1.
Kecelakaan Kerja
a.
Pengertian
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03
/MEN/1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang
dimaksud dengan kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan
tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda.
b.
Penyebab kecelakaan kerja
Secara umum, ada dua sebab terjadinya kecelakaan kerja, yaitu penyebab
langsung (immediate causes) dan penyebab dasar (basic causes).
1)
Penyebab Dasar
a)
Faktor manusia/pribadi, antara lain karena :
(1)
Kurangnya kemampuan fisik, mental, dan psikologis
(2) Kurangnya /lemahnya pengetahuan
dan ketrampilan/keahlian.
(3)
Stress
(4)
Motivasi yang tidak cukup/salah
b) Faktor kerja/lingkungan,
antara lain karena :
(1) tidak cukup kepemimpinan dan
atau pengawasan
(2)
tidak cukup rekayasa (engineering)
(3)
tidak cukup pembelian/pengadaan barang
(4)
tidak cukup perawatan (maintenance)
(5) tidak cukup alat-alat,
perlengkapan dan berang-barang/bahan-bahan.
(6)
tidak cukup standard-standard kerja
(7)
penyalahgunaan
2)
Penyebab Langsung
a)
Kondisi berbahaya (unsafe
conditions/kondisi-kondisi yang tidak standard) yaitu tindakan yang akan
menyebabkan kecelakaan, misalnya (Budiono Sugeng, 2003) :
b) Peralatan
pengaman/pelindung/rintangan yang tidak memadai atau tidak memenuhi syarat.
c)
Bahan, alat-alat/peralatan rusak
d)
Terlalu sesak/sempit
e) Sistem-sistem tanda peringatan
yang kurang mamadai
f)
Bahaya-bahaya kebakaran dan ledakan
g) Kerapihan/tata-letak
(housekeeping) yang buruk
h) Lingkungan berbahaya/beracun :
gas, debu, asap, uap, dll
i)
Bising
j)
Paparan radiasi
k)
Ventilasi dan penerangan yang kurang
3) Tindakan berbahaya (unsafe
act/tindakan-tindakan yang tidak standard) adalah tingkah laku,
tindak-tanduk atau perbuatan yang akan menyebabkan kecelakaan, misalnya
(Budiono Sugeng, 2003) :
a)
Mengoperasikan alat/peralatan tanpa wewenang.
b)
Gagal untuk memberi peringatan.
c)
Gagal untuk mengamankan.
d) Bekerja dengan kecepatan yang
salah.
e)
Menyebabkan alat-alat keselamatan tidak berfungsi.
f)
Memindahkan alat-alat keselamatan.
g)
Menggunakan alat yang rusak.
h) Menggunakan alat dengan cara
yang salah.
i)
Kegagalan memakai alat pelindung/keselamatan diri secara benar.
Dalam Undang-Undang No.36
Tahun 2009, tentang Kesehatan, pada pasal 164, 165 dan 166 memuat tentang
Kesehatan Kerja, yang bunyinya, sebagai berikut :
Pasal 164,
berbunyi :
(1) Upaya kesehatan
kerja ditujukan untuk
melindungi pekerja agar hidup
sehat dan terbebas
dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang
diakibatkan oleh pekerjaan.
(2) Upaya kesehatan
kerja sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)meliputi pekerja di
sektor formal dan informal.
(3) Upaya kesehatan
kerja sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
berlaku bagi setiap orang
selain pekerja yang berada di lingkungan tempat kerja.
(4) Upaya kesehatan
kerja sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
dan ayat (2)
berlaku juga bagi
kesehatan pada lingkungan
tentara nasional Indonesia
baik darat, laut, maupun udara serta kepolisian Republik
Indonesia.
(5) Pemerintah menetapkan standar kesehatan kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(6) Pengelola tempat kerja wajib menaati standar
kesehatan kerja sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) dan menjamin
lingkungan kerja yang sehat serta bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan
kerja.
(7) Pengelola tempat
kerja wajib bertanggung
jawab atas kecelakaan kerja yang terjadi di
lingkungan kerja sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 165, berbunyi :
(1) Pengelola tempat kerja wajib melakukan
segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan
dan pemulihan bagi tenaga kerja.
(2) Pekerja
wajib menciptakan dan
menjaga kesehatan tempat kerja
yang sehat dan
menaati peraturan yang berlaku di tempat kerja.
(3) Dalam penyeleksian
pemilihan calon pegawai pada perusahaan/instansi, hasil pemeriksaan kesehatan secara fisik dan mental
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2) dan ayat(3) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal
166, berbunyi :
(1) Majikan atau
pengusaha wajib menjamin
kesehatan pekerja
melalui upaya pencegahan, peningkatan,
pengobatan dan pemulihan
serta wajib menanggung seluruh
biaya pemeliharaan kesehatan pekerja.
(2) Majikan
atau pengusaha menanggung biaya atas gangguan kesehatan akibat kerja
yang diderita oleh pekerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3) Pemerintah
memberikan dorongan dan bantuan untuk perlindungan
pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
Upaya Kesehatan Kerja
meliputi berbagai upaya penyesuaian antara pekerja dan lingkungan kerja, baik
secara fisik maupun psikis dalam hal atau cara ata metode kerja, proses kerja
dan kondisi yang bertujuan untuk :
1)
Memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja disemua lapangan pekerjaan ketingkat yang setinggi-tingginya,
baik fisik, mental maupun kesejahteraan sosialnya.
2)
Mencegah timbulnya
gangguan kesehatan masyarakat pekerja yang diakibatkan oleh keadaan atau
kondisi lingkungan kerjanya.
3)
Memberikan
perbandingan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari kemungkinan bahaya yang diseabkan oleh factor-faktor yang
membahayakan kesehatannya.
4)
Menempatkan dan
memelihara pekerja disuatu lingkungan pekerjaannya yang sesuai dengan pekerjaannya, baik itu
fisik maupun psikisnya pekerjaannya (Depkes RI, 2007).
Undang-Undang,
peraturan, pengawasan, rekomendasi, nasehat, riset, pameran, konfrensi,
seminar, lokakarya dan lain-lain tidak ada artinya, jika ditempat kerja tidak
ada usaha untuk meningkatkan keselamatan. Perusahaan harus aktif dengan segala
organisasinya untuk membuat tempat kerja yang ada lebih selamat (Sum’mur, 2001).
Adapun syarat-syarat keselamatan kerja menurut (Undang -Undang No. 1 Tahun 2000 Pasal 3 : 7),
antara lain :
1. Mencegah dan mengendalikan
timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik maupun psikis, keracunan, infeksi
dan penularan.
2.
Memperoleh keserasian
antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses.
3.
Menyesuaikan dan
menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaanya menjadi
bertambah tinggi (Depkes RI, 2007).
Bahaya yang timbul dari alat
kerja, bahan dan proses pengolahannya, keadaan tempat kerja, lingkungan, cara-cara
melakukan pekerjaan, karakteristik fisis dan mental dari pekerjaannya, harus
sejauh mungkin diberantas dan atau dikendalikan (Suma’mur, 2004).
Konsep pelayanan kesehatan kerja dasar adalah
upaya pelayanan yang diberikan kepada masyarakat pekerja secara minimal dan
paripurna meliputi upaya peningkatan kesehatan kerja, pencegahan, penyembuhan,
serta pemulihan penyakit akibat kerja (PAK) dan penyakit akibat hubungan kerja
(PAHK) oleh institusi pelayanan kesehatan kerja dasar. Perkembangannya
merupakan suatu jalan ke tahapan yang diharuskan oleh Konvensi ILO No.16 No.
155 Tentang pelayanan kesehatan kerja (Depkes RI, Tahun 2007).
A.
Umur
Nyeri punggung bawah merupakan keluhan yang berkaitan erat dengan
umur. Secara teori, nyeri pinggang atau nyeri punggung bawah dapat dialami oleh
siapa saja, pada umur berapa saja. Namun demikian keluhan ini jarang dijumpai
pada kelompok umur 0-10 tahun, hal ini mungkin berhubungan dengan beberapa
faktor etiologik tertentu yag lebih sering dijumpai pada umur yang lebih tua.
Biasanya nyeri ini mulai dirasakan pada mereka yang berumur dekade kedua dan
insiden tertinggi dijumpai pada dekade kelima. Bahkan keluhan nyeri pinggang
ini semakin lama semakin meningkat hingga umur sekitar 55 tahun.
Usia adalah umur yang termasuk dalam penghitungan
demografi adalah usia kelahiran seseorang sampai dengan kematian.
Jhon Crofton (2001) dalam Ruslan (2009) mengatakan, pengetahuan seseorang dipengaruhi
oleh umur. Usia produktif yaitu 20-35 tahun, merupakan usia dewasa yang aktif
dalam kegiatan, sehingga mendukung responden dalam belajar dan mengingat
informasi yang diperoleh.
Kapasitas fisik mencapai puncaknya pada usia 25-30 tahun namun ini tidak
dimanfaatkan dengan baik dan tak jarang di sia-siakan akan menurun pada usia
> 30 tahun. Penurunan
terbanyak pada usia 60 tahun yaitu pada otot, kemampuuan saraf, panca indera
jantung,dan paru serta organ lain, > 40 tahun (Soesanto, 2007 dalam Ruslan,
2009).
Menurut (Suma’mur, 2004), bahwa umur seseorang berbanding langsung dengan
kapasitas kerjanya. Umur 24 tahun dianggap sebagai umur puncak, sedangkan umur
40 tahun sampai dengan 60 tahun terdapat penurunan kapasitas fisik 25% untuk
kekuatan otot dan 60% untuk kemampuan sensoris motoris. Hal ini sebagai akibat
dari bermacam-macam perubahan biologis sebagai konsekuensi pertambahan umur.
Usia dapat juga menyebabkan orang dapat dengan mudah mengalami kelelahan
kerja hal ini dikarnakan semakin tua usia seseorang maka ketahanan tubuhnya
terhadap beban kerja semakin rendah sehingga mudah sekali mengalami kelelahan
kerja, usia yang rentan terhadap kelelahan kerja adalah > 50 tahun (M .
Anif, 1992, dalam Ruslan, 2009).
Maksimum tenaga yang dihasilkan oleh otot manusia akan
sangat tergantung pada jenis kelamin dan umur. Puncak tenaga otot laki-laki
maupun wanita akan berada pada umur 20-30 tahun. Pada umur sekitar 50-60 tahun
tenaga otot hanya bisa menghasilkan sekitar 70% dari maksimumnya. Selunjutnya
berdasarkan fisiologis bisa ditarik kesimpulan bahwa kekuatan otot yang dihasilkan rata-rata
wanita ternyata hanya sekitar 70% saja dari kekuatan otot laki-laki (Wignjosoebroto,
2000).
Menurut (Suma’mur, 2009), menyatakan faktor umur merupakan penentu yang
sangat penting, hal ini merupakan konsekuensi adanya hubungan faktor umur
dengan :
a) Potensi kemampuan untuk
terpapar terhadap sumber penyakit
b) Tingkat imunitas atau
kekebalan tubuh
c) Aktivitas fisiologis
macam-macam jaringan yang mempengaruhi perjalanan penyakit seseorang.
Menurut Srwono Solita (2003), umur merupakan salah satu faktor penting pada
proses terjadinya penyakit. Sebagian penyakit timbul hampir secara eksklusif
pada satu kelompok usia tertentu.
B.
Lama Kerja
Lama kerja dalam hubungan pelaksanaan tugas dan pemeliharaan tubuh tetap
baik bertalian dengan pekerjaan sewaktu waktu menurut beban kerjanya. Lamanya
seseorang bekerja dalam sehari secara baik pada umumnya 6-8 jam dan sisanya
untuk istirahat atau kehidupam dalam keluarga dan masyarakat. Memperpanjang
waktu kerja lebih dari itu biasanya
disertai menurunnya efisiensi, tumbuhnya kelelahan, penyakit dan
kelelahan (Soesanto, 2007).
Kemampuan ini dipengaruhi oleh
faktor usia seperti pada usia 50 tahun kapasitas kerjanya tinggal 80% dan pada
60 tahun menjadi 60% dari kapasitas mereka yang berumur 50 tahun (Suma’mur,
2009).
Setiap manusia mempunyai batas kemampuan dalam soal lama dan tempo bekerja,
jarang sekali dan merupakan suatu keistimewaan, bila seseorang mampu bekerja
non stop untuk pekerjaan sejenis tanpa variasi. Oleh karena itu keselarasan dan
penyesuaian tersebut diatas perlu diperhatikan antara faal kerja, tenaga kerja
tersebut dalam batas yang normal. Dalam mempertahankan faal kerja yang normal
diperlukan persyaratan pengaturan tempo dan cara dalam bekerja (Program Pasca
Sarjana, 2001).
Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengurangan jam kerja 8,75 ke 8 jam disertai meningkatnya efisiensi perwaktu
dengan kenaikan produktivitas 3-10%.
Kecenderungan ini lebih terlihat pada pekerjaan yang dilakukan dengan tangan.
Pelaksanaan pekerjaan tidak dapat meningkat lagi bahkan menurun, jika waktunya
melebihi 8 jam. Berdasarkan hasil penelitian angka absensi meningkat dengan
cepat bila jam kerja melebihi 63,2 seminggu untuk pria dan melebihi 57,3 untuk
wanita. Jumlah jam kerja tersebut dalam seminggu yang memungkinkan seseorang
tenaga kerja dapat bekerja dengan baik adalah 40 jam lebih dari 40 jam akan mengakibatkan
kerugian. Faktor lingkungan seperti cuaca (panas atau dingin), getaran dan
pencahayaan, bahan kimia dalam udara sangat berpengaruh pada lama kerja
(Suma’mur, 2009)
Setiap negara mempunyai peraturan-peraturan mengenai jam kerja, untuk
Indonesia waktu kerja menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 25 disebutkan :
waktu untuk melakukan pekerjaan dapat dilaksanakan pada siang atau malam
hari. (Depnaker, 2006)
1. Siang hari adalah waktu antara
pukul 06.00-18.00
2. Malam hari adalah waktu antara
pukul 18.000-24.00
Adapun bunyi pasal 100 ayat 2 waktu kerja meliputi :
a. Waktu kerja siang hari yaitu
1). Tujuh jam sehari dan 40 jam seminggu untuk 6 hari kerja dalam seminggu.
2). Delapan jam sehari, 40 jam dalam seminggu untuk 5 hari kerja dalam seminggu.
b. Waktu kerja malam hari yaitu :
1). Enam jam sehari dan 36 jam seminggu untuk 6 hari kerja dalam seminggu.
2). Tujuh jam sehari dan 35 jam seminggu untuk 5 hari kerja dalam seminggu.
Waktu kerja bagi
seseorang menentukan efisiensi dan produktivitasnya. Segi-segi penting
persoalan waktu kerja meliputi :
1. Lamanya seseorang mampu
bekerja dalam seminggu
2. Hubungan diantara waktu
bekerja dan istirahat
Waktu kerja sehari menurut
periode yang meliputi ( pagi, siang, sore dan malam). (Suma’mur, 2009).
No comments:
Post a Comment