HUBUNGAN ANTARA KADAR DEBU DAN KAPASITAS PARU
Oleh;
Alpian
311.13.001
FAKULTAS
KESEHTAN MASYARAKAT (FKM)
UNIVERSITAS NUSA
TENGGARA BARAT MATARAM 2014/2015
ABSTRAK
Penyakit
Akibat Kerja (PAK) adalah penyakit yang timbul pada pekerja sebagai salah satu
satu dampak negatip dari kemajuan industri.Salah satu PAK yang muncul adalah
penyakit pariu akibat kerja (PPAK) dimana salah satu factor risikonya adalah
tingginya kadar debu diudara selama proses bekerja. Penelitian ini bertujuan
untuk melihat hubungan antara kadar debu di udara ambien dengan kejadian
penurunan kapasitas paru pada pekerja di unit produksi PT Eastern Pearl Flour
Mills.Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan
cross sectional study.
Data diambil dari responden dengan
metode survei menggunakan kuesioner, air pump sampleruntuk mengukur kadar debu
organik di udara dan spirometer untuk pengukuran
kapasitas paru. Penarikan sampel
dengan teknik random samplingsebanyak 42 orang pekerja .Hasil penelitian
menunjukkan dari 42 orang pekerja yang diukur kapasitas parunya terdapat 28
orang (66,7%) yang mengalami penurunan kapasitas paru. Pengukuran debu di6
lokasi menunjukkan terdapat 2 lokasi yang memiliki kadar debu
diatas NAB (4 mg/m3)
yaitu bagian warehousedan bagian packing. Hasil uji chisquare
menunjukkan terdapat hubungan antara
kadar debu dan kapasitas paru (p=0,003).
Untuk perusahaan, sebaiknya perlu
menertibkan penggunaan APD kepada karyawan dan melakukan pengendalian teknik
terhadap sumber debu sehingga kadar debu di udara dapat berkurang.
PENDAHULUAN
Salah
satu dampak negatif yang ditimbulkan oleh kemajuan industri adalah
menurunnya kesehatan pekerja
diakibatkan berbagai penyakit akibat kerja dan kondisi
lingkungan tempat kerja.
ILOmengemukakan penyebab kematian yang berhubungan dengan pekerjaan sebesar 34%
adalah penyakit kanker, 25% kecelakaan, 21 penyakit saluran pernapasan, 15 %
penyakit kardiovaskuler, dan 5 % disebabkan oleh faktor yang lain. Penyakit
saluran pernapasan akibat kerja, sesuai dengan hasil risetTheSurveillance of
Work Related and Occupational Respiratory Disease(SWORD) yang dilakukan di
Inggris ditemukan 3300 kasus baru penyakit paru yang berhubungan dengan
pekerjaan.\Pemeriksaan kapasitas paru yang dilakukan oleh Balai Hiperkes dan
Keselamatan kerja Sulawesi Selatan pada tahun 1999 terhadap 200 tenaga kerja di
delapan perusahaan, diperoleh hasil sebanyak 90 responden (45%) yang mengalami
restrictive (penyempitan paru-paru)
dan masing-masing 2 responden (1%) yang mengalami obstructive(penyumbatan
paru-paru) dan combination(gabungan antara
restrictivendan obstructive)Salah
satu jenis pekerjaan yang dapat menimbulkan risiko terkena penurunan fungsi
paru adalah pekerja di pabrik tepung khususnya di bagian produksi.
Pada
pabrik tepung, pekerja akan melakukan dua tahap pengerjaan untuk menghasilkan
tepung yaitu tahap persiapan dan tahap penggilingan. Setelah itu, dilanjutkan
dengan proses pengepakan. Ketiga tahap yang dilakukan oleh pekerja tersebut
merupakan tahap proses pekerjaan yang berisiko menimbulkan debu dan dapat
terhirup kedalam paru-paru.Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
dengan Wagh, et.al(2006) pada pabrik tepung di kota Jalgoan, India, dimana
didapat hasil bahwa dengan rata-rata kadar debu di udara 624 miligram/m3terdapat
45%pekerja mengalami gangguan fungsi paru ringan, dan 23% pekerja menunjukkan
gejala asma. Penelitian ini menggunakan metode case controldimana kelompok
kasus dan kelompok kontrol tidak merokok sehingga satu-satunyapenyebab
penurunan kapasitas paru adalah kadar debu di udara tenpat bekerja.Kadar debu
yang dizinkan terdapat di udara dan tidak mengganggu kenikmatan kerja
menurutPermenakertrans No. 13 Tahun 2011
adalah jika kadar debu ≤ 4 mg/m3.
Pada beberapa kondisi, didapati bahwa kadar debu ditempat keja ternyata masih
di bawah NAB, hal yang sama seperti penelitian yang dilakukan oleh Manuputty
(2007) dan Atmaja (2007) menunjukkan hasil dimana nilai kadar debu masih
dibawah ambang batas akan tetapi 50% pekerja mengeluh terhadap gangguan debu
dan sebanyak 87,5% pekerja menunjukkan keluhan gangguan pernapasan antara lain
batuk dan bersin saat dan sesudah bekerja.Selain itu pada
Pembahasan
pengolahan
gandum menjadi tepung melibatkan sejumlah proses. Dimulai dari bagian tower
dimana gandum yang masih utuh diangkut dari kapaldan berlanjut ke wheat silo
dan wheat cleaning yang merupakan tempat penyimpanan sementara gandum dan
pembersihan gandum. Kadar debu di ketiga bagian ini masih dibawah nilai ambang
batas dikarenakan mesin-mesin yang mengolah gandum tersebut masih dalam kondisi
yang baik. Selain itu terdapat ventilasi udara sehingga aliran udara dapat
berjalan dengan baik.Setelah itu, gandum akan memasuki bagian milling atau penggilingan. Di bagian ini masih sama
dengan bagian-bagian sebelumnya dimana proses masih dijalankan dengan mesin dan
hanya sedikit pekerja yang berada di bagian ini dan bertugas untuk
mengoperasikan dan memastikan kinerja alat. Hal ini mengakibatkan kadar debu
masih dibawah NAB.Debu yang berada di pabrik tepung dengan kadar yang melebihi
NAB berada di packing dan ware house. Bagian packing atau pengepakan adalah
bagian dimana pekerja akan memasukkan tepung yang telah jadi ke dalam
karung-karung dengan bantuan mesin.Bagian ware houseatau gudang adalah tempat
penyimpanan tepung-tepung yang sudah jadi dan berasal dari bagian
packingdiatasanya. Di bagian ini,
karung-karung tepung akan di tumpuk
tinggi dan disimpan dalam waktu
tertentu sebelum didistribusikan. Pada unit produksi,
terdapat satu bagian lagi yang
menujang aktifitas produksi ialah bagian maintenance
atau bagian peralatan.
Di
bagian ini mesin-mesin yang rusak akan diperbaiki dan juga merupakan tempat
untuk membuat wadah kayu sebagai penampung karung-karung tepung sebelum
diangkut dengan forklift. Pembuatan wadah kayu tersebut melibatkan proses
penggergajian hingga penghalusan kayu dimana proses tersebut menimbulkan debu
kayu.Walaupun begitu kadar debu di bagian ini masih di bawah NAB dikarenakan
bagian maintenanceberada di lantai bawah dan memiliki ventilasi udara yang
besar seperti jendela sehingga aliran udara dapat berjalan maksimal.
Pengambilan kapasitas paru responden dilakukan bersamaan dengan medical check
uprutin yang dilakukan oleh perusahaan. Peneliti dalam penelitiannya
bersama-sama dengan pengukur yang berasal dari Balai Besar Kesehatan Paru Kota
Makassar melakukan pemeriksaankapasitas paru responden yang juga sedang
melakukan medical check up.
Pemeriksaan
kapasitas paru dilakukan dengan cara responden menghembuskan napas lewat alat
sebanyak 3 kali dan ditiupan ketiga responden diminta untuk menghembuskan napas
sekeras mungkin.Kapasitas paru responden menunjukkan lebih banyak yang tidak
normal. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor selain kadar debu di
udara. Berdasarkan pengamatan dilapangan, pekerja yang bekerja di unit produksi
dan unit penunjang maintenace 6masuk dan keluar kerja dalam waktu
yang be
rsamaan yaitu pukul 07.00-12.00 dan
masuk kembali pukul 13.00-16.00 dengan waktu istirahat selama 1 jam. Selama
waktu kerja, mesin produksi selalu beroperasi dan pekerja diwajibkan untuk
berada di tempat kerja sehingga bisa dikatakan pekera memiliki waktu yang
relatif sama yaitu kurang lebih 8 jam. Dalam bekerja, pekerja diberikan Alat
Pelindung Diri (APD) berupa helm, sepatu safety, dan masker namun
dalam observasi peneliti melihat
bahwa APD tersebut tidak selalu dipakai oleh karyawan terutama masker/alat
pelindung pernapasan.
Pada
bagian-bagian yang berdebu tinggi, dibuktikan dengan dinding yang terselimuti
oleh debu tepung, peneliti melihat hanya beberapa yang menggunakan masker,
sedangkan sebagian lainnya hanya mengalungkannya di leher.Nilai bisa p
valuedari uji chi-squareadalah 0,004 dimana p value< 0,05 sehingga bisa
ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kadar debu di
udara dan kapasitas paru seorang pekerja. Pekerja yang bekerja di tempat dengan
kadar debu tinggi berisikountuk mengalami penurunan kapasitas paru bahkan
mengalami gangguan fungsi paru.Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Setiawan (2002).
Nugraheni
(2004), Wagh (2004), Meo (2004), Triatmo (2006), Yusnabaeti (2010). Penelitian
yang dilakukan oleh Wagh (2004) dan Meo (2004) secara bersamaandilaksanakan di
pabrik tepung dan menunjukkan hasil bahwa kadar debu yang tinggi ternyata
berpengaruh terhadap kapasitas paru pekerjanya. Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh
Yusnabaeti (2010),Triatmo (2006), Nugraheni (2004) dan Setiawan (2002),
walaupun bukan dilaksanakan di pabrik tepung akan tetapi jenis debu yang
diteliti adalah jenis debu organik yang sama dengan debu tepung atau debu
gandum dan hasil penelitian menunjukkan bahwa debu organik ternyata berpengaruh
terhadap kapasitas paru.Debu yang terhirup masuk ke dalam alveolus akan menimbulkan
efek yang berbeda tergantung dari besar atau ukuran debu. Hal ini berlandaskan
teori yang dikemukakan oleh Su’makmur (2009) dimana debu yang berukuran 0,1-10
mikron akan terhirup ke dalam saluran pernapasan.
Debu dengan ukuran 5-10 mikron akan terendap
di saluran pernapasan
bagian atas, debu berukuran 3-5
mikron akan terendap di saluran pernapasan tengah dan debu dengan ukuran 1-3
mikron akan terendap di saluran pernapasan bawah mulai dari bronkiolus sampai
alveolus. Debu yang berada di pabrik tepung berasal dari debu biji-bijian
gandum yang diolah hingga menjadi tepung dengan ukuran yang bervariasi. Selain
itu debu yang berada di pabtik tepung merupakan debu yang bersifat organis
dimana debu organis adalah7debu yang dapat menimbulkan efek
patofisiologi pada alveolus dan menyebabkan fibrosis paru.Menurut Setiawan
(2002), akibat dari debu yang masuk ke dalam jaringan alveolus sangat
tergantung pada solubilitas dan reaktivitasnya. Semakin tinggi reaktivitas
suatu materi debu yang dapat mencapai alveolus dapat menyebabkan reaksi
inflamasi yang akut dan oedema paru. Akan tetapi paru-paru juga memiliki reaksi
pertahan sehingga tidak semua debu akan terendap dalam paru-paru.
Debu yang masuk ke dalam alveolus sebagiannya
akan diikat
oleh makrofag dan akan dikeluarkan
bersamaan dengan sputum (dahak) atau tertelan dan maasuk kedalam saluran
pencernaan. Sehingga debu yang tertimbun dalam paru paru menurut WHO (1961)
hanya sekitar 10% dengan syarat jumlah debu seribu partikel per milimeter.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Berdasarkan
hasil penelitian dan analisis variabel yang diteliti dapat diambil
kesimpulan yaitu :prevalensi pekerja
yang memiliki kapasitas paru normal sebanyak 14
responden dan yang memiliki kapasitas
paru tidak normal sebanyak 28 responden.Terdapat 2 lokasi pengambilan debu yang
memiliki kadar debu di ambang batas yaitu packingdan ware house.Sedangkan
bagian lain masih memiliki kadar debu yang cukup aman berdasarkan Hasil
pengukuran menunjukkan terdapat 2 lokasi yang memiliki kadar debu diatas NAB
menurut Permenakertrans No. 13 Tahun 2011tentang Nilai Ambang Batas Faktor
Kimia Di Udara.Berdasarkananalisis data dengan uji chi square, didapat hasil
bahwa paparan debu organik berpengaruh terhadap kapasitas paru pada pekerja
unit produksi Pabrik tepung PT. Eastern Pearl Flour Mills Makassar.
Saran peneliti dalam penelitian ini
antara lain untuk pihak manajemen dan K3
perusahaan agar dapat menghimbau
kepada pekerja untuk lebih disiplin dalam penggunaan masker atau APD pernapasan
lain saat bekerja, lebih menertibkan penggunaan APD pada saat bekerja, dapat
mengontrol kadar debu yang terdapat di tempat kerja. Kepada peneliti
selanjutnya diharapkan dapat mengganti metode penelitian menjadi case
controlagar perubahan dapat dipantau dan diperoleh pengaruh yang bermakna
antara variabel yang diteliti.
DAFTAR PUSTAKA
Atmaja, Aditaya dkk.2007. Identifikasi Kadar Debu di Lingkungan Kerja
dan Keluhan
subjektif
Pernapasan Tenaga Kerja Bagian
Finish Mill. Jurnal Kesehatan Lingkungan
Vol 3:161-172.
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26530/5/Chapter%20I.pdf
(diakses padatanggal 29 Maret 2013)
Aviandari, Gralta dkk. 2008. Prevalensi Gangguan Obstruksi Paru dan
Faktor-Faktor yang Berhubungan pada Pekerja Dermaga dan silo Gandum. di PT
X Jakarta.
www.rguhs.ac.in/cdc/onlinecdc/uploads/05_N128_209868.doc(diakses pada tanggal
15 Juni 2013).
Manuputty, Anita C, dkk. 2007. Hubungan Pajanan Debu terigu Terhadap
Kualitas Hidup Penderita Rinitis Akibat Kerja, 54/1/.pdf(diakses tanggal 29
Maret 2013)
Meo, Sultan A. 2004. Dose Responses of Years of Exposure on Lung
Function in Flour Mill Workers. Journal Occupational Health Vol 46:187-191
online:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3213710/(diakses
pada tanggal 25 Mei2013) Studi Pada Pekerja Yang Terpajan Debu Terigu di PT X.
online:http://eprints.undip.ac.id/178
Nugraheni, F S.2004.Analisis Faktor Risiko Kadar Debu Organik Di
Udara terhadap
Gangguan
Fungsi Paru Pada
Pekerja Industri Pengglingan Padi Di Kabupaten
Demak.Tesis. Jurusan Kesehatan
Lingkungan Universitas Diponegoro.online:
http://www.ejournal.undip.ac.id/index.php/jkli/
/213/119(diakses pada tanggal 25 Mei2013)Setiawan, Adi.2002.Hubungan Kadar Total Debu Suspended Particulate (TSP) Dengan Fungsi
Paru Di Lingkungan industri Semen (Studi Pada Semen Cibinong Pabrik
Cilacap). Tesis. Jurusan Kesehatan Lingkungan Universitas Diponegoro.
online:http://eprints.undip.ac.id/13769/
(diakses pada tanggal 18 Maret
2013)Sirait, Manna. 2010. Hubungan
KarakteristikPekerja dengan Faal Paru di Kilang Padi
Kecamatan Porsea Tahun 2010.
Skripsi.Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara,Medan. online:
No comments:
Post a Comment