1.
Pengukuran
Kelelahan Kerja
Sampai saat ini belum ada cara untuk
mengukur tingkat kelelahan secara langsung. Pengukuran-pengukuran yang
dilakukan oleh para peneliti sebelumnya hanya berupa indikator yang menunjukkan
terjadinya kelelahan akibat kerja. Grandjean (1993) dalam Hardi (2006), mengelompokkan metode pengukuran
kelelahan dalam beberapa kelompok sebagai berikut:
a. Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan
Pada metode ini, kualitas output digambarkan sebagai jumlah proses
kerja (waktu yang digunakan setiap item) atau proses operasi yang dilakukan
setiap unit waktu. Namun demikian banyak faktor yang harus dipertimbangkan
seperti: target produksi, faktor sosial, dan perilaku psikologis dalam kerja.
Sedangkan kuantitas output (kerusakan
produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan
terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah merupakan causal faktor
(Hardi, 2006).
b. Konsentrasi
(pemeriksaan Bourdon Wiersma, uji
KLT)
Pada metode ini konsentrasi merupakan
salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menguji ketelitian dan
kecepatan menyelesaikan pekerjaan. Bourdon Wiersma test, merupakan
salah satu alat yang dapat digunakan untuk menguji kecepatan, ketelitian dan
konstansi. Hasil tes akan menunjukkan bahwa semakin lelah seseorang maka tingkat
kecepatan, ketelitian dan konstansi akan semakin rendah atau sebaliknya. Namun
demikian Bourdon Wiersma test lebih tepat untuk mengukur kelelahan
akibat aktivitas atau pekerjaan yang lebih bersifat mental (Hardi, 2006).
c. Uji
fusi kelipan (flicker fusion test)
Dalam kondisi yang lelah, kemampuan
tenaga kerja untuk melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin
panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipan. Alat uji kelip
memungkinkan mengatur frekuensi kelipan dan dengan demikian pada batas
frekuensi mana tenaga kerja mampu melihatnya. Uji kelipan, di samping untuk
mengukur kelelahan juga menunjukkan kadaan kewaspadaan tenaga kerja (Hardi,
2006).
d. Waktu
reaksi (Reaction Timer)
Sanders & McCormick (1987) dalam Santoso (2013:114) mengatakan bahwa reaction timer adalah waktu untuk membuat suatu respon yang
spesifik saat stimulasi terjadi, waktu reaksi terpendek biasanya berkisar
antara 150 s/d 200 mili detik.
Reaction
timer adalah alat yang digunakan untuk mengukur jangka
waktu dari pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu kesadaran. Dalam
pengukuran ini dapat digunakan jenis rangsang berupa nyala lampu, denting
suara, sentuhan kulit atau goyangan badan. Terjadinya pemanjangan waktu reaksi
merupakan petunjuk adanya perlambatan pada proses faal syaraf dan otot
(Tarwaka, 2004 dalam Muizzudin,
2013).
Penelitian
ini menggunakan alat reaction timer,
pengukuran menggunakan reaction timer
bertujuan untuk mengetahui kelelahan kerja. Adapun cara penggunaan alat reaction timer adalah sebagai berikut (Balai Hiperkes, 2015):
1)
Hubungkan alat dengan sumber
tenaga
2)
Hidupkan dengan menekan tombol
ON/OFF pada “ON”.
3)
Reset angka penampilan sehingga
menunjukkan angka “0000” dengan menekan tombol “nol”.
4)
Pilih rangsang suara atau cahaya
yang dikehendaki dengan menekan tombol “Suara” atau “Cahaya”,
5)
Subjek yang akan diperiksa
diminta menekan tombol subjek (kabel hitam) dan diminta secepatnya menekan
tombol setelah melihat cahaya atau suara dari sumber rangsang.
6)
Untuk memberikan rangsang,
pemeriksa menekan tombol pemeriksa (kabel biru).
7)
Setelah diberi rangsang subjek
menekan tombol maka pada layar kecil akan menunjukan angka waktu reaksi dengan
“satuan mili detik”.
8)
Pemeriksaan diulangi 15 sampai 20
kali baik rangsang suara maupun cahaya.
9)
Data dan dianalisa (diambil
rata-rata) yaitu skor hasil 10 kali pengukuran ditengah (5 kali pengukuran awal
dan akhir dibuang)
10)
Catat keseluruhan hasil pada
formulir.
11)
Setelah selesai pemeriksaan alat
dimatikan dengan menekan tombol “ON/OFF” pada “OFF” dan melepas alat dari
sumber tenaga.
B.
Produktivitas
Kerja
Menurut Sedarmayanti (2009) dalam Hasibuan (2011) produktivitas
kerja menunjukkan bahwa individu merupakan perbandingan dari efektivitas
keluaran (pencapaian unjuk kerja maksimal) dengan efisiensi salah satu masukan
(tenaga kerja) yang mencakup kuantitas, kualitas dalam waktu tertentu.
Produktivitas kerja adalah suatu ukuran dari pada hasil kerja atau kinerja
seseorang dengan proses input sebagai
masukan dan output sebagai
keluarannya yang merupakan indikator daripada kinerja karyawan dalam menentukan
bagaimana usaha untuk mencapai produktivitas yang tinggi dalam suatu
organisasi.
Menurut Hasibuan (2011), mengatakan
bahwa faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja dapat disimpulkan menjadi dua
golongan yaitu:
1.
Faktor yang ada pada
diri individu, yaitu umur, temperamen, keadaan fisik individu, kelelahan dan
motivasi.
Faktor yang ada di luar
individu, yaitu kondisi fisik seperti suara, penerangan, waktu istirahat, lama
kerja, upah, bentuk organisasi, lingkungan sosial dan keluarga.
No comments:
Post a Comment