A.
Masalah Kesehatan Pekerja Wanita
Beberapa penelitian
melaporkan bahwa dikalangan tenaga kerja wanita 30-40% menderita Anemia, dan hasil studi di Tangerang tahun 1999 menunjukan
prevalensi Anemia pada pekerja wanita 69%. Pekerja yang menderita Anemia dari hasil penelitian produktivitasnya 20% lebih
rendah dari pada pekerja yang sehat. Penelitian yang dilakukan oleh Kantor
Menteri Negara Urusan Peranan Wanita (1985) didapatkan 15% pekerja wanita
kekurangan energi dan protein yang menyebabkan pekerja menjadi lambat berpikir,
lambat bertindak dan cepat lelah.
Wanita yang bekerja
sesungguhnya adalah arus utama di banyak industri. Mereka diperlakukan sama
dari beberapa segi, hanya dari segi pengalaman kesehatan mereka berbeda dengan
laki - laki. Dengan adanya perbedaan-perbedaan, wanita berhak mendapatkan
pelayanan kesehatan kerja yang diperlukan.
Pada umumnya ada salah
persepsi, bahwa selain masalah reproduksi, wanita karier mempunyai risiko yang sama untuk
mendapat penyakit akibat kerja dan juga mendapat perlindungan yang sama
terhadapnya.
1.
Permasalahan tenaga kerja wanita
a
Perbedaan anatomi & fisiologi (risiko terkena penyakit akibat kerja berbeda). Dari segi anatomi, wanita lebih sering
mengalami dislokasi patella pada lutut, lebih tinggi risiko terkena Hernia L5-S1, karena ukuran tubuh lebih
kecil maka gangguan musculoskeletal akan lebih rentan. Kekuatan fisik lebih rendah dibandingkan laki - laki, lemak tubuh rata -rata lebih tinggi sehingga pekerja
wanita kurang tahan suhu panas, tapi lebih tahan dingin, penyimpanan bahan yang larut dalam lemak lebih
tinggi.
b
Wanita melalui fase kehidupan
reproduksi yang berbeda (Siklus haid, Kehamilan, Menyusui).
1). Menstruasi: Dismenorrhoe berat - dapat mempengaruhi
kinerja.
2).
Kehamilan: Trimester
I: pajanan toksik yang dapat melalui plasenta, kapasitas kerja terutama menurun 6 - 8 minggu terakhir
3).
Laktasi: bahan kimia
tertentu dapat dideposit dalam ASI
c
Perlakuan
terhadap karyawan wanita berbeda
d
Peran ganda tenaga
kerja wanita dengan bekerjanya di
luar rumah, beban kerja sebagai ibu, istri, anak / menantu
dan pengurus rumah tangga sering tidak berkurang
2. Permasalahan Kesehatan Tenaga
Kerja Wanita
a
Kekurangan Gizi
1). Masalah Gizi Utama pada tenaga
kerja wanita: Anemia Gizi atau Anemia Defisiensi Fe
2).
Prevalensi Anemia Gizi pada pekerja wanita sekitar 30%
3).
Produktivitas pada
penderita Anemia Gizi menurun 20 %
b
Stres Akibat Kerja. Wanita berpotensi lebih besar untuk
terpajan oleh stres ditempat kerja dan dengan demikian juga penyakit - penyakit
akibat stres tersebut, seperti : Gangguan psikosomatis, Anxietas - Depressi
c
Gangguan Kesehatan Akibat Faktor Ergonomi. Desain tempat Kerja & APD sering tidak sesuai dengan
ukuran tubuh wanita, gangguan muskuloskeletal
lebih rentan pada wanita, risiko kecelakaan lebih sering pada wanita, Incidence Carpal Tunnel Syndrome
pada tenaga kerja wanita 1,4 – 1,6 kali dibandingkan dengan tenaga kerja pria. Faktor ergonomis : penyebab utama cuti
sakit pada karyawan wanita adalah gangguan
musculoskeletal (16%)
d
Gangguan Kesehatan Reproduksi. Gangguan
Haid: Amenorrhoe – akibat kerja fisik berat atau stres ; Infertilitas ;
Gangguan kehamilan ; Abortus, BBLR atau
Kelainan Congenital ; Keganasan ; Ca Mammae.
B.
Sektor Informal
Dalam Undang - Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan Kerja, Pasal 164 -166 dinyatakan bahwa upaya Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di semua tempat kerja baik di sektor
formal maupun informal, dan pemerintah menetapkan standar kesehatan kerja yang
harus ditaati oleh pengelola institusi yang bersangkutan.
Istilah
sektor informal berasal dari terminologi ekonomi, yang dikenal sebagai sektor,
kegiatan ekonomi marginal atau kegiatan ekonomi kecil - kecilan. Biasanya
dikaitkan dengan usaha kerajinan tangan, dagang, atau usaha lain dengan cara
kecil - kecilan. (Depkes.RI.2006).
Ciri - ciri
kegiatan ekonomi marginal yang dikategorikan kedalam sektor informal antara lain : pola kegiatan
tidak teratur, baik dalam arti waktu, pemodalannya maupun penerimaannya.
1. Pola umumnnya tidak tersentuh oleh peraturan
dan ketentuan yang di tetapkan oleh pemerintah.
2. Menggunakan sistem manajemen sumber daya, waktu,
manusia, teknologi pemodalan secara tradisional.
3. Umumnya tidak mempunyai tempat kerja yang
permanen dan tidak terpisah dari tempat tinggal
4. Pada umumnya dilakukan oleh golongan
masyarakat yang berpendapatan rendah
5. Pada umumnya tiap - tiap satuan usaha
memperkerjakan tenaga dari lingkungan keluarga, kenalan atau berasal dari
daerah yang sama.
Secara
singkat dapat dikatakan, bahwa sektor informal memiliki ciri - ciri
tidak terorganisasi, tidak terdaftar dan tidak dilindungi oleh hukum. (Depkes.RI.2006 ).
Dalam
Undang - Undang No.36 Tahun 2009, tentang Kesehatan pada pasal 164, tentang
Kesehatan Kerja yang bunyinya, sebagai
berikut :
1.
Upaya
kesehatan kerja ditujukan
untuk melindungi pekerja agar
hidup sehat dan terbebas
dari gangguan kesehatan
serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan.
2.
Upaya kesehatan kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi pekerja di sektor formal dan informal.
3.
Upaya kesehatan kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku bagi setiap orang selain
pekerja yang berada di lingkungan
tempat kerja.
4.
Upaya kesehatan kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2)
berlaku juga bagi
kesehatan pada lingkungan Tentara Nasional Indonesia
baik darat, laut, maupun udara serta kepolisian Republik
Indonesia.
5.
Pemerintah
menetapkan standar kesehatan
kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
6.
Pengelola tempat kerja wajib mentaati standar
kesehatan kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) dan menjamin lingkungan kerja
yang sehat serta bertanggung jawab atas terjadinya
kecelakaan kerja.
7.
Pengelola
tempat kerja wajib
bertanggung jawab atas kecelakaan kerja yang terjadi di
lingkungan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
C.
Ergonomi, Kelelahan Kerja
Ergonomi menurut makna dasar adalah ergo artinya kerja
(work ) dan nomos adalah hukum – hukum alam ( natural laws ) , pengertian work
secara sempit adalah kegiatan yang mendapat upah, tetapi kegiatan kerja secara
luas adalah semua gerakan manusia merupakan kerja, meski tidak mendapatkan upah
, jadi ergonomi / ergonomos adalah gerakan yang efektif, efisien, nyaman, aman,
tidak menimbulkan kelelahan dan kecelakaan sesuai kemampuan tubuh tetapi
mendapatkan hasil kerja yang lebih optimal (Gempur Santoso, 2004 : 7 ).
Ergonomi didefinisikan sebagai studi tentang aspek –
aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi,
fisiologi, psikologi, engineering, manajemen, dan desain / perancangan. Istilah
ergonomi didefinisikan sebagai disiplin ilmu yang mempelajari manusia dalam
kaitannya dengan pekerjaannya. Ergonomi didefinisikan suatu cabang ilmu yang
sistimatis untuk memanfaatkan informasi - informasi mengenai sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia
untuk merancang suatu sistem sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem
inti dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu
dengan efektif, aman dan nyaman.
Menurut Adnyana Manuaba (2000) istilah ergonomi
didefinisikan sebagai suatu upaya dalam bentuk ilmu, teknologi, dan seni untuk
menyerasikan peralatan, mesin, pekerjaan, sistem, organisasi dan lingkungan
dengan kemampuan, keahlian dan keterbatasan manusia sehingga tercapai suatu
kondisi dan lingkungan yang sehat, aman, nyaman, efisien, dan produktif,
melalui pemanfaatan fungsional tubuh manusia secara optimal dan maksimal.
Kelelahan berasal dari kata lelah, kata lelah sesuai
dengan kamus besar bahasa Indonesia yang berarti menurunnya kapasitas kerja dan
ketahanan tubuh. Jadi kelelahan merupakan rasa yang menunjukkan keadaan yang
berbeda – beda, tetapi semuanya berakibat pada pengurangan kapasitas kerja dan
ketahanan tubuh pekerja itu sendiri (Sum‘mur,1986 ).
Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh
agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan
setelah istirahat. Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda -
beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi
dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh.
Terdapat
dua jenis kelelahan, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot
merupakan tremor pada otot atau perasaan nyeri pada otot, sedangkan kelelahan
umum ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh
monotoni (pekerjaan yang sifatnya monoton), intensitas dan lamanya kerja fisik,
keadaan lingkungan, kondisi mental dan psikologis, status kesehatan, dan gizi.
Pengaruh-pengaruh tersebut terakumulasi di dalam tubuh manusia dan menimbulkan
perasaan lelah yang dapat menyebabkan seseorang berhenti bekerja
(beraktivitas). Kelelahan dapat diatasi dengan beristirahat untuk menyegarkan
tubuh. Apabila kelelahan tidak segera diatasi dan pekerja dipaksa untuk terus
bekerja, maka kelelahan akan semakin parah dan dapat mengurangi produktivitas
pekerja. Kelelahan sama halnya dengan keadaan lapar dan haus sebagai suatu
mekanisme untuk mendukung kehidupan.
D.
Hak Pekerja Wanita
Adapun
hak pekerja wanita yang perlu mendapat perhatian semua pihak, sehingga para
pekerja wanita dapat bekerja dengan aman dan nyaman dapat lebih produktif dan
sehat. Hak pekerja wanita
tersebut antara lain adalah :
1. Tidak Ada Larangan Hamil bagi
Pekerja Wanita. UU
No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan melarang perusahaan melakukan pemutusan
hubungan kerja karena alasan pekerja wanita hamil.
2. Tidak Boleh Ada Perjanjian
Kerja yang Mewajibkan Pekerja Wanita Mengundurkan Diri Karena Hamil. Undang-undang
No. 13/2003 Pasal 154 huruf b mengatur bahwa perusahaan tidak dapat memaksa
pekerja wanita yang hamil untuk mengundurkan diri karena pengunduran diri harus
didasarkan pada kemauan dari pekerja itu sendiri.
3. Perlindungan untuk Pekerja Wanita pada Masa
Kehamilan.
UU No. 13
Tahun 2003 Pasal 76 ayat 2 menyatakan bahwa pengusaha dilarang memperkerjakan
wanita hamil yang akan bisa berbahaya bagi ibu hamil dan juga bagi
kandungannya. Sementara itu, Pasal 3 Konvensi ILO No. 183 Tahun 2000 mewajibkan
pemerintah dan pengusaha untuk menjamin para pekerja wanita yang hamil bebas
dari tugas-tugas yang membahayakan kandungannya
4. Cuti Hamil dan Cuti Melahirkan
bagi Pekerja Wanita. UU No. 13 Tahun 2003, khususnya pasal 82 mengatur hak cuti
hamil dan cuti melahirkan yang dimiliki oleh pekerja wanita. Undang-undang
tersebut mengatur bahwa pekerja wanita memiliki hak memperoleh istirahat selama
1,5 bulan sebelum melahirkan anak dan 1,5 bulan setelah melahirkan.
5. Cuti Keguguran bagi Pekerja Wanita. Dalam pasal 82 ayat 2 UU No.
13 Tahun 2003 dinyatakan bahwa pekerja wanita yang mengalami keguguran
kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan surat
keterangan dokter kandungan atau bidan yang menangani kasus keguguran tersebut.
6. Biaya Persalinan untuk Pekerja Wanita. Mengenai
biaya persalinan, UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga
Kerja dan PP No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan
Sosial Tenaga Kerja telah mengatur bahwa pengusaha yang mempekerjakan
lebih dari 10 tenaga kerja atau membayar upah paling sedikit Rp. 1.000.000,-
sebulan wajib mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program jaminan sosial
tenaga kerja yang diselenggarakan oleh PT Persero Jamsostek. Salah satu program
Jamsostek adalah jaminan pemeliharaan kesehatan yang mencakup biaya pemeriksaan
kehamilan dan biaya persalinan. Biaya ini diberikan maksimal untuk persalinan
ketiga dan besarnya bantuan biaya tersebut maksimal Rp. 500.000,- untuk
persalinan normal.
7. Hak Pekerja Wanita yang
Mengalami Kelahiran Prematur. Pekerja wanita tetap memperoleh hak cuti
melahirkan secara akumulatif tiga bulan sejak melahirkan. Perusahaan diwajibkan
mengatur pergeseran waktu cuti hamil tersebut.
8. Hak Menyusui dan / atau Memerah ASI bagi Pekerja
Wanita. Setelah melahirkan, seorang pekerja wanita harus menyusui anaknya. Hal
ini pun diatur dalam undang - undang internasional dan nasional. Pasal 83
Undang-undang No. 13 Tahun 2003 mengatur bahwa pekerja wanita yang masih
menyusui anaknya harus diberi kesempatan, minimal diberi waktu untuk memerah
ASI pada waktu jam kerja. Dalam hal ini seharusnya setiap perusahaan
menyediakan ruangan untuk memerah ASI. Pasal 10 Konvensi ILO No. 183 Tahun 2000
mengatur lebih detail bahwa pekerja wanita yang menyusui memiliki hak untuk
satu atau lebih jeda di antara waktu kerja atau pengurangan jam kerja setiap
harinya untuk menyusui bayinya atau memerah ASI. Sesuai rekomendasi WHO, masa
menyusui tersebut sekurang-kurangnya selama 2 tahun.
9. Hak Cuti Menstruasi bagi
Pekerja Wanita. Selama ini cuti menstruasi memang terdengar asing di telinga
kita, padahal UU No. 13 Tahun 2003 Pasal 81 mengatur bahwa pekerja wanita yang
sedang menstruasi diijinkan tidak bekerja pada hari pertama dan kedua dan wajib
memberitahukannya kepada manajemen perusahaan. Masalahnya, perusahaan biasanya
meminta surat resmi dari dokter padahal hampir tidak ada wanita yang konsultasi
ke dokter karena menstruasi. Hal inilah yang membuat isu cuti menstruasi seperti
hilang begitu saja.
E.
Determinasi Kesehatan Kerja
Determinasi keshatan kerja, yang mencangkup 3 faktor utama, yakni beban
kerja, beban tambahan akibat dari lingkungan kerja, dan kemampuan kerja.
1.
Beban Kerja
Setiap pekerjaan apapun jenisnya apakah pekerjaan tersebut memerlukan
kekuatan otot atau pemikiran adalah merupakan beban bagi yang melakukan. Dengan
sendirinya beban ini dapat berupa beban fisik, beban mental ataupun beban
sosial sesuai dengan jenis pekerjaan si pelaku. Seorang kuli angkat junjung di
pelabuhan sudah barang tentu akan memikul beban fisik lebih besar dari pada beban
mental atau sosial. Sebaliknya seorang petugas bea dan cukai pelabuhan akan
menanggung beban mental dan sosial lebih banyak daripada beban fisiknya.
Masing - masing orang memiliki kemampuan yang berbeda dalam hubungannya dengan beban
kerja ini. Ada orang yang lebih cocok untuk menanggung beban fisik tetapi orang
lain akan mebih cocok melakukan pekerjaan yang lebih banyak pada beban mental
atau sosial. Namun demikian secara umum atau rata - rata mereka ini sebenarnya dapat
memikul beban dalam batas atau suatu beban yang optimal bagi seseorang.
Oleh sebab itu, penempatan seorang pekerja atau karyawan seharunya sesuai dengan beban optimum yang sanggup
dilakukan. Tingkat ketepatan penempatan seseorang pada suatu pekerjaan,
disamping didasarkan pada beban optimum, juga dihubungkan oleh pegalaman, keterampilan, motivasi dan sebaginya.
Kesehatan kerja mengurangi atau mengatur beban kerja para karyawan atau
pekerja dengan cara merencanakan atau mendesain suatu alat yang dapat
mengurangi beban kerja. Misalnya alat untuk mengangkat barang yang berat
diciptakan gerobak, untuk mempercepat pekerjaan tulis - menulis diciptakan mesin ketik, untuk
membantu mengurangi beban hitung - menghitung diciptakan kalkulator atau komputer, dan sebagainya. (Soekidjo,
2003).
2.
Beban Tambahan
Disamping beban kerja yang harus dipikul oleh pekerja atau karyawan,
pekerja sering atau kadang - kadang memikul beban tambahan yang berupa kondisi atau lingkungan yang
tidak menguntungkan bagi pelaksanaan pekerjaan. Disebut beban tambahan karena
lingkungna tersebut mengganggu pekerjaan dan harus diatasi oleh pekerja atau
karyawan yang bersangkutan. Beban tambahan ini dapat dikelompokkan menjadi 5
faktor, yakni:
a. Faktor fisik, misalnya
penerangan / pencahayaan yang tidak cukup, suhu udara yang panas, kelembaban yang tinggi
atau rendah, suara bising, dan sebagainya
b. Faktor kimia, yaitu bahan - bahan kimia yang menimbulkan
gangguan kerja, misalnya bau gas, uap atau asap, debu dan sebagainya.
c. Faktor biologi, yaitu binatang
atau hewan dan tumbuh - tumbuhan yang menyebabkan pandangan tidak enak mengganggu, misalnya nyamuk,
lalat, kecoa, lumut, tanaman yang tidak teratur, dan sebagainya.
d. Faktor fisiologis, yakni
peralatan kerja yang tidak sesuai dengan ukuran tubuh anggota badan (ergonomis), misalnya kursi atau kursi yang terlalu tinggi atau pendek.
e. Faktor sosial fisikologis,
yaitu suasana kerja yang tidk harmonis, misalnya adanya klik, gosip, cemburu,
dan sebagainya.
Agar faktor - faktor tersebut tidak menjadi beban tambahan kerja atau setidak - tidaknya mengurangi beban
tambahan tersebut maka lingkungan kerja harus ditata secara sehat.
Lingkungan kerja yang tidak sehat
akan menjadi beban tambahan bagi pekerja atau karyawan, misalnya:
a. penerangan atau pencahayaan
ruangan kerja yang tidak cukup dapat menyebabkan keletihan mata.
b. Kegaduhan dan bising dapat
menggangu konsentrasi, mengganggu daya ingat dan menyebabkan kelelahan
psikologis.
c. Gas uap, asap dan debu yang
terhisap lewat pernapasan dapat mempengaruhi berfungsinya berbagai jaringan
tubuh yang akhirnya menurunkan daya kerja.
d. Binatang, khususnya serangga
(nyamuk, kecoa, lalat, dan sebagainya). Disamping mengganggu konsentrasi kerja
juga merupakan pemindahan (vektor) dan penyebab penyakit.
e. Alat - alat bantu kerja yang tidak ergonomis
(tidak sesuai dengan ukuran tubuh) akan menyebabkan kelelahan kerja yang cepat.
f. Hubungan atau iklim kerja yang
tidak harmonis dapat menimbulkan kebosanan, tidak betah kerja dan
sebagainya yang akhirnya menurunkan produktivitas kerja.
Hal - hal tersebut di atas dapat dilakukan tindakan pencegahan dengan cara:
a. Penerangan / pencahayaan yang cukup. Penggunaan
lampu neon (fluorecent) dianjurkan karena kesilauan rendah, tidak banyak
bayangan, dan suhu rendah.
b. Dekorasi warna ditempat kerja.
Warna atau cat tembok mempunyai arti penting dalam kesehatan kerja. Warna merah
padam misalnya, dapat merangsang seseorang
bekerja lebih cepat daripada warna biru.
c. Ruangan yang diberi pendingin
(AC) akan menimbulkan efisiensi yang diberikan namun suhu terlalu tinggi juga
akan mengurangi efisiensi.
d. Bebas seranggga (lalat,
nyamuk, kecoa) dan bebas dari bau - bauan yang tidak sedap. Penggunaan musik di tempat kerja, dan sebagainya.
(Soekidjo, 2003).
3.
Kemampuan Kerja
Kemampuan seseorang dalam melakukan pekerjaan berbeda dengan seseorang yang
lain meskipun pendidikan dan pengalamannya sama dan bekerja pada suatu
pekerjaan atau tugas yang sama. Perbedaan ini disebabkan karena kapasitas orang
tersebut berbeda.
Kapasitas adalah kemampuan yang dibawa dari lahir oleh seseorang yang
terbatas. Artinya kemampuan tersebut dapat berkembang karena pendidikan atau
pengalaman tetapi diumpamakan kapasitas ini adalah suatu wadah kemampuan yang
dipunyai oleh masing - masing orang.
Kapasitas dihubungkan oleh berbagai faktor antara lain gizi
dan kesehatan ibu, genetik dan lingkungan. Selanjutnya kapasitas ini
menghubungkan atau menentukan kemampuan seseorang. Kemapuan seseorang dalam
melakukan pekerjaan disamping kapasitas juga dihubungkan oleh pendidikan,
pengalaman, kesehatan, kebugaran, gizi, jenis kelamin dan ukuran - ukuran tubuh.
Kemampuan tenaga kerja pada umunya diukur dari keterampilannya dalam
melaksanakan pekerjaan. Semakin tinggi keterampilan yang dimiliki oleh tenaga
kerja, semakin efisien badan (anggota badan), tenaga dan pemikiran (mentalnya)
dalam melaksanakan pekerjaan. Penggunaan tenaga dan mental atau jiwa yang
efisien, berarti beban kerjanya relatif rendah.
Dari laporan - laporan yang ada, para pekerja yang mempunyai keterampilan yang tinggi,
angka absenteisme karena sakit lebih rendah dari pada mereka yang keterampilannya
rendah. Pekerja yang keterampilannya rendah akan menambah beban kerja mereka,
yang akhirnya berhubungan terhadap kesehatan mereka.
Oleh karena kebugaran, pendidikan dan pengalaman berhubungan dengan tingkat
keterampilan pekerja maka keterampilan atau kemampuan pekerja senantiasa harus
ditingkatkan melalui program - program pelatihan, kebugaran dan promosi kesehatan.
Peningkatan kemampuan tenaga kerja ini akhirnya akan berdampak terhadap
peningkatan produktivitas kerja. Program perbaikan gizi melalui pemberian
makanan tambahan bagi tenaga kerja terutama bagi
pekerja kasar misalnya adalah merupakan faktor yang sangat penting untuk
meningkatkan produktivitas kerja. (Soekidjo, 2003).
F.
Nyeri Otot (Musculoskeletal)
1.
Pengertian Nyeri Otot
Nyeri otot (musculoskeletal) merupakan keluhan yang sering terjadi, walupun gerakan
peregangan sebetulnya cukup efektif untuk mecegahnya. Jangan meremehkan ganguan
ini karena kerusakan jaringan bisa menjadi lebih parah dan menahun. Otot
merupakan jaringan yang berguna untuk menopang tubuh. Pada alat gerak seperti
lengan dan tungkai kaki, otot berfungsi sebagai penggerak pada batang, otot
berguna untuk mengembangkan serta mengempiskan rongga dada dan melindungi organ
penting lainnya. Untuk bisa bekerja optimal otot harus dipelihara dengan baik
Nyeri otot termasuk salah satu keluhan yang sering diderita pekerja,
keluhan nyeri bisa berlangsung hanya dalam waktu singkat, bisa beberapa hari,
bahkan beberapa tahun. Pada nyeri sesaat, kemungkinan besar tidak mengganggu
aktivitas sehari - hari. (Rachmawati, 2008).
Penderita baru akan merasa tersiksa jika nyeri itu muncul secara
terus-menerus. Bila tidak segera diatasi, nyeri akan menjadi gangguan yang
serius. Nyeri merupakan perasaan tidak menyenangkan akibat adanya suatu
kerusakan jaringan, baik yang sedang berlangsung maupun yang telah terjadi.
Dengan adanya gejala nyeri, kerusakan jaringan yang sedang berlangsung
sebenarnya dapat segera ditangani agar tidak terjadi kerusakan yang lebih
berat.
Nyeri otot sangat berbeda dengan
nyeri saraf. Nyeri yang ditimbulkan oleh saraf
umumnya lebih khas, tergantung dari saraf yang tertekan. Saraf di lipatan
bokong (Nervus Ischiadicus), bila tertekan akan menimbulkan rasa sakit yang menjalar hingga ke kaki,
sesuai dengan perjalanan sarafnya. Diagnosis yang cepat dapat menentukan jenis
nyeri yang terjadi, sehingga terapinya pun akan dipilih yang paling sesuai.
Penanganan nyeri otot harus dilakukan secara menyeluruh. Dengan mengetahui jenis nyeri otot yang terjadi dan faktor penyebabnya, kemudian
diberi terapi yang tepat.
2.
Gejala - Gejala Nyeri Otot Akibat Kerja
Menurut Sum’mur (1986) ada beberapa gejala - gejala atau perasaan yang ada
hubungannya dengan nyeri otot akibat kerja yaitu antara
lain perasan berat kepala, menajadi lelah seluruh badan, kaki merasa berat,
merasa kacau pikiran, mengantuk, merasakan beban pada mata, kaku dan canggung
dalam gerakan, tidak seimbang dalam beridiri, mau berbaring, merasa susah
berpikir, lelah bicara, menjadi gugup, tidak dapat berkonsentrasi, tidak
mempunyai perhatian terhadap sesuatu, cederung untuk lupa, kuranga kepercayaan,
tidak dapat mengontrol sikap, tidak dapat tekun dalam bekerja, sakit kepala,
nyeri pada bagian tubuh seperti pinggang, punggung, leher dan sebagainya,
mengalami kekakuan di bahu, haus, merasa serak, spasme dari kelopak mata,
tremor pada anggota badan dan merasa kurang sehat.
3.
Sebab - Sebab Nyeri Otot (Musculoskeletal)
Ada beberapa
penyebab terjadnya nyeri otot secara umum yaitu antara lain:
a. Penyebab Langsung
Ada beberapa penyebab langsung sehingga
pekerja mengalami nyeri otot yaitu :
1). Monotonnya pekerjaan yang
dilakukan (tidak ergonomis)
Pekerjaan
yang mononton yang dilakukan oleh seorang pekerja dapat menyebabkanya mengalami
gangguan fisik, jika suatu pekerjaan dilakukan dengan posisi tertentu tanpa
diganti akan menyebabkannya mengalami nyeri otot.
2). Jam kerja
Setiap perusahaan tentu memerlukan jam kerja yang berbeda-beda, hal ini
dimaksudkan untuk mencapai tujuan perusahaan secara optimal dan menjaga
kesejahteraan karyawan. Menurut undang-undang setiap perusahaan
wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja bagi pekerja yang dipekerjakan. Waktu
kerja yang dimaksud meliputi waktu kerja siang hari yaitu 7 - 8 jam dalam sehari (UU No. 25
Tahun 1997 Tentang Ketenagakerjaan, pasal 100).
3). Posisi duduk
Duduk memerlukan sedikit energi daripada berdiri, sehingga dapat mengurangi
banyak beban otot statis pada kaki. Seseorang yang bekerja sambil duduk
memerlukan istirahat yang lebih sedikit dan secara potensial lebih produktif. Namun
posisi duduk yang keliru dapat menjadi penyebab timbulnya masalah - masalah pada punggung. Tekanan
pada bagian tulang belakang akan meningkat pada saat duduk.
Posisi duduk merupakan sikap dan posisi badan yang dianggap paling ergonomis ketika bekerja, karena mengurangi efek samping dari lama kerja sehingga
mencegah timbulnya nyeri pada pinggang. Posisi duduk yang paling baik adalah
sedikit membungkuk, sedangkan dari sudut tulang dinasihatkan supaya duduk tegak
agar punggung tidak bungkuk dan otot perut tidak lemas (Suma’mur, 1986)
Posisi duduk yang tidak menimbulkan risiko nyeri pinggang adalah sikap
badan dan tulang belakang adalah posisi duduk dengan sedikit lardosa pada
pinggang dan sedikit memungkinkan kifosa (kecekungan menghadap kedepan) pada
punggung. Sikap demikian dapat dicapai dengan kursi yang memiliki sandaran
punggung yang sesuai ukuran punggung (Suma’mur, 1989).
4). Kurangnya waktu istirahat saat
bekerja
Setiap
pekerja berhak untuk mendapatkan waktu istirahat kerja. Waktu istirahat kerja
sebagaimana dimaksud meliputi: Istirahat antara jam kerja, sekurang - kurangnya setengah jam setelah
bekerja selama 4 jam terus menerus, dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk
jam kerja (UU No. 25 Tahun 1997, Pasal 102)
5). Keadaan lingkungan
Keadaan
lingkungan yang tidak sehat dapat menyebabkan pekerja mengalami gangguan seperti
nyeri otot, karena akan berhubungan dengan kesehatan pekerja itu sendiri.
6). Perilaku dari pekerja itu
sendiri
Perilaku
pekerja yang tidak sesuai dengan standar K3 dapat menyebabkan terjadinya risiko - risiko yang tidak diinginkan
seperti mengalami penyakit dan sebagainya.
7). Lama duduk
Lama
duduk yang ideal bagi setiap pekerja pada posisi tertentu dalam aturan K3
maksimal 4 jam diselangi dengan istirahat selama 45 menit.
b. Penyebab Tidak Langsung
1). Karakteristik individu pekerja
itu sendiri yang meliputi :
a) Umur Pekerja
Umur dapat juga menyebabkan orang dapat dengan mudah mengalami nyeri otot
kerja hal ini dikarenakan semakin tua umur sesorang maka ketahanan tubuhnya
terhadap beban kerja semakin rendah sehingga mudah sekali mengalami nyeri otot
kerja. Umur yang rentan terhadap nyeri otot kerja adalah >50 tahun (Anief,
1992).
b) Jenis Kelamin
Pria umumnya lebih mudah mengalami keluhan kesehatan dibandingkan dengan
wanita. Hal ini disebabkan kaum pria lebih banyak mempunyai faktor yang
mendorong terjadinya hipertensi seperti stress, nyeri otot dan makan tidak
terkontrol. Biasanya selama umur subur, wanita rawan terhadap bahaya kesehatan
reproduksi risiko yang juga ditanggung dan wanita akan mengalami peningkatan
risiko terkena hipertensi setelah masa menopause yaitu sekitar umur 45 tahun ke
atas
c) Pendidikan (Pengetahuan )
pekerja
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengetahuan di dalam domain kognitif (Notoatmodjo,
2001).
Pengetahuan identik dengan pendidikan, pengetahuan yang rendah sekali
dikarenakan oleh rendahnya pendidikan. Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over
behavior), karena pengetahuan akan lebih langgeng dan bermanfaat dari pada
perilaku yang tidak didasari akan pengetahuan itu sendiri (Notoatmodjo, 2003).
4.
Proses Terjadinya Nyeri Otot
Menurut Capaldini, (2005) nyeri otot adalah salah satu gejala tubuh yang penting dan rumit yang disebabkan
oleh adanya satu gangguan tertentu, atau oleh beberapa masalah yang berlangsung
secara bersamaan. Karena ini merupakan perasaan, yang dapat dialami setiap
orang, ada kecenderungan untuk memandangnya sebagai bagian dari hidup yang normal.
Nyeri otot cenderung muncul secara perlahan, maka si penderita
sering tidak menyadarinya. Tidak seperti jenis penyakit lainnya yang dulunya
tidak ada dan kemudian berlangsung dalam sehari, nyeri otot cenderung tak
kentara dan memburuk setelah beberapa waktu. Maka penting bagi semua masyarakat
dan dokternya untuk melakukan pemeriksaan terhadap nyeri otot fisik setiap enam
bulan atau lebih cepat lagi, karena gangguan sering dilupakan. Pada sebagian
terbesar masyarakat, penyebab nyeri otot bisa diidentifikasi dan diobati.
Karena dipaksa melakukan aktifitas terus menerus dalam tubuhnya. Secara
spesifik terjadinya nyeri otot fisik adalah secara spesifik reaksi - reaksi otot - otot dan urat yang disebabkan
tingginya tingkat keseringan melakukan posisi duduk atau berdiri ketika bekerja
menyebabkan otot tersebut menegang dan akan menimbulkan rasa nyeri diseluruh
anggota tubuh, hal tersebut juga disebabkan karena kekurangan nutrisi dan zat
gizi memakan makanan yang buruk (junk food), kekerasan, gangnguan saraf, hipoglicemia, kemiskinan, masalah-masalah perkawinan dan sosial.
Beberapa ketidak seimbangan internal dan faktor - faktor nyeri otot ini semua memiliki
kontribusi pada faktor-faktor ‘meluapnya total kelelahan’ dalam tubuh.
Salah satu faktor yang menyebabkan turunya produktivitas
kerja dari seorang pekerja adalah nyeri otot, karena yang mengalami nyeri otot
tidak mampu bekerja secara optimal seperti hari - hari biasanya, sehingga nyeri otot
pekerja subyektif perlu juga diperhatikan oleh pekerja (Sucipto, 1989).
Dikatakan bahwa nyeri otot dapat merambat kemana - mana maksudnya dalam
menyebabkan penyakit lain. Persentase penyakit yang disebabkan oleh nyeri otot
diperkirakan sekitar 75% - 85% dari semua masalah - masalah medis terkait atau disebabkan oleh nyeri otot. Jumlah nyeri otot
tertentu yang ada dalam tubuh kita masih tergolong normal, tetapi jika
diperpanjang oleh keluhan kelelahan fisik akan menyebabkan kepenatan, penyakit - penyakit minor, menghalangi
kekebalan, dan akhirnya menyebabkan kondisi - kondisi degeneratif kronis dalam tubuh.
Tubuh dirancang untuk menghadapi
berapa nyeri otot, baik itu nyeri otot mental maupun fisik. Nyeri otot jangka
panjanglah yang dapat menyebabkan tubuh sakit. Banyak orang yang mengatakan
bahwa nyeri otot mereka terkait dengan gejala - gejala ‘saraf - saraf’, dan bahkan nyeri otot pertama
kali menghubungkan bagian - bagian tubuh yang terkait dengan sistem saraf, terutama yang melewati
sistem pencernaan dan usus, dan juga melalui kelenjar adrenal dan tiroid
(hormon yang memproduksi kelenjar-kelenjar).
5.
Pencegahan Nyeri Otot
Nyeri otot mudah dihilangkan dengan istirahat. Tetapi jika dipaksakan
terus, nyeri otot akan terus bertambah dan sangat mengganggu. Istrirahat
sebagai usaha pemulihan dapat dilakukan dengan berhenti bekerja sewaktu-waktu, sebentar
sampai dengan tidur malam hari. (Suma’mur, 1986)
Ketika merasakan musculoskeletal, hal pertama yang perlu
dilakukan adalah berdiri. Berelaksasi setiap 20 - 30 menit sangat penting untuk mencegah
ketegangan otot. Berdiri dan meluruskan pinggang bawah beberapa kali sangat
menolong. Jalan - jalan satu jam sekali juga sangat menolong mengurangi ketegangan otot. Hal
yang harus dihindari selama duduk supaya tidak terjadi musculoskeletal antara lain jangan duduk pada kursi yang terlalu tinggi, duduk dengan
membungkukkan pinggang, atau duduk tanpa sandaran di pinggang bawah (pendukung
lumbal). Selain itu, selama duduk perlu menghindari duduk dengan mencondongkan
kepala ke depan karena dapat menyebabkan gangguan pada leher, duduk dengan
lengan terangkat karena dapat menyebabkan nyeri pada bahu dan leher, serta duduk
tanpa sokongan lengan bawah karena dapat menyebabkan nyeri pada bahu pinggang.
G.
Faktor Yang Menyebabkan Nyeri Otot ( Musculoskeletal )
1. Sikap Pekerja dan Posisi Kerja
(Sikap Tubuh dalam Bekerja)
Posisi atau sikap tubuh dan cara kerja yang sesuai dengan aturan kerja
adalah sikap dan cara kerja ergonomis. Pelaksanaan kerja biasanya
menggunakan alat dan sarana kerja yang sesuai dan serasi dengan karakteristik
tenaga kerja wanita yang menggunakan. Dengan demikian diusahakan agar semua
pekerjaan harus selalu dilaksanakan dalam sikap kerja yang ergonomis
(Soedirman, 1989).
Lebih lanjut soedirman (1989), bahwa sikap tubuh dalam bekerja harus memperhatikan
(1) agar senantiasa diusahakan agar semua pekerjaan dilaksanakan dengan posisi
duduk dan sikap berdiri dan posisi duduk secara bergantian, (2) segala posisi
dan sikap tubuh yang tidak alamiah dihindari atau diusahakan agar beban kerja
statis sekecil - kecilnya, (3) segala posisi dan sikap tubuh diusahakan untuk menghidari
upaya yang tidak perlu.
2.
Intensitas Kerja (Lama Bekerja)
Setiap perusahaan tentu memerlukan jam kerja yang berbeda - beda, hal ini dimaksudkan
untuk mencapai tujuan perusahaan secara optimal dan menjaga kesejahteraan
karyawan. Menurut Undang - Undang setiap perusahaan wajib
melaksanakan ketentuan waktu kerja bagi pekerja yang dipekerjakan. Waktu kerja
yang dimaksud meliputi waktu kerja siang hari yaitu 7 - 8 jam dalam sehari (UU No. 25 Tahun
1997 Tentang Ketenagakerjaan, pasal 100).
3. Kesempatan Beristirahat
Setiap pekerja berhak untuk mendapatkan waktu istirahat kerja. Waktu
istirahat kerja sebagaimana dimaksud meliputi: Istirahat antara jam kerja,
sekurang - kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 jam terus menerus, dan
waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja (UU No. 25 Tahun 1997, Pasal
102).
4.
Pendidikan (Pengetahuan)
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengetahuan di dalam domain kognitif (Notoatmodjo,
2001).
Pengetahuan identik dengan pendidikan, pengetahuan yang rendah sekali
dikarenakan oleh rendahnya pendidikan. Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior),
karena pengetahuan akan lebih langgeng dan bermanfaat dari pada perilaku yang
tidak didasari akan pengetahuan itu sendiri (Notoatmodjo, 2003).
5. Jenis Kelamin
Jenis kelamin juga berhubungan terhadap nyeri otot kerja yang dirasakan,
perempuan lebih cepat mengalami lelah dibandingkan laki - laki hal ini disebabkan karena daya
tahan tubuh laki - laki lebih lama dibandingkan dengan perempuan (Anief, 1992).
Biasanya selama umur subur, wanita rawan terhadap bahaya kesehatan
reproduksi risiko yang juga ditanggung dan wanita akan mengalami peningkatan
risiko terkena hipertensi setelah masa menopause yaitu sekitar umur 45 tahun ke
atas.
6. Umur
Sesuai dengan pasal 2 ayat 1 Konvensi Indoneisia bahwa batas umur minimum
untuk diperbolehkan bekerja yang diberlakukan di wilayah
Indoneisa adalah umur 15 tahun, sedangkan untuk pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan
atau moral anak harus diupayakan tidak boleh kurang dari 18 tahun kecuali untuk
pekerjaan ringan tidak boleh kurang dari 16 tahun (UU RI No.25 tahun 1997).
Umur dapat juga menyebabkan
orang dapat dengan mudah mengalami nyeri otot kerja hal ini dikarenakan semakin
tua umur seseorang maka ketahanan tubuhnya terhadap beban kerja semakin rendah
sehingga mudah sekali mengalami nyeri otot kerja. Umur yang rentan terhadap
nyeri otot kerja adalah > 50 tahun (Anief, 1992).
No comments:
Post a Comment