Saturday, May 20, 2017

HUBUNGAN ANTARA KADAR DEBU DAN KAPASITAS PARU


HUBUNGAN ANTARA KADAR DEBU DAN KAPASITAS PARU






Oleh;
Alpian
   311.13.001



FAKULTAS KESEHTAN  MASYARAKAT (FKM)
UNIVERSITAS NUSA TENGGARA BARAT MATARAM 2014/2015

ABSTRAK

Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah penyakit yang timbul pada pekerja sebagai salah satu satu dampak negatip dari kemajuan industri.Salah satu PAK yang muncul adalah penyakit pariu akibat kerja (PPAK) dimana salah satu factor risikonya adalah tingginya kadar debu diudara selama proses bekerja. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kadar debu di udara ambien dengan kejadian penurunan kapasitas paru pada pekerja di unit produksi PT Eastern Pearl Flour Mills.Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional study.
Data diambil dari responden dengan metode survei menggunakan kuesioner, air pump sampleruntuk mengukur kadar debu organik di udara dan spirometer untuk pengukuran
kapasitas paru. Penarikan sampel dengan teknik random samplingsebanyak 42 orang pekerja .Hasil penelitian menunjukkan dari 42 orang pekerja yang diukur kapasitas parunya terdapat 28 orang (66,7%) yang mengalami penurunan kapasitas paru. Pengukuran debu di6 lokasi menunjukkan terdapat 2 lokasi yang memiliki kadar debu
diatas NAB (4 mg/m3) yaitu bagian warehousedan bagian packing. Hasil uji chisquare
menunjukkan terdapat hubungan antara kadar debu dan kapasitas paru (p=0,003).
Untuk perusahaan, sebaiknya perlu menertibkan penggunaan APD kepada karyawan dan melakukan pengendalian teknik terhadap sumber debu sehingga kadar debu di udara dapat berkurang.











PENDAHULUAN
Salah satu dampak negatif yang ditimbulkan oleh kemajuan industri adalah
menurunnya kesehatan pekerja diakibatkan berbagai penyakit akibat kerja dan kondisi
lingkungan tempat kerja. ILOmengemukakan penyebab kematian yang berhubungan dengan pekerjaan sebesar 34% adalah penyakit kanker, 25% kecelakaan, 21 penyakit saluran pernapasan, 15 % penyakit kardiovaskuler, dan 5 % disebabkan oleh faktor yang lain. Penyakit saluran pernapasan akibat kerja, sesuai dengan hasil risetTheSurveillance of Work Related and Occupational Respiratory Disease(SWORD) yang dilakukan di Inggris ditemukan 3300 kasus baru penyakit paru yang berhubungan dengan pekerjaan.\Pemeriksaan kapasitas paru yang dilakukan oleh Balai Hiperkes dan Keselamatan kerja Sulawesi Selatan pada tahun 1999 terhadap 200 tenaga kerja di delapan perusahaan, diperoleh hasil sebanyak 90 responden (45%) yang mengalami
restrictive (penyempitan paru-paru) dan masing-masing 2 responden (1%) yang mengalami obstructive(penyumbatan paru-paru) dan combination(gabungan antara
restrictivendan obstructive)Salah satu jenis pekerjaan yang dapat menimbulkan risiko terkena penurunan fungsi paru adalah pekerja di pabrik tepung khususnya di bagian produksi.
Pada pabrik tepung, pekerja akan melakukan dua tahap pengerjaan untuk menghasilkan tepung yaitu tahap persiapan dan tahap penggilingan. Setelah itu, dilanjutkan dengan proses pengepakan. Ketiga tahap yang dilakukan oleh pekerja tersebut merupakan tahap proses pekerjaan yang berisiko menimbulkan debu dan dapat terhirup kedalam paru-paru.Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan dengan Wagh, et.al(2006) pada pabrik tepung di kota Jalgoan, India, dimana didapat hasil bahwa dengan rata-rata kadar debu di udara 624 miligram/m3terdapat 45%pekerja mengalami gangguan fungsi paru ringan, dan 23% pekerja menunjukkan gejala asma. Penelitian ini menggunakan metode case controldimana kelompok kasus dan kelompok kontrol tidak merokok sehingga satu-satunyapenyebab penurunan kapasitas paru adalah kadar debu di udara tenpat bekerja.Kadar debu yang dizinkan terdapat di udara dan tidak mengganggu kenikmatan kerja menurutPermenakertrans No. 13 Tahun 2011
adalah jika kadar debu ≤ 4 mg/m3. Pada beberapa kondisi, didapati bahwa kadar debu ditempat keja ternyata masih di bawah NAB, hal yang sama seperti penelitian yang dilakukan oleh Manuputty (2007) dan Atmaja (2007) menunjukkan hasil dimana nilai kadar debu masih dibawah ambang batas akan tetapi 50% pekerja mengeluh terhadap gangguan debu dan sebanyak 87,5% pekerja menunjukkan keluhan gangguan pernapasan antara lain batuk dan bersin saat dan sesudah bekerja.Selain itu pada
penelitian yang dilakukan oleh Aviandari (2008) pada pekerja Dermaga& Silo Gandum,


























Pembahasan

pengolahan gandum menjadi tepung melibatkan sejumlah proses. Dimulai dari bagian tower dimana gandum yang masih utuh diangkut dari kapaldan berlanjut ke wheat silo dan wheat cleaning yang merupakan tempat penyimpanan sementara gandum dan pembersihan gandum. Kadar debu di ketiga bagian ini masih dibawah nilai ambang batas dikarenakan mesin-mesin yang mengolah gandum tersebut masih dalam kondisi yang baik. Selain itu terdapat ventilasi udara sehingga aliran udara dapat berjalan dengan baik.Setelah itu, gandum akan memasuki bagian milling  atau penggilingan. Di bagian ini masih sama dengan bagian-bagian sebelumnya dimana proses masih dijalankan dengan mesin dan hanya sedikit pekerja yang berada di bagian ini dan bertugas untuk mengoperasikan dan memastikan kinerja alat. Hal ini mengakibatkan kadar debu masih dibawah NAB.Debu yang berada di pabrik tepung dengan kadar yang melebihi NAB berada di packing dan ware house. Bagian packing atau pengepakan adalah bagian dimana pekerja akan memasukkan tepung yang telah jadi ke dalam karung-karung dengan bantuan mesin.Bagian ware houseatau gudang adalah tempat penyimpanan tepung-tepung yang sudah jadi dan berasal dari bagian
packingdiatasanya. Di bagian ini, karung-karung tepung akan di tumpuk
tinggi dan disimpan dalam waktu tertentu sebelum didistribusikan. Pada unit produksi,
terdapat satu bagian lagi yang menujang aktifitas produksi ialah bagian maintenance
atau bagian peralatan.
Di bagian ini mesin-mesin yang rusak akan diperbaiki dan juga merupakan tempat untuk membuat wadah kayu sebagai penampung karung-karung tepung sebelum diangkut dengan forklift. Pembuatan wadah kayu tersebut melibatkan proses penggergajian hingga penghalusan kayu dimana proses tersebut menimbulkan debu kayu.Walaupun begitu kadar debu di bagian ini masih di bawah NAB dikarenakan bagian maintenanceberada di lantai bawah dan memiliki ventilasi udara yang besar seperti jendela sehingga aliran udara dapat berjalan maksimal. Pengambilan kapasitas paru responden dilakukan bersamaan dengan medical check uprutin yang dilakukan oleh perusahaan. Peneliti dalam penelitiannya bersama-sama dengan pengukur yang berasal dari Balai Besar Kesehatan Paru Kota Makassar melakukan pemeriksaankapasitas paru responden yang juga sedang melakukan medical check up.
Pemeriksaan kapasitas paru dilakukan dengan cara responden menghembuskan napas lewat alat sebanyak 3 kali dan ditiupan ketiga responden diminta untuk menghembuskan napas sekeras mungkin.Kapasitas paru responden menunjukkan lebih banyak yang tidak normal. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor selain kadar debu di udara. Berdasarkan pengamatan dilapangan, pekerja yang bekerja di unit produksi dan unit penunjang maintenace 6masuk dan keluar kerja dalam waktu yang be
rsamaan yaitu pukul 07.00-12.00 dan masuk kembali pukul 13.00-16.00 dengan waktu istirahat selama 1 jam. Selama waktu kerja, mesin produksi selalu beroperasi dan pekerja diwajibkan untuk berada di tempat kerja sehingga bisa dikatakan pekera memiliki waktu yang relatif sama yaitu kurang lebih 8 jam. Dalam bekerja, pekerja diberikan Alat Pelindung Diri (APD) berupa helm, sepatu safety, dan masker namun
dalam observasi peneliti melihat bahwa APD tersebut tidak selalu dipakai oleh karyawan terutama masker/alat pelindung pernapasan.
Pada bagian-bagian yang berdebu tinggi, dibuktikan dengan dinding yang terselimuti oleh debu tepung, peneliti melihat hanya beberapa yang menggunakan masker, sedangkan sebagian lainnya hanya mengalungkannya di leher.Nilai bisa p valuedari uji chi-squareadalah 0,004 dimana p value< 0,05 sehingga bisa ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kadar debu di udara dan kapasitas paru seorang pekerja. Pekerja yang bekerja di tempat dengan kadar debu tinggi berisikountuk mengalami penurunan kapasitas paru bahkan mengalami gangguan fungsi paru.Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (2002).
Nugraheni (2004), Wagh (2004), Meo (2004), Triatmo (2006), Yusnabaeti (2010). Penelitian yang dilakukan oleh Wagh (2004) dan Meo (2004) secara bersamaandilaksanakan di pabrik tepung dan menunjukkan hasil bahwa kadar debu yang tinggi ternyata berpengaruh terhadap kapasitas paru pekerjanya. Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Yusnabaeti (2010),Triatmo (2006), Nugraheni (2004) dan Setiawan (2002), walaupun bukan dilaksanakan di pabrik tepung akan tetapi jenis debu yang diteliti adalah jenis debu organik yang sama dengan debu tepung atau debu gandum dan hasil penelitian menunjukkan bahwa debu organik ternyata berpengaruh terhadap kapasitas paru.Debu yang terhirup masuk ke dalam alveolus akan menimbulkan efek yang berbeda tergantung dari besar atau ukuran debu. Hal ini berlandaskan teori yang dikemukakan oleh Su’makmur (2009) dimana debu yang berukuran 0,1-10 mikron akan terhirup ke dalam saluran pernapasan.
 Debu dengan ukuran 5-10 mikron akan terendap di saluran pernapasan
bagian atas, debu berukuran 3-5 mikron akan terendap di saluran pernapasan tengah dan debu dengan ukuran 1-3 mikron akan terendap di saluran pernapasan bawah mulai dari bronkiolus sampai alveolus. Debu yang berada di pabrik tepung berasal dari debu biji-bijian gandum yang diolah hingga menjadi tepung dengan ukuran yang bervariasi. Selain itu debu yang berada di pabtik tepung merupakan debu yang bersifat organis dimana debu organis adalah7debu yang dapat menimbulkan efek patofisiologi pada alveolus dan menyebabkan fibrosis paru.Menurut Setiawan (2002), akibat dari debu yang masuk ke dalam jaringan alveolus sangat tergantung pada solubilitas dan reaktivitasnya. Semakin tinggi reaktivitas suatu materi debu yang dapat mencapai alveolus dapat menyebabkan reaksi inflamasi yang akut dan oedema paru. Akan tetapi paru-paru juga memiliki reaksi pertahan sehingga tidak semua debu akan terendap dalam paru-paru.
 Debu yang masuk ke dalam alveolus sebagiannya akan diikat
oleh makrofag dan akan dikeluarkan bersamaan dengan sputum (dahak) atau tertelan dan maasuk kedalam saluran pencernaan. Sehingga debu yang tertimbun dalam paru paru menurut WHO (1961) hanya sekitar 10% dengan syarat jumlah debu seribu partikel per milimeter.








KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis variabel yang diteliti dapat diambil
kesimpulan yaitu :prevalensi pekerja yang memiliki kapasitas paru normal sebanyak 14
responden dan yang memiliki kapasitas paru tidak normal sebanyak 28 responden.Terdapat 2 lokasi pengambilan debu yang memiliki kadar debu di ambang batas yaitu packingdan ware house.Sedangkan bagian lain masih memiliki kadar debu yang cukup aman berdasarkan Hasil pengukuran menunjukkan terdapat 2 lokasi yang memiliki kadar debu diatas NAB menurut Permenakertrans No. 13 Tahun 2011tentang Nilai Ambang Batas Faktor Kimia Di Udara.Berdasarkananalisis data dengan uji chi square, didapat hasil bahwa paparan debu organik berpengaruh terhadap kapasitas paru pada pekerja unit produksi Pabrik tepung PT. Eastern Pearl Flour Mills Makassar.
Saran peneliti dalam penelitian ini antara lain untuk pihak manajemen dan K3
perusahaan agar dapat menghimbau kepada pekerja untuk lebih disiplin dalam penggunaan masker atau APD pernapasan lain saat bekerja, lebih menertibkan penggunaan APD pada saat bekerja, dapat mengontrol kadar debu yang terdapat di tempat kerja. Kepada peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengganti metode penelitian menjadi case controlagar perubahan dapat dipantau dan diperoleh pengaruh yang bermakna antara variabel yang diteliti.











        DAFTAR PUSTAKA

Atmaja, Aditaya dkk.2007. Identifikasi Kadar Debu di Lingkungan Kerja dan Keluhan
subjektif Pernapasan Tenaga Kerja Bagian Finish Mill. Jurnal Kesehatan Lingkungan
Vol 3:161-172.
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26530/5/Chapter%20I.pdf (diakses padatanggal 29 Maret 2013)
Aviandari, Gralta dkk. 2008. Prevalensi Gangguan Obstruksi Paru dan Faktor-Faktor yang Berhubungan pada Pekerja Dermaga dan silo Gandum. di PT X Jakarta.
www.rguhs.ac.in/cdc/onlinecdc/uploads/05_N128_209868.doc(diakses pada tanggal
15 Juni 2013).
Manuputty, Anita C, dkk. 2007. Hubungan Pajanan Debu terigu Terhadap Kualitas Hidup Penderita Rinitis Akibat Kerja, 54/1/.pdf(diakses tanggal 29 Maret 2013)
Meo, Sultan A. 2004. Dose Responses of Years of Exposure on Lung Function in Flour Mill Workers. Journal Occupational Health Vol 46:187-191 online:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3213710/(diakses pada tanggal 25 Mei2013) Studi Pada Pekerja Yang Terpajan Debu Terigu di PT X. online:http://eprints.undip.ac.id/178
Nugraheni, F S.2004.Analisis Faktor Risiko Kadar Debu Organik Di Udara terhadap
Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Industri Pengglingan Padi Di Kabupaten
Demak.Tesis. Jurusan Kesehatan Lingkungan Universitas Diponegoro.online:
http://www.ejournal.undip.ac.id/index.php/jkli/ /213/119(diakses pada tanggal 25 Mei2013)Setiawan, Adi.2002.Hubungan Kadar Total Debu Suspended Particulate (TSP) Dengan Fungsi Paru Di Lingkungan industri Semen (Studi Pada Semen Cibinong Pabrik Cilacap). Tesis. Jurusan Kesehatan Lingkungan Universitas Diponegoro.
online:http://eprints.undip.ac.id/13769/
(diakses pada tanggal 18 Maret 2013)Sirait, Manna. 2010. Hubungan KarakteristikPekerja dengan Faal Paru di Kilang Padi
Kecamatan Porsea Tahun 2010.
Skripsi.Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara,Medan. online:


No comments:

Post a Comment

Tampilan arsip Teratas

PSEA (Protection from Sexual Exploitation and Abuse)

PERKENALAN PSEA (Protection from Sexual Exploitation and Abuse) Dalam semua konteks di mana lembaga atau organisasi pembangunan dan/atau ban...