan visual (indra penglihatan) disebabkan oleh iluminasi, luminasi, seringnya akomodasi mata, dll
b.   Kelelahan seluruh tubuh
c.    Kelelahan urat syaraf
d.   Stress (pikiran tegang)
e.    Rasa malas bekerja (circadian fatigue)
Sampai saat ini masih berlaku dua teori tentang kelelahan otot, yaitu teori kimia dan teori syaraf pusat. Teori kimia menjelaskan bahwa terjadinya kelelahan adalah akibat berkurangnya cadangan energi dan meningkatnya sisa metabolisme sebagai penyebab hilangnya efisiensi otot. Suma’mur menyatakan bahwa produktivitas mulai menurun setelah empat jam bekerja terus menerus (apapun jenis pekerjaannya) yang disebabkan oleh menurunnya kadar gula di dalam darah. Itulah sebabnya istirahat sangat diperlukan minimal setengah jam setelah empat jam bekerja terus menerus agar pekerja memperoleh kesempatan untuk makan dan menambah energi yang diperlukan tubuh untuk bekerja.
Teori syaraf pusat menjelaskan bahwa perubahan kimia hanya merupakan penunjang proses. Perubahan kimia yang terjadi menyebabkan dihantarkannya rangsangan syaraf melalui syaraf sensoris ke otak yang disadari sebagai kelelahan otot. Rangsangan aferen ini menghambat pusat-pusat otak dalam mengendalikan gerakan sehingga frekuensi potensial kegiatan pada sel syaraf menjadi berkurang dan menyebabkan menurunnya kekuatan dan kecepatan kontraksi otot serta gerakan atas perintah menjadi lambat. Sehingga semakin lambat gerakan seseorang menunjukkan semakin lelah kondisi seseorang.
Kelelahan berasal dari kata lelah. Kata lelah  sesuai dengan kamus Besar Bahasa Indonesia yang berarti menurunnya kapasitas kerja dan ketahanan tubuh. Jadi kelelahan merupakan rasa yang menunjukkan keadaan yang berbeda – beda, tetapi semuanya berakibat pada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh si pekerja itu sendiri.      ( Suma’mur , 1986 )
Ciri-ciri kelelahan utama adalah hambatan terhadap fungsi-fungsi kesadaran otak dan perubahan pada organ-organ di luar kesadaran serta proses pemulihan. Gejala yang muncul pada orang yang mengalami kelelahan adalah penurunan perhatian, perlambatan dan hambatan persepsi, lambat dan sukar berfikir, penurunan kemauan atau dorongan untuk beraktivitas, serta kurangnya efisiensi kegiatan-kegiatan fisik dan mental.
  1. Gejala – gejala Kelelahan Akibat Kerja
Menurut Suma’mur ( 1986 )  gejala – gejala atau perasaan yang ada hubungannya dengan kelelahan  akibat kerja dapat dikelompokkan sebagai berikut  :
a. Ciri – ciri yang menunjukkan pelemahan kegiatan   antara lain :
1). Perasaan berat kepala.
2). Menjadi lelah seluruh badan.
3). Kaki merasa berat.
4). Menguap.
5). Merasa kacau pikiran.
6). Mengantuk.
7). Merasakan beban pada mata.
8). Kaku dan canggung dalam gerakan.
9). Tidak seimbang dalam berdiri.
10). Mau berbaring.
b. Ciri – ciri yang menunjukkan pelemahan motivasi  antara lain :
1).    Merasa susah berfikir.
2).    Lelah bicara.
3).    Menjadi gugup.
4).    Tidak dapat berkonsentrasi.
5).    Tidak dapat mempunyai perhatian terhadap sesuatu.
6).    Cenderung untuk lupa.
7).    Kurang kepercayaan.
8).    Cemas terhadap sesuatu.
9).    Tidak dapat mengambil sikap.
10).                                                    Tidak dapat tekun dalam bekerja.
c. Gejala yang menunjukkan kelehan fisik akibat keadaan umum ( kurang istirahat, latihan, aklimatisasi, kondisi banyak pajanan panas, bising, getaran dll )
1).    Sakit kepala.
2).    Kekakuan dibahu.
3).    Nyeri pada punggung.
4).    Merasa pernafasan tertekan.
5).    Haus.
6).    Merasa serak.
7).    Merasa pening.
8).    Spasme dari kelopak mata.
9).    Tremor pada anggota badan.
10).                                                                                    Merasa kurang sehat.
3.  Proses Terjadinya Kelelahan
Secara  biokimia proses terjadinya kelelahan adalah mula – mula ketika melakukan aktivitas atau ketika bekerja, tubuh diforsir tidak sesuai dengan ukurannya sehingga anggota badan yang diforsir tersebut akan mengalami keletihan karena dipaksa melakukan aktifitas secara terus menerus dalam tubuhnya. ( Suma’mur, 1989 )
Secara spesifik terjadinya kelelahan fisik adalah reaksi otot – otot dan urat yang disebabkan tingginya tingkat keseringan melakukan sikap duduk atau berdiri ketika bekerja  yang menyebabkan otot tersebut menegang dan akan menimbulkan rasa nyeri diseluruh anggota tubuh. Hal tersebut juga disebabkan karena kekurangan nutrisi dan zat gizi makanan yang buruk ( junk food ), kekerasan, gangguan syaraf, hipoglikemia, kemiskinan, masalah-masalah perkawinan dan sosial. Beberapa ketidak seimbangan internal dan faktor – faktor kelelahan ini semua memiliki kontribusi pada faktor – faktor ’meluapnya total kelelahan’ dalam tubuh.    ( Suma’mur, 1986 )
Salah satu faktor yang menyebabkan turunnya produktivitas kerja dari seorang pekerja adalah kelelahan, karena pekerja yang mengalami kelelahan tidak mampu bekerja secara optimal seperti hari – hari biasanya, sehingga kelelahan pekerja subyektif perlu juga diperhatikan oleh pekerja. ( Djoyodibroto, 1999 )
Dikatakan bahwa kelelahan dapat merambat kemana – mana, maksudnya dalam menyebabkan penyakit lain. Persentase penyakit yang disebabkan oleh kelelahan diperkirakan sekitar 75% - 85% dari semua masalah – masalah medis terkait atau disebabkan oleh kelelahan. Jumlah kelelahan tertentu yang ada dalam tubuh kita masih tergolong normal, tetapi jika diperpanjang oleh keluhan kelelahan fisik akan menyebabkan kepenatan, penyakit – penyakit minor, menghalangi kekebalan dan akhirnya menyebabkan kondisi – kondisi degeneratif kronis dalam tubuh.  ( Gempur, 2004 )
Tubuh dirancang untuk menghadapi beberapa kelelahan, baik itu kelelahan mental maupun fisik. Kelelahan jangka panjanglah yang dapat menyebabkan tubuh sakit. Banyak orang yang mengatakan bahwa kelelahan mereka terkait dengan gejala – gejala syaraf dan bahkan kelelahan pertama kali mempengaruhi bagian-bagian tubuh yang terkait dengan sistem syaraf, terutama yang melewati sistem pencernaan dan usus, dan juga melalui kelenjar adrenalin dan tiroid.( Program Pasca Sarjana, 2001 )
4.                  Jenis – Jenis Kelelahan
Kelelahan akibat kerja  seringkali diartikan sebagai proses menurunnya efisiensi, performans kerja dan berkurangnya kekuatan/ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan. Ada beberapa jenis kelelahan yang dikenal antara lain :
a.       Kelelahan otot
Lelah otot dalam hal ini bisa dilihat dalam bentuk munculnya gejala kesakitan yang amat sangat ketika otot harus menerima beban yang berlebihan. Kelelahan fisik merupakan tremor pada bagian otot atau perasaan nyeri  yang terdapat pada otot seperti rasa nyeri pada pinggang, punggung, leher, pundak  dan sebagainya.
b.      Kelelahan Umum
Kelelahan umum merupakan kelelahan yang ditandai dengan berkurangnya kemampuan untuk bekerja yang disebabkan karena persyaratan dan lama kerja mental dan psikis. ( Suma’mur, 1986 )

5.                  Pencegahan Kelelahan
Kelelahan mudah dihilangkan dengan istirahat. Tetapi jika dipaksakan terus, kelelahan akan terus bertambah dan sangat mengganggu. Istirahat sebagai usaha pemulihan dapat dilakukan dengan berhenti bekerja sewaktu – waktu sebentar sampai dengan tidur malam hari. ( Suma’mur, 1989 )
Untuk menghindari akumulasi yang menyebabkan terjadi kelelahan terlalu berlebihan, diperlukan adanya keseimbangan antara masukan sumber datangnya kelelahan tersebut ( faktor-faktor penyebab kelelahan ) dengan jumlah keluaran yang diperoleh lewat proses pemulihan ( recover). Proses pemulihan dapat dilakukan dengan memberikan waktu istirahat yang cukup. Proses pemulihan akan memberikan kesempatan kerja fisik maupun psikologis manusia untuk lepas dari beban yang menghimpitnya.  ( Wignjosoebroto, 2000 )
6.                  Pengukuran Kelelahan Kerja
Sampai saat ini belum ada cara untuk mengukur tingkat kelelahan secara langsung. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya hanya berupa indikator yang menunjukkan terjadinya kelelahan akibat kerja. Grandjean (1993) dalam Tarwaka et al (2004) mengelompokkan metode pengukuran kelelahan dalam beberapa kelompok, yaitu :
1.      Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan.
2.      Uji psikomotor.
3.      Uji hilangnya kelipan (flicker-fusion test).
4.      Perasaan kelelahan secara subjektif.
5.      Uji mental.

B.     Faktor yang berhubungan dengan Kelelahan Kerja 
1.                                                            Umur atau Usia
Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan didalam penyelidikan epidemiologi. Pada umumnya diusia yang telah lanjut kemampuan fisiknya menurun dan kemampuan untuk bekerja kurang karena perubahan pada otot-otot tubuh. Umumnya diketahui kapasitas fisik seperti penglihatan, pendengaran dan makin cepat menjadi lelah.
Menurut Suma’mur ( 1984 ), bahwa umur seseorang berbanding langsung dengan kapasitas kerjanya. Umur 24 tahun dianggap sebagai umur puncak, sedangkan umur 40 sampai dengan 60 tahun terdapat penurunan kapasitas fisik 25% untuk kekuatan otot dan 60% untuk kemampuan sensoris motoris. Hal ini sebagai akibat dari bermacam – macam perubahan biologis sebagai konsekuensi pertambahan umur.
Maksimum tenaga yang dihasilkan oleh otot manusia akan sangat tergantung pada jenis kelamin dan umur. Puncak tenaga otot baik laki-laki maupun wanita akan berada pada umum 20-30 tahun. Pada umur sekitar 50-60 tahun tenaga otot hanya bisa menghasilkan sekitar 75% dari maksimumnya. Selanjutnya berdasarkan fisiologis bisa ditarik kesimpulan bahwa kekuatan otot yang dihasilkan rata-rata wanita ternyata hanya sekitar 70% saja dari kekuatan otot laki-laki. (Wignjosoebroto, 2000)
Dewan keamanan kerja Ontario, Kanada menyusun kasus keluhan nyeri pinggang bawah menurut umur, bahwa angka nyeri pinggang bawah dirasakan dari umur 20 tahun sampai dengan 30 tahun meningkat pada umur 40 tahun sampai 50 tahun. Nyeri pinggang bawah biasanya bagian dari proses penyakit yang berulang, dengan nyeri berat dan lama, sehingga mengganggu kemampuan kerja.( http : // id. penyakit akibat kerja.net/)
 Menurut Suma’mur (1989) menyatakan faktor umur merupakan penentu yang sangat penting, hal ini merupakan konsekuensi adanya hubungan faktor umur dengan :
a.    Potensi kemampuan untuk terpapar  terhadap sumber infeksi.
b.      Tingkat imunitas atau kekebalan tubuh.
c.       Aktivitas fisiologi macam – macam jaringan yang mempengaruhi perjalanan penyakit seseorang.
  1. Jenis Kelamin
Jenis kelamin juga berpengaruh terhadap kelelahan kerja yang dirasakan, perempuan lebih cepat mengalami lelah dibandingkan laki-laki hal ini disebabkan karena daya tahan tubuh laki-laki lebih lama dibandingkan dengan perempuan. ( Suma’mur , 1984 )
Biasanya selama usia subur, wanita rawan terhadap bahaya kesehatan reproduksi resiko yang juga ditanggung dan  wanita akan mengalami peningkatan resiko terkena hipertensi setelah masa monopause yaitu sekitar umur 45 tahun keatas.( Soesanto, 2007)
  1. Pendidikan ( Pengetahuan )
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan identik dengan pendidikan, pengetahuan yang rendah seringkali disebabkan oleh rendahnya pendidikan. Pengetahuan atau  koginitif merupakan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang ( over behavior), karena pengetahuan akan lebih langgeng dan bermanfaat daripada perilaku yang tidak disadari akan menentang pengetahuan itu sendiri. ( Notoatmodjo, 2003 )
  1. Sikap Tubuh dalam Bekerja
Tidak peduli apakah pekerja harus berdiri, duduk atau dalam sikap/posisi kerja yang lain, pertimbangan-pertimbangan ergonomis yang berkaitan dengan sikap/posisi kerja akan sangat penting. Beberapa jenis pekerjaan akan memerlukan sikap dan posisi tertentu yang kadang-kadang cenderung untuk tidak mengenakkan. Kondisi kerja seperti ini memaksa pekerja selalu berada pada sikap/posisi kerja yang aneh dan kadang-kadang  juga harus berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hal ini tentu saja akan mengakibatkan pekerja cepat lelah, membuat banyak kesalahan atau menderita cacat tubuh. (  Wignjosubroto, 2000)
Posisi atau sikap tubuh dan cara kerja yang sesuai dengan aturan kerja adalah sikap dan cara kerja yang ergonomi. Pelaksanaan kerja biasanya menggunakan alat dan cara kerja yang sesuai dan serasi dengan karakteristik tenaga kerja yang menggunakannya. Dengan demikian diusahakan agar semua pekerjaan harus selalu dilaksanakan dalam sikap kerja yang ergonomis. ( Soedirman, 1989 )
Lebih lanjut ( Soedirman, 1989 ) bahwa sikap tubuh dalam bekerja harus memperhatikan (1) agar senantiasa diusahakan agar semua pekerjaan dilaksanakan dengan sikap duduk atau sikap berdiri dan sikap duduk secara bergantian, (2) segala posisi dan sikap tubuh yang tidak alamiah dihindari atau diusahakan agar beban kerja statis sekecil-kecilnya, (3) segala posisi dan sikap tubuh diusahakan untuk menghindari upaya yang tidak perlu.
Untuk menghindari sikap dan posisi kerja yang kurang menyenangkan pertimbangan-pertimbangan ergonomis yang lain menyarankan mengurangi keharusan pekerja untuk bekerja dengan sikap dan posisi membungkuk dengan frekuensi kegiatan yang sering atau jangka waktu lama. Untuk mengatasi problema ini maka stasiun kerja harus dirancang terutama sekali dengan memperhatikan fasilitas kerjanya  sesuai dengan antropometri agar pekerja dapat menjaga sikap dan posisi kerja tetap tegak dan normal. Ketentuan ini harus dilaksanakan pada posisi kerja berdiri. ( Wignjosubroto, 2000)
Posisi kerja duduk memerlukan sedikit energi daripada berdiri, sehingga dapat mengurangi banyak beban otot statis pada kaki. Seseorang yang bekerja sambil duduk memerlukan istirahat yang lebih sedikit dan secara potensial lebih produktif. Namun sikap duduk yang keliru dapat menjadi penyebab timbulnya masalah – masalah pada punggung. Tekanan pada bagian tulang belakang akan meningkat pada saat duduk.                    ( Suma’mur, 1989 )
Sikap duduk merupakan sikap dan posisi badan yang dianggap paling ergonomi ketika bekerja, karena mengurangi  efek samping dari lama kerja sehingga mencegah timbulnya nyeri pada pinggang. Sikap duduk yang paling baik adalah sedikit membungkuk, sedangkan dari sudut tulang dinasihatkan supaya duduk tegak, agar punggung tidak bungkuk dan otot perut tidak lemas. ( Suma’mur, 1989 )
Sikap duduk yang tidak menimbulkan resiko nyeri pinggang adalah sikap badan dan  tulang belakang  adalah sikap duduk dengan sedikit lardosa pada pinggang dan sedikit mungkin kifosa ( cekung menghadap kedepan ) pada punggung. Sikap demikian dapat dicapai dengan kursi yang memiliki sandaran punggung yang sesuai ukuran punggung.              ( Suma’mur, 1989 )
Bekerja dengan posisi berdiri terus menerus sangat mungkin akan terjadi penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh pada kaki.
  1. Intensitas Kerja dan Waktu Kerja.
Lama kerja dalam hubungan pelaksanaan tugas dan pemeliharaan tubuh tetap baik bertalian dengan pekerjaan sewaktu waktu menurut beban kerjanya. Lamanya seseorang bekerja dalam sehari secara baik pada umumnya 6-8 jam dan sisanya untuk istirahat atau kehidupam dalam keluarga dan masyarakat. Memperpanjang waktu kerja lebih dari itu biasanya  disertai menurunnya efisiensi , tumbuhnya kelelahan, penyakit dan kelelahan. ( Soesanto, 2007 )
   Kemampuan ini dipengaruhi oleh faktor usia seperti pada usia 50 tahun kapasitas kerjanya tinggal 80% dan pada 60 tahun menjadi 60% dari kapasitas mereka yang berumur 50 tahun. ( Suma’mur, 1989 )
Setiap manusia mempunyai batas kemampuan dalam soal lama dan tempo bekerja, jarang sekali dan merupakan suatu keistimewaan, bila seseorang mampu bekerja non stop untuk pekerjaan sejenis tanpa variasi. Oleh karena itu keselarasan dan penyesuaian tersebut diatas perlu diperhatikan antara faal kerja, tenaga kerja tersebut dalam batas yang normal. Dalam mempertahankan faal kerja yang normal diperlukan persyaratan pengaturan tempo dan cara dalam bekerja. ( Program Pasca Sarjana, 2001 )
Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengurangan jam kerja 8 ¾  ke 8 jam disertai meningkatnya efisiensi perwaktu dengan kenaikan produktivitas  3-10%. Kecenderungan ini lebih terlihat pada pekerjaan yang dilakukan dengan tangan. Pelaksanaan pekerjaan tidak dapat meningkat lagi bahkan menurun, jika waktunya melebihi 8 jam. Berdasarkan hasil penelitian angka absensi meningkat dengan cepat bila jam kerja melebihi 63,2 seminggu untuk pria dan melebihi 57,3 untuk wanita. Jumlah jam kerja tersebut dalam seminggu yang memungkinkan seseorang tenaga kerja dapat bekerja dengan baik adalah 40 jam lebih dari 40 jam akan mengakibatkan kerugian. Faktor lingkungan seperti cuaca       ( panas atau dingin ), getaran dan pencahayaan, bahan kimia dalam udara sangat berpengaruh pada lama kerja. ( Suma’mur, 1989 )
Setiap negara mempunyai peraturan – peraturan mengenai jam kerja. Untuk Indonesia waktu kerja menurut Undang – Undang Ketenagakerjaan No. 25 disebutkan : waktu untuk melakukan pekerjaan dapat dilaksanakan pada siang atau malam hari. ( Depnaker, 1996 )
1.      Siang hari adalah waktu antara pukul 06.00 – 18.00.
2.      Malam hari adalah waktu antara pukul 18.000 – 24.00.
Adapun bunyi pasal 100 ayat 2 waktu kerja meliputi :
a.         Waktu kerja siang hari yaitu :
1).      Tujuh jam sehari dan 40 jam seminggu untuk 6 hari kerja dalam seminggu.
2).      Delapan jam sehari, 40 jam dalam seminggu untuk 5 hari kerja dalam seminggu.
b.         Waktu kerja malam hari yaitu :
1). Enam jam sehari dan 36 jam seminggu untuk 6 hari kerja dalam seminggu.
2). Tujuh jam sehari dan 35 jam seminggu untuk 5 hari kerja dalam seminggu.
Waktu kerja bagi seseorang menentukan efisiensi dan produktivitasnya.  Segi – segi penting persoalan waktu kerja meliputi :
1.      Lamanya seseorang mampu bekerja dalam seminggu.
2.      Hubungan diantara waktu bekerja dan istirahat.
3.      Waktu kerja sehari menurut periode yang meliputi ( pagi, siang, sore dan malam). ( Suma’mur, 1989 )
  1. Kurangnya Kesempatan Beristirahat
Setiap pekerja berhak  untuk mendapatkan waktu istirahat kerja . Waktu istirahat kerja sebagaimana dimaksudkan meliputi : istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangya setengah jam setelah bekerja selama 4 jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja           ( Depkes. RI, 2007 )
Jam kerja panjang menyebabkan tidak efisien, bertumpuknya kelelahan, menurunnya ketelitian, berkurangnya kecepatan, meningkatnya angka kesakitan, kecelakaan dan lain-lain. ( Soesanto, 2007)
Menurut ahli fisiologi di negara maju, jam kerja yang optimal 8 jam dan 40 jam dalam seminggu akan lebih baik jika diberikan tambahan istirahat pendek dengan snack ditengah-tengah 4 jam pertama dan 4 jam kedua disamping istirahat sebesar 1 jam untuk makan. Pemberian istirahat pendek akan menjamin out put perjam dipertahankan sama yaitu menambah efisiensi dan tidak akan menambah jumlah jam istirahat secara keseluruhan. ( Soesanto, 2007)
Pemberian istirahat pada dasarnya diperlukan untuk memulihkan kesegaran fisik maupun mental bagi diri manusia (pekerja). Jumlah total waktu yang dibutuhkan untuk istirahat berkisar rata-rata 15% dari total waktu kerja. Tetapi besar kecilnya presentase tersebut juga dapat  tergantung pada tipe pekerjaannya. Untuk pekerjaan normal fisik berat/kerja kasar prosentase waktu istirahat yang diperlukan bisa mencapai 30%. Bekerja dengan frekuensi yang istirahat yang sering akan lebih baik dibandingkan dengan yang jarang. Beberapa kali melakukan istirahat pendek ( 3-5 menit ) akan memberikan hasil yang lebih baik ditinjau dari out put yang dihasilkan maupun efek terhadap fisik tubuh dari pada diberikan sekaligus istirahat dalam jangka waktu panjang.( Wignjosubroto, 2000)
Ada 4 (empat)  istirahat yang dilakukan pekerja yaitu istirahat spontan setelah pembinaan, istirahat terselubung, istirahat yang terjadi karena prosedur kerja, istirahat yang ditetapkan. ( Soesanto, 2007)
  1. Kondisi Lingkungan Kerja.
Salah satu faktor yang mempengaruhi manusia dalam bekerja adalah kondisi lingkungan kerja yaitu semua keadaan yang terdapat disekitar tempat kerja, seperti temperatur, kelembaban udara, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau-bauan, warna dan lain-lain yang dalam hal ini akan berpengaruh secara signifikan terhadap hasil kerja manusia tersebut.(  Wignjosubroto, 2000)
Meskipun operator yang sehat sudah diseleksi dengan ketat dan diharapkan mampu beradaptasi dengan situasi dan kondisi lingkungan kerja fisik yang bervariasi dalam hal temperatur, kelembaban, getaran, kebisingan dan lain-lain, akan tetapi stress akibat kondisi lingkungan fisik kerja akan terus berakumulasi dan secara tiba-tiba bisa menyebabkan hal yang fatal. Adanya lingkungan fisik kerja yang bising, panas, bergetar atau atmosfir yang tercemar akan berdampak negatif terhadap performans maupun moral/motivasi kerja operator. ( Wignjosubroto, 2000)
  1. Monotonnya pekerjaan yang dilakukan
Gerakan-gerakan yang harus dilakukan oleh anggota tubuh manusia khususnya tangan dan kaki pada saat melakukan kerja fisik akan sangat ditentukan oleh kemampuan ototnya.
Agar penggunaan tenaga otot bisa optimal maka pengaturan cara kerjanya harus diperhatikan dengan benar. Dalam hal ini kegiatan otot dapat dibedakan menjadi dua yaitu kerja otot dinamik ( berirama ) dan kerja otot statis ( kerja bersifat tetap/statik )
Pada kerja dinamik, otot akan mengencang dan mengerut                ( mengendor ) secara bergantian atau berirama, disini otot akan banyak sekali membawa/menerima glukosa dan O2  pada saat mengencang dan membuang metabolis ( sisa hasil pembakaran atau metabolisme ) pada saat mengendor karena mekanisme mengencang dan mengendornya otot terjadi secara bergantian, maka sirkulasi darah + O2 dan metabolisme akan berlangsung secara lancar, sedangkan pada kerja statik disini otot akan berada dalam posisi mengencang dalam waktu yang cukup lama akan menyebabkan aliran darah terganggu suplai glukose + O2 terhambat dan metabolisme tidak bisa segera terbuang. Kondisi tersebut akan mengakibatkan rasa sakit dan lelah pada otot. (Wignjosoebroto, 2000)

No comments:

Post a Comment

Tampilan arsip Teratas

PSEA (Protection from Sexual Exploitation and Abuse)

PERKENALAN PSEA (Protection from Sexual Exploitation and Abuse) Dalam semua konteks di mana lembaga atau organisasi pembangunan dan/atau ban...

Tampilan Arsip Populer