A.
Low Back Pain (Nyeri Punggung Bawah)
1.
Pengertian Low Back Pain (Nyeri Punggung
Bawah)
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, punggung adalah bagian belakang tubuh dari leher sampai
tulang ekor. Sedangkan batasan punggung bawah adalah bagian belakang tubuh dari
vertebra torakalis XII sampai dengan pantat dan anus.
Nyeri punggung bawah atau low back pain didefinisikan sebagai nyeri dan
ketidaknyamanan, yang terlokalisasi dibawah sudut iga terakhir (costal margin) dan di atas lipat
bokong bawah (gluteal inferior fold), dengan atau tanpa nyeri pada tungkai (Prodia Occupational Health Institute, dalam Satriawan, 2012).
Nyeri Punggung Bawah (low back pain/LBP) adalah sindroma klinik
yang ditandai dengan gejala utama nyeri atau perasaan lain yang tidak enak di
daerah tulang punggung bagian bawah (Sunarto, 2011, dalam Yonansha, 2012).
Nyeri
Punggung Bawah (NPB) adalah nyeri yang
dirasakan di daerah punggung bawah, dapat berupa nyeri lokal (inflamasi), maupun nyeri radikuler
atau keduanya. Nyeri yang berasal dari
punggung bawah dapat dirujuk ke daerah lain, atau sebaliknya nyeri yang berasal dari daerah
lain dirasakan di daerah punggung bawah
(referred pain). NPB pada
hakekatnya merupakan keluhan atau gejala dan bukan merupakan penyakit spesifik
(Kantana, 2010).
2.
Gejala dan Jenis Low Back Pain
Nyeri punggung
bukanlah sebuah penyakit melainkan gejala. 80-90% orang mengalami nyeri
punggung selama hidup mereka. Tidak ada diagnosis khusus, dan karena itu
disebut sakit punggung tidak spesifik. Banyak orang mengeluhkan nyeri disekitar
bagan atas tulang belakang atau di antara sakrum dan tulang iliaka di panggul.
Rasa sakit dapat disebabkan oleh ketegangan persendian, urat otot atau
jaringan-jaringan lembut lainnya (Jayson, 1999).
Nyeri
punggang bawah dapat dibagi dalam 6 jenis nyeri, yaitu:
a.
Nyeri punggang lokal
Jenis ini paling sering ditemukan. Biasanya
terdapat di garis tengah dengan radiasi ke kanan dan ke kiri. Nyeri ini dapat
berasal dari bagian-bagian dibawahnya seperti fasia, otot-otot paraspinal, korpus vertebra, sendi dan ligamen.
b.
Iritasi pada radiks
Rasa nyeri dapat berganti-ganti dengan
parestesi dan dirasakan pada dermatom yang bersangkutan pada salah satu sisi
badan. Kadang-kadang dapat disertai hilangnya perasaan atau gangguan fungsi
motoris. Iritasi dapat disebabkan oleh proses desak ruang pada foramen vertebra atau di dalam kanalis vertebralis.
c.
Nyeri rujukan somatis
Iritasi serabut-serabut sensoris dipermukaan
dapat dirasakan lebih dalam pada dermatom
yang bersangkutan. Sebaliknya iritasi dibagian-bagian dalam dapat dirasakan dibagian
lebih superfisial.
d.
Nyeri rujukan viserosomatis
Adanya gangguan pada alat-alat retroperitonium, intraabdomen atau dalam ruangan panggul dapat dirasakan di daerah
pinggang.
e.
Nyeri karena iskemia
Rasa nyeri ini dirasakan seperti rasa nyeri
pada klaudikasio intermitens yang
dapat dirasakan di pinggang bawah, di gluteus
atau menjalar ke paha. Dapat disebabkan oleh penyumbatan pada percabangan aorta
atau pada arteri iliaka komunis.
f.
Nyeri psikogen
Rasa nyeri yang tidak wajar dan tidak sesuai
dengan distribusi saraf dan dermatom
dengan reaksi wajah yang sering berlebihan (Rumawas, 1996).
Nyeri
punggung bawah berdasarkan sumber (PERDOSSI):
a. Nyeri punggung bawah Spondilogenik
Nyeri yang disebabkan karena kelainan
vertebrata, sndi, dan jaringan lunaknya. Antara lain spondilosis, osteoma, osteoporosis, dan nyeri punggung miofasial.
b. Nyeri punggung bawah Viserogenik
Nyeri yang disebabkan karena kelainan pada
organ dalam, misalnya kelainan ginjal, kelainan ginekologik, dan tumor retroperitoneal.
c. Nyeri punggung bawah Vaskulogenik
Nyeri yang disebabkan karena kelainan
pembuluh darah, misalnya anerisma,
dan gangguan peredaran darah.
d. Nyeri punggung bawah Psikogenik
Nyeri yang disebabkan karena gangguan psikis
seperti neurosis, ansietas, dan depresi. Nyeri ini tidak menghasilkan definisi yang jelas, juga
tidak menimbulkan gangguan anatomi dari akar saraf atau saraf tepi. Nyeri ini superficial
tetapi dapat juga dirasakan pada bagian dalam secara nyata atau tidak
nyata, radikuler maupun non radikuler, berat atau ringan. Lama keluhan tidak
mempunyai pola yang jelas, dapat dirasakan sebentar ataupun bertahun-tahun.
3.
Insiden Low Back Pain
LBP
sering dijumpai dalam praktek sehari-hari, terutama di negara-negara industri.
Diperkirakan 70-85% dari seluruh populasi pernah mengalami episode ini selama
hidupnya. Prevalensi tahunannya bervariasi dari 15-45%, dengan point
prevalencerata-rata 30%. Di AS nyeri ini merupakan penyebab yang urutan
paling sering dari pembatasan aktivitas pada penduduk dengan usia < 45
tahun, urutan ke 2 untuk alasan paling sering berkunjung ke dokter, urutan ke 5
alasan perawatan di rumah sakit, dan alasan penyebab yang paling sering untuk
tindakan operasi (Anderson, 1999 dalam Fitriningsih dan Widodo H, 2010).
Data
epidemiologi mengenai LBP di Indonesia belum ada, namun diperkirakan 40%
penduduk pulau Jawa Tengah berusia diatas 65 tahun pernah menderita nyeri
pinggang, prevalensi pada laki-laki 18,2% dan pada wanita 13,6%. Insiden
berdasarkan kunjungan pasien ke beberapa rumah sakit di Indonesia berkisar
antara 3-17% (Sadeli & Tjahjono, 2001 dalam Setyaningsih, dkk, 2009).
4. Diagnosis LBP Dengan Pemeriksaan
Fisik
a. Inspeksi
Gerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang membuat nyeri dan juga bentuk kolumna vertebralis, berkurangnya lordosis serta adanya skoliosis.
Berkurang sampai hilangnya lordosis lumbal dapat disebabkan oleh spasme otot para vertebral.
Gerakan-gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita:
1.
Keterbatasan gerak pada salah satu
sisi atau arah.
2. Ekstensike belakang (back
extension) seringkali menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada stenosis
foramen intervertebralis di lumbal dan artritis lumbal, karena gerakan ini akan
menyebabkan penyempitan foramen sehingga menyebabkan suatu kompresi pada saraf
spinal.
3. Fleksi ke depan (forward flexion) secara khas akan menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada
HNP, karena adanya ketegangan pada saraf yang terinflamasi diatas suatu diskus
protusio sehingga meninggikan tekanan pada saraf spinal tersebut dengan jalan
meningkatkan tekanan pada fragmen yang tertekan disebelahnya (jack hammer effect).
4. Lokasi dari HNP biasanya dapat ditentukan bila pasien
disuruh membungkuk ke depan ke lateral kanan dan kiri. Fleksi ke depan, ke
suatu sisi atau ke lateral yang meyebabkan nyeri pada tungkai yang ipsilateral
menandakan adanya HNP pada sisi yang sama.
5. Nyeri NPB pada ekstensi kebelakang pada seorang dewasa muda menunjukkan kemungkinan adanya suatu spondilolisis atau spondilolistesis, namun ini tidak patognomonik (Satriawan,
2012).
b. Palpasi
Adanya nyeri (tenderness)
pada kulit bisa menunjukkan adanya kemungkinan suatu keadaan psikologis di bawahnya (psychological overlay).
Kadang-kadang bias ditentukan letak segmen yang
menyebabkan nyeri dengan menekan pada ruangan intervertebralis atau dengan jalan menggerakkan kekanan kekiri prosesus spinosus sambil melihat respons pasien. Pada spondilolistesis yang berat dapat diraba adanya ketidak-rataan (step-off) pada palpasi di tempat/level yang terkena. Penekanan dengan jari jempol pada prosesus spinalis dilakukan untuk mencari adanya fraktur pada vertebra. Pemeriksaan fisik yang lain memfokuskan pada kelainan neurologis.
Refleks yang menurun atau menghilang secara simetris tidak begitu berguna pada diagnosis NPB
dan juga tidak dapat dipakai untuk melokalisasi
level kelainan, kecuali pada syndrome kauda ekuina atau adanya neuropati yang bersamaan. Refleks patella terutama menunjukkan adanya gangguan dari radiks L4 dan kurang dari L2 dan L3. Refleks tumit predominan dari S1(Satriawan, 2012).
B.
Faktor Risiko Low Back Pain
Berdasarkan studi yang dilakukan secara
klinik, biomekanika, fisiologi dan epidemiologi didapatkan kesimpulan bahwa
terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya cedera otot (MSDs) akibat
bekerja, yaitu:
1. Faktor Pekerjaan (Work factors)
Berdasarkan
karakteristik pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang dalam interaksinya dengan
sistem kerja. Berdasarkan penelitian telah terbukti bahwa tinjauan secara
biomekanik serta data statistik menunjukkan bahwa faktor pekerjaan
berkontribusi pada terjadinya cedera otot akibat bekerja (Chaffin, 1999 dalam
Kantana, 2010).
Berikut
ini faktor-faktor pekerjaan yang bisa menyebabkan terjadinya cedera pada otot
atau jaringan tubuh :
a.
Postur tubuh
Postur tubuh pada saat melakukan pekerjaan
yang menyimpang dari posisi normal ditambah dengan gerakan berulang akan
meningkatkan risiko terjadinya LBP. Keyserling (1986) dalam Kantana (2010) mengembangkan
kriteria sikap tubuh membungkuk, berputar dan menekuk yang dilakukan pada waktu
bekerja berdasarkan pengukuran sikap tubuh tersebut.
Kriteria penilaian sikap tubuh :
1)
Sikap tubuh normal : tegak / sediit membungkuk
dari garis vertikal.
2)
Sikap tubuh fleksi sedang : membungkuk
dari
garis vertikal.
3)
Sikap tubuh fleksi berlebih : membungkuk
dari garis vertikal.
4)
Sikap tubuh fleksi ke samping atau berputar : menekuk ke samping kanan
atau kiri atau berputar
dari garis vertikal.
b.
Repetisi
Pengulangan gerakan kerja dengan pola yang
sama, hal ini bisa terlihat pada dimana frekuensi pekerjaan yang harus
dikerjakan tinggi, sehingga pekerja harus terus menerus bekerja agar dapat
menyesuaikan diri dengan sistem.
Kekuatan beban dapat menyebabkan peregangan
otot dan ligamen serta tekanan pada tulang dan sendi-sendi sehingga terjadi kerusakan mekanik
badan vertebrata, diskus invertebrate, ligamen, dan bagian belakang vertebrata.
Kerusakan karena beban berat secara tiba-tiba atau kelelahan akibat mengangkat beban berat yang dilakakn secara
berulang-ulang. Mikrotrauma yang berulang dapat
menyebabkan degenerasi tulang punggung daerah lumbal (Riihiimaki, 1988 dalam
Kantana, 2010).
c.
Pekerjaan statis (static exertions)
Pekerjaan yang menuntut seseorang tetap pada
posisinya, perubahan posisi dalam bekerja akan menyebabkan pekerjaan terhenti.
Pekerjaan dengan postur yang dinamis, memiliki risiko musculoskeletal disolder
(MSDs) lebih rendah dibandingkan dengan pekerjaan yang mengharuskan postur
statis. Hal ini disebabkan karena postur tubuh yang statis dapat meningkatkan
risiko yang berhubungan dengan menurunnya sirkulasi darah dan nutrisi pada
jaringan otot.
Begerak sangat diperlukan untuk pemberian
nutrisi kepada diskus, sehingga pekerjaan statis dapat mengurangi nutrisi
tersebut. Selain itu pekerjaan statis menyebabkan peregangan otot dan ligament
daerah punggung, hal ini merupakan faktor resiko timbulnya LBP (Riihiimaki,
1988 dalam Kantana 2010).
d.
Pekerjaan yang membutuhkan tenaga (forceful exertions) atau beban
Force atau tenaga merupakan jumlah usaha
fisik yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas atau gerakan. Pekerjaan atau
gerakan yang menggunakan tenaga besar akan memberikan beban mekanik yang besar
terhadap otot, tendon, ligament, dan sendi. Beban yang berat akan menyebabkan
iritasi, inflamasi, kelelahan otot, kerusakan otot, tendon, dan jaringan
lainnya.
2. Faktor Individu (Personal factors)
a. Masa Kerja
Masa kerja adalah faktor yang berkaitan
dengan lamanya seseorang bekerja disuatu perusahaan. Terkait dengan hal
tersebut, MSDs merupakan penyakit kronis yang membutuhkan waktu lama untuk
berkembang dan bermanifestasi. Jadi semakin lama waktu bekerja atau semakin
lama seseorang terpajan faktor risiko MSDs ini maka semakin besar pula risiko
untuk mengalami MSDs (Guo, 2004 dalam Kantana 2010).
Masa kerja adalah lama seseorang bekerja dihitung dari pertama masuk hingga saat penelitian berlangsung. Masa kerja ini menunjukkan lamanya seseorang terkena paparan di tempat kerja hingga saat penelitian. Semakin lama masa kerja seseorang, semakin
lama terkena paparan di tempat kerja sehingga semakin tinggi resiko terjadinya penyakit akibat kerja.
Penelitian yang dilakukan oleh Between Lutam (2005) dalam Septiawan (2012) menyatakan bahwa resiko nyeri punggung sangat berhubungan dengan lama kerja. Semakin lama bekerja, semakin tinggi tingkat resiko untuk menderita nyeri punggung. Pekerja yang memiliki masa kerja >5 tahun memiliki tingkat resiko 7,26 kali
lebih besar menderita nyeri punggung dibanding dengan yang memiliki masa kerja <5 tahun.
b. Usia
Usia
merupakan faktor yang memperberat terjadinya NPB, sehingga biasanya diderita
oleh orang berusia lanjut karena penurunan fungsi-fungsi tubuhnya terutama
tulangnya sehingga tidak lagi elastis seperti diwaktu muda. Penelitian telah
memperlihatkan bahwa resiko dari NPB meningkat pada pasien yang semakin tua,
tetapi ketika mencapai usia sekitar 65 tahun resiko akan berhenti meningkat.
Tetapi saat ini sering ditemukan orang berusia muda sudah terkena NPB. Bahkan
anak-anak dan remaja saat ini ini semakin beresiko mengalami nyeri punggung
akibat menghabiskan terlalu banyak waktu membungkuk di depan komputer atau
membawa tas sekolah yang berat dari dan ke sekolah.
Dalam
penelitian Louw, Q.A, et al (2007) dalam Tanjung (2009) di Afrika ditemukan
bahwa populasi yang paling banyak menderita NPB meliputi kelompok usia
pekerja/produktif (48%). Kelompok usia sekolah yang menderita NPB adalah 15%
dari total penderita NPB. Prevalensi anak-anak dan remaja untuk menderita NPB
adalah 33% sedangkan prevalensi orang dewasa menderita NBP adalah 50%.
c. Jenis Kelamin
Laki-laki dan
perempuan memiliki resiko yang sama terhadap keluhan nyeri punggung bawah
sampai umur 60 tahun. Namun pada kenyataannya jenis kelamin seseorang dapat
mempengaruhi timbulnya NPB, karena pada wanita keluhan ini lebih sering terjadi
misalnya pada saat mengalami siklus menstruasi, selain itu proses menopause
juga dapat menyebabkan kepadatan tulang berkurang akibat penurunan hormon
estrogen sehingga memungkinkan terjadinya NPB.
d. Kebiasaan Merokok
Kebiasaan merokok diketahui menimbulkan berbagai
dampak pada kesehatan. Hubungannya dengan kejadian NPB, diduga karena perokok
memiliki kecenderungan untuk mengalami gangguan pada peredaran darahnya,
termasuk ke tulang belakang.
Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi
merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang dirasakan. nikotin pada
rokok dapat menyebabkan berkurangnya aliran darah ke jaringan. Selain itu,
merokok dapat pula menyebabkan berkurangnya kandungan mineral pada tulang
sehingga menyebabkan nyeri akibat terjadinya
keretakan atau kerusakan pada tulang (Bernard et al, 1997; De Beeck &
Herman, 2000; dalam Ruslan, 2007).
Jumlah rokok yang dihisap dapat dalam satuan
batang, bungkus, pak per hari. Jenis perokok dapat dibagi atas 3 kelompok yaitu :
1)
Perokok Ringan
Disebut perokok ringan apabila merokok kurang
dari 10 batang per hari.
2)
Perokok Sedang
Disebut perokok sedang jika menghisap 10-20
batang per hari.
3)
Perokok Berat
Disebut perokok berat jika menghisap lebih
dari 20 batang perhari (Bustan, 1997).
e. Kebiasaan Olahraga
Pola hidup yang tidak aktif merupakan resiko terjadinya berbagai macam keluhan dan penyakit, termasuk didalamnya NPB (nyeri punggung bawah). Aktivitas fisik merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan aktivitas otot pada periode waktu tertentu (Tarwaka, 2004). Aktifitas fisik yang cukup dan dilakukan secara rutin dapat membantu mencegah terjadinya nyeri punggung bawah.
Olahraga yang teratur juga dapat memperbaiki kualitas hidup, mencegah
osteoporosis, dan berbagai penyakit rangka juga penyakit lainnya. Olahraga sangat menguntungkan karena resikonya minimal. Program olahraga harus dilakukan secara bertahap, dimulai dengan intensitas rendah pada awalnya untuk menghindari cidera pada otot dan sendi (Kurniawidjaja, dalam Yonansha S, 2012).
Aerobic fitness meningkatkan kemampuan kontraksi otot.
Delapan puluh persen (80 %) kasus nyeri tulang punggung disebabkan karena
buruknya tingkat kelenturan (tonus) otot atau kurang berolah raga. Otot
yang lemah terutama pada daerah perut tidak mampu menyokong punggung secara
maksimal. Tingkat keluhan otot juga dipengaruhi oleh tingkat kesegaran jasmani
(Kantana, 2010).
f.
Status Antropometri
Pada orang yang memiliki berat badan yang
berlebih resiko timbulnya nyeri pinggang lebih besar, karena beban pada sendi
penumpu berat badan akan meningkat, sehingga dapat memungkinkan terjadinya
nyeri pinggang. Tinggi badan berkaitan dengan panjangnya sumbu tubuh sebagai
lengan beban anterior maupun lengan posterior untuk mengangkat beban tubuh
(Satriawan, 2012).
g. Durasi Mengemudi/Lama Berkendara
Saat manusia duduk, beban maksimal lebih
berat 6-7 kali dari berdiri. Tulang atlas yang menyangga tengkorak mengalami
beban terberat. Jika riding position-nya salah, bagian tulang belakang yakni
vertebra lumbal 2-3 (mendekati tulang pinggul) akan terserang nyeri punggung
bawah.
Penelitian kontemporer yang dikemukakan oleh
Hu-tech (2005) dalam Kantana (2010) menjelaskan bahwa setidaknya setengah dari
para pengemudi kendaraan jarak jauh menderita sakit pada tubuh bagian belakang.
Penelitian ini juga menyatakan orang yang mengemudi selama lebih dari 4 jam
sehari, 6 kali lebih beresiko absen dari pekerjaannya karena sakit punggung
daripada orang yang mengemudi kurang dari 2 jam.
3. Faktor Lingkungan
a. Getaran (Vibrasi)
Getaran dapat
didefinisikan sebagai serangkaian arus bolak-balik/arus mekanis bolak-balik dan pergerakan
partikel mengitari suatu keseimbangan, merupakan sebagian kecil yang
dikemukakan. Karakteristik getaran ditinjau dari frekuensi dan intensitas.
Frekuensi getaran mengacu pada frekuensi bolak balik per detik dan diukur dalam
satuan hertz (Hz). Intensitas diukur dengan berbagai cara, seperti puncak
amplitude, kecepatan tertinggi, dan pecepatan. Reaksi fisiologis tubuh terhadap
getaran tergantung pada frekuensi dan intensitas. Getaran juga dibedakan
menjadi getaran seluruh tubuh dan getaran yang terlokalisir. Getaran seluruh
tubuh ditransmisikan ke tubuh terutama melalui bokong, misalnya saat seorang
operator menduduki tempat duduk yang bergetar. Tetapi getaran seluruh tubuh
juga dapat terjadi saat getaran memasuki tubuh melalui lengan dan tungkai.
Getaran
seluruh tubuh berakibat pada seluruh tubuh dan dapat bersumber dari berbagai
jenis kendaraan atau peralatan berat termasuk mobil, truk, bis, kereta api,
pesawat terbang, dan mesin-mesin untuk konstruksi bangunan. Pajanan getaran
setempat terutama berasal dari peralatan mesin genggam yang bergetar (Kantana,
2010).
b. Temperatur Ekstrim
Temperatur
yang dingin menyebabkan berkurangnya daya kerja sensor tubuh, aliran darah,
kekuatan otot dan keseimbangan. Sedangkan temperatur bekerja yang tinggi dapat
menyebabkan pekerja cepat merasa lelah.
C.
Etiologi Low Back Pain
Klasifikasi NPB berdasarkan penyebabnya yakni
: 1) degenerasi, 2) inflamasi (non infeksi), 3) infeksi, 4) metabolic, 5)
neoplasma, 6) traumatic, 7) congenital, 8) muskuloskeletal, 9) viscerogenik,
10) vaskulaer, 11) psikogenik, 12) pasca operasi serta multiple operasi pada
punggung.
Berdasar sistem anatomi kelas NPB terdiri
dari: 1) viscerogenik, 2) vaskulogenik, 3) neurogenik, 4) psikogenik dan 5)
spondilogenik. NPB spondilogenik berasal dari berbagai proses patologik di
kolumna vertebra, ligamen dan struktur disekitarnya. Nyeri bisa berasal dari
lesi komponen tulang (osteogenik), unsur miofasial (miogenik), diskus inter
vertebralis (diskogenik), serta proses patologik pada sendi sakroiliaka.
NPB muskuloskeletal disebabkan oleh faktor
mekanik, adanya strain pada tendo, ligamen, fasia dan otot, postur yang
abnormal, termasuk kehamilan. Faktor mekanik dari NPB berkaitan dengan
pekerjaan atau kegiatan sehari-hari. Faktor stabilitas sangat penting bagi
daerah punggung bawah sebagai fungsi gerakan sekaligus sebagai penyangga beban
tubuh. Stabilitas statis adalah diskus intervertebralis dan ligamen di sekitarnya
yang mengikat segmen-segmen vertebra. Ini harus terpenuhi untuk penyangga beban
tubuh. Stabilitas dinamis adalah otot-otot stabilisator vertebra beserta sistem neuromuskulernya ini harus
terpenuhi sebagai pergerakan.
Faktor mekanik sebagai penyebab NPB antara
lain sebagai berikut:
1.
Faktor Static
: terjadi akibat adanya deviasi dari postur atau sikap tubuh, sehingga terjadi
perubahan titik pusat tubuh. Tubuh akan berusaha mengembalikan titik pusat badan
ketempat yang normal dengan ekstra dan sering diikuti peregangan dari ligamen-ligamen
yang dapat menimbulkan nyeri. Bila terjadi terus-menerus dalam waktu lama akan menimbulkan
kelemahan otot dan lebih lanjut akan merupakan sumber nyeri.
Postur
tubuh seseorang umumnya dikatakan baik apabila dia berdiri tegak akan :
a.
Rileks tanpa
mengeluarkan tenaga yang berlebihan.
b.
Tidak melelahkan dan
tidak menimbulkan rasa nyeri dalam waktu lama.
c.
Memberikan estetis yang
baik.
Secara
fisik postur yang baik akan tampak sebagai berikut :
a.
Kepala tegak dengan kurvatura
tengkuk normal.
b.
Bahu mendatar pada
bidang frontal.
c.
Perut tidak menonjol ke
depan.
d.
Kurvatura lumbal normal.
2.
Faktor Dinamik : terjadinya
nyeri disebabkan oleh karena ritme lumbal
pelvis, yang dapat disebabkan oleh kelainan pada vertebra sehingga mempengaruhi
pergerakan atau struktur vertebra yang normal tetapi fungsinya sempurna. Pada
NPB dinamis, terdapat tiga penyebab yaitu: 1) tekanan abnormal pada punggung bawah
yang normal, missal mengangkat beban yang terlalu berat sehingga otot tidak tidak
mampu menahan atau otot mengalami strain akibat ketegangan, 2) Tekanan abnormal
punggung bawah missal scoliosis
structural, degenerasi diskus intervertebralis dan pemendekan otot
hamstring, apabila melakukan suatu aktivitas gerak membungkuk dan menegakkan badan
maka tiga komponen tersebut akan terganggu fungsinya, 3) Tekanan normal pada punggung
bawah normal tetapi tubuh tidak siap menghadapi tekanan tersebut, missal mengangkat
beban yang berat tetapi diduga ringan, sehingga tubuh tidak siap dan menimbulkan
cedera punggung bawah (Tohamuslim A, 2004 dalam Astuti 2007).
D. Pencegahan Low Back Pain
Resiko di tempat kerja meliputi kerja fisik
berat, penanganan dan cara pengangkatan barang, gerakan berulang, posisi atau
sikap tubuh selama bekerja, getaran, dan kerja statis. Maka, tindakan
pencegahan yang dilakukan juga harus berdasarkan pada faktor-faktor tersebut,
yakni :
1.
Pencegahan primer yang dilakukan untuk mencegah
timbulnya kejadian LBP di tempat kerja.
2.
Pencegahan sekunder untuk mengurangi kejadian LBP dengan deteksi dini.
3.
Pencegahan tersier dilakukan untuk meminimalisir
konsekuensi atau disabilitas yang mungkin timbul dalam perjalanan penyakitnya.
Tindakan pencegahan tersebut dilakukan
dengan strategi pencegahan sebagai berikut :
1. Edukasi dan pelatihan
Pekerja
perlu mendapatkan edukasi tentang cara bekerja yang baik, dalam hal ini yang
terkait dengan gangguan LBP. Edukasi dapat meliputi teknik mengangkat beban,
posisi tubuh saat bekerja, peregangan, dan sebagainya. Lebih lanjut juga
diberikan exercise untuk meningkatkan kekuatan, fleksibilitas, dan
ketahanan dari punggung bawah.
2. Ergonomi dan modifikasi faktor risiko
Bila
memang ada faktor risiko pekerjaan terhadap timbulnya LBP di tempat kerja, maka perlu
dilakukan upaya kontrol. Upaya ini dapat meliputi pengadaan mesin pengangkat,
ban berjalan, dan sebagainya. Adanya regulasi khusus dari perusahaan mengenai
pembatasan jumlah beban yang dapat diangkat oleh pekerja adalah langkah yang
baik. Demikian juga halnya dengan pembatasan waktu bekerja. Faktor risiko
individu, bila ada, juga harus dikendalikan. Misalkan kebiasan merokok.
Walaupun belum didapatkan bukti yang kuat bahwa modifikasi faktor risiko dapat
mencegah kejadian NPB, namun setidaknya dapat meningkatkan kesehatan pekerja
secara umum.
3. Pemilihan pekerja
Pemilihan
pekerja dilakukan dengan skrining pra-kerja. Riwayat kesehatan dan hasil
pemeriksaan fisik harus diperhatikan dengan seksama. Adanya riwayat episode LBP
sebelumnya merupakan salah satu indikator adanya kemungkinan akan berulangnya
kembali gangguan tersebut bila calon pekerja itu berhadapan dengan faktor
resiko yang ada di tempat kerja. Penggunaan rontgen dan tes kekuatan sebagai salah
satu alat skrining tidak dianjurkan karena ketidakefektifannya dalam mendeteksi
adanya LBP.
Tujuan akhir dari program pencegahan ini
meliputi :
1. Penurunan insiden dan prevalensi LBP
2. Penurunan angka disabilitas dan perbaikan
fungsi
3. Menjaga pekerja tetap dapat bekerja
4. Meningkatkan produktivitas
5. Mengurangi dampak sosioekonomi dan pekerjaan dari
LBP
E.
Teknik Latihan Pencegahan Low Back Pain
3.
Teknik Latihan
Cara yang
paling efektif untuk mencegah nyeri punggung bawah adalah olahraga dengan
teratur. Dua jenis olahraga-olahraga aerobic dan olahraga meregangkan dan
mengencangkan otot-sangat membantu.
Olahraga
aerobik, seperti berenang dan berjalan, memperbaiki kesehatan umum, mengurangi
kegemukan, dan umumnya menguatkan otot. Olahraga khusus untuk menguatkan dan
meregangkan otot pada perut, bokong, dan punggung bisa menyeimbangkan tulang
belakang dan mengurangi ketegangan pada piringan yang melindungi tulang belakang
dan ligamen yang menopang nya pada tempatnya.
Latihan memperkuat otot termasuk memiringkan panggul
dan melengkungkang perut. latihan meregangkan termasuk duduk meregangkan kaki,
lutut sampai dada meregang, dan pinggul dan quadriceps. Latihan peregangan bisa
meningkatkan nyeri punggung pada beberapa orang dan oleh karena itu harus
dilakukan dengan hati-hati. Sebagai aturan umum, setiap latihan yang
menyebabkan atau meningkatkan nyeri punggung harus dihentikan. Latihan harus
diulangi sampai otot terasa ringan tetapi tidak sepenuhnya lemah. Bernafas
selama setiap latihan adalah penting. Ketika mengangkat berat, menggunakan
sabuk pengangkat berat bisa membantu mencegah luka kembali. Orang yang
mengalami nyeri punggung harus berkonsultasi dengan dokter sebelum mulai
berolah raga.
No comments:
Post a Comment