Saturday, May 20, 2017

Low Back Pain (Nyeri Punggung Bawah)

A.    Low Back Pain (Nyeri Punggung Bawah)
1.      Pengertian Low Back Pain (Nyeri Punggung Bawah)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, punggung adalah bagian belakang tubuh dari leher sampai tulang ekor. Sedangkan batasan punggung bawah adalah bagian belakang tubuh dari vertebra torakalis XII sampai dengan pantat dan anus.
Nyeri punggung bawah atau low back pain didefinisikan sebagai nyeri dan ketidaknyamanan, yang terlokalisasi dibawah sudut iga terakhir (costal margin) dan di atas lipat bokong bawah (gluteal inferior fold), dengan atau tanpa nyeri pada tungkai (Prodia Occupational Health Institute, dalam Satriawan, 2012).
Nyeri Punggung Bawah (low back pain/LBP) adalah sindroma klinik yang ditandai dengan gejala utama nyeri atau perasaan lain yang tidak enak di daerah tulang punggung bagian bawah (Sunarto, 2011, dalam Yonansha, 2012).
Nyeri Punggung  Bawah (NPB) adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat berupa nyeri lokal (inflamasi), maupun nyeri radikuler atau  keduanya. Nyeri yang berasal dari punggung bawah dapat dirujuk ke daerah lain, atau  sebaliknya nyeri yang berasal dari daerah lain dirasakan di daerah punggung bawah  (referred pain).  NPB pada hakekatnya merupakan keluhan atau gejala dan bukan merupakan penyakit spesifik (Kantana, 2010).
2.      Gejala dan Jenis Low Back Pain
Nyeri punggung bukanlah sebuah penyakit melainkan gejala. 80-90% orang mengalami nyeri punggung selama hidup mereka. Tidak ada diagnosis khusus, dan karena itu disebut sakit punggung tidak spesifik. Banyak orang mengeluhkan nyeri disekitar bagan atas tulang belakang atau di antara sakrum dan tulang iliaka di panggul. Rasa sakit dapat disebabkan oleh ketegangan persendian, urat otot atau jaringan-jaringan lembut lainnya (Jayson, 1999).
Nyeri punggang bawah dapat dibagi dalam 6 jenis nyeri, yaitu:
a.       Nyeri punggang lokal
Jenis ini paling sering ditemukan. Biasanya terdapat di garis tengah dengan radiasi ke kanan dan ke kiri. Nyeri ini dapat berasal dari bagian-bagian dibawahnya seperti fasia, otot-otot paraspinal, korpus vertebra, sendi dan ligamen.
b.      Iritasi pada radiks
Rasa nyeri dapat berganti-ganti dengan parestesi dan dirasakan pada dermatom yang bersangkutan pada salah satu sisi badan. Kadang-kadang dapat disertai hilangnya perasaan atau gangguan fungsi motoris. Iritasi dapat disebabkan oleh proses desak ruang pada foramen vertebra atau di dalam kanalis vertebralis.


c.       Nyeri rujukan somatis
Iritasi serabut-serabut sensoris dipermukaan dapat dirasakan lebih dalam pada dermatom yang bersangkutan. Sebaliknya iritasi dibagian-bagian dalam dapat dirasakan dibagian lebih superfisial.
d.      Nyeri rujukan viserosomatis
Adanya gangguan pada alat-alat retroperitonium, intraabdomen atau dalam ruangan panggul dapat dirasakan di daerah pinggang.
e.       Nyeri karena iskemia
Rasa nyeri ini dirasakan seperti rasa nyeri pada klaudikasio intermitens yang dapat dirasakan di pinggang bawah, di gluteus atau menjalar ke paha. Dapat disebabkan oleh penyumbatan pada percabangan aorta atau pada arteri iliaka komunis.
f.        Nyeri psikogen
Rasa nyeri yang tidak wajar dan tidak sesuai dengan distribusi saraf dan dermatom dengan reaksi wajah yang sering berlebihan (Rumawas, 1996).
Nyeri punggung bawah berdasarkan sumber (PERDOSSI):
a.       Nyeri punggung bawah Spondilogenik
Nyeri yang disebabkan karena kelainan vertebrata, sndi, dan jaringan lunaknya. Antara lain spondilosis, osteoma, osteoporosis, dan nyeri punggung miofasial.
b.      Nyeri punggung bawah Viserogenik
Nyeri yang disebabkan karena kelainan pada organ dalam, misalnya kelainan ginjal, kelainan ginekologik, dan tumor retroperitoneal.
c.       Nyeri punggung bawah Vaskulogenik
Nyeri yang disebabkan karena kelainan pembuluh darah, misalnya anerisma, dan gangguan peredaran darah.
d.      Nyeri punggung bawah Psikogenik
Nyeri yang disebabkan karena gangguan psikis seperti neurosis, ansietas, dan depresi. Nyeri ini tidak menghasilkan definisi yang jelas, juga tidak menimbulkan gangguan anatomi dari akar saraf atau saraf tepi. Nyeri ini superficial tetapi dapat juga dirasakan pada bagian dalam secara nyata atau tidak nyata, radikuler maupun non radikuler, berat atau ringan. Lama keluhan tidak mempunyai pola yang jelas, dapat dirasakan sebentar ataupun bertahun-tahun.
3.      Insiden Low Back Pain
LBP sering dijumpai dalam praktek sehari-hari, terutama di negara-negara industri. Diperkirakan 70-85% dari seluruh populasi pernah mengalami episode ini selama hidupnya. Prevalensi tahunannya bervariasi dari 15-45%, dengan point prevalencerata-rata 30%. Di AS nyeri ini merupakan penyebab yang urutan paling sering dari pembatasan aktivitas pada penduduk dengan usia < 45 tahun, urutan ke 2 untuk alasan paling sering berkunjung ke dokter, urutan ke 5 alasan perawatan di rumah sakit, dan alasan penyebab yang paling sering untuk tindakan operasi (Anderson, 1999 dalam Fitriningsih dan Widodo H, 2010).
Data epidemiologi mengenai LBP di Indonesia belum ada, namun diperkirakan 40% penduduk pulau Jawa Tengah berusia diatas 65 tahun pernah menderita nyeri pinggang, prevalensi pada laki-laki 18,2% dan pada wanita 13,6%. Insiden berdasarkan kunjungan pasien ke beberapa rumah sakit di Indonesia berkisar antara 3-17% (Sadeli & Tjahjono, 2001 dalam Setyaningsih, dkk, 2009).
4.      Diagnosis LBP Dengan Pemeriksaan Fisik
a.       Inspeksi 
Gerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang membuat nyeri dan juga bentuk kolumna vertebralis, berkurangnya lordosis serta  adanya skoliosis. Berkurang sampai hilangnya lordosis lumbal dapat disebabkan oleh spasme otot para vertebral.
Gerakan-gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita:
1.      Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah.
2.      Ekstensike belakang (back extension) seringkali menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada stenosis foramen intervertebralis di lumbal dan artritis lumbal, karena gerakan ini akan menyebabkan penyempitan foramen sehingga menyebabkan suatu kompresi pada saraf spinal.
3.      Fleksi ke depan (forward flexion) secara khas akan menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada HNP, karena adanya ketegangan pada saraf yang terinflamasi diatas suatu diskus protusio sehingga meninggikan tekanan pada saraf spinal tersebut dengan jalan meningkatkan tekanan pada fragmen yang tertekan disebelahnya (jack hammer effect).
4.      Lokasi dari HNP biasanya dapat ditentukan bila pasien disuruh membungkuk ke depan ke lateral kanan dan kiri. Fleksi ke depan, ke suatu sisi atau ke lateral yang meyebabkan nyeri pada tungkai yang ipsilateral menandakan adanya HNP pada sisi yang sama.
5.      Nyeri NPB pada ekstensi kebelakang pada seorang dewasa muda menunjukkan kemungkinan adanya suatu spondilolisis atau spondilolistesis, namun ini tidak patognomonik (Satriawan, 2012).
b.      Palpasi 
Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan adanya kemungkinan suatu keadaan psikologis di bawahnya (psychological overlay).
Kadang-kadang bias ditentukan letak segmen yang menyebabkan nyeri dengan menekan pada ruangan intervertebralis atau dengan jalan menggerakkan kekanan kekiri prosesus spinosus sambil melihat respons pasien. Pada spondilolistesis yang berat dapat diraba adanya ketidak-rataan (step-off) pada palpasi di tempat/level yang terkena. Penekanan dengan jari jempol pada prosesus spinalis dilakukan untuk mencari adanya fraktur pada vertebra. Pemeriksaan fisik yang lain memfokuskan pada kelainan neurologis.
Refleks yang menurun atau menghilang secara simetris tidak begitu berguna pada diagnosis NPB dan juga tidak dapat dipakai untuk melokalisasi level kelainan, kecuali pada syndrome kauda ekuina atau adanya neuropati yang bersamaan. Refleks patella terutama menunjukkan adanya gangguan dari radiks L4 dan kurang dari L2 dan L3. Refleks tumit predominan dari S1(Satriawan, 2012).
B.     Faktor Risiko Low Back Pain
Berdasarkan studi yang dilakukan secara klinik, biomekanika, fisiologi dan epidemiologi didapatkan kesimpulan bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya cedera otot (MSDs) akibat bekerja, yaitu:
1.      Faktor Pekerjaan (Work factors)
Berdasarkan karakteristik pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang dalam interaksinya dengan sistem kerja. Berdasarkan penelitian telah terbukti bahwa tinjauan secara biomekanik serta data statistik menunjukkan bahwa faktor pekerjaan berkontribusi pada terjadinya cedera otot akibat bekerja (Chaffin, 1999 dalam Kantana, 2010).
Berikut ini faktor-faktor pekerjaan yang bisa menyebabkan terjadinya cedera pada otot atau jaringan tubuh :
a.       Postur tubuh
Postur tubuh pada saat melakukan pekerjaan yang menyimpang dari posisi normal ditambah dengan gerakan berulang akan meningkatkan risiko terjadinya LBP. Keyserling (1986) dalam Kantana (2010) mengembangkan kriteria sikap tubuh membungkuk, berputar dan menekuk yang dilakukan pada waktu bekerja berdasarkan pengukuran sikap tubuh tersebut.
Kriteria penilaian sikap tubuh :
1)   Sikap tubuh normal : tegak / sediit membungkuk  dari garis vertikal.
2)   Sikap tubuh fleksi sedang : membungkuk dari garis vertikal.
3)   Sikap tubuh fleksi berlebih : membungkuk  dari garis vertikal.
4)      Sikap tubuh fleksi ke samping atau berputar : menekuk ke samping kanan atau kiri atau berputar  dari garis vertikal.
b.      Repetisi
Pengulangan gerakan kerja dengan pola yang sama, hal ini bisa terlihat pada dimana frekuensi pekerjaan yang harus dikerjakan tinggi, sehingga pekerja harus terus menerus bekerja agar dapat menyesuaikan diri dengan sistem.
Kekuatan beban dapat menyebabkan peregangan otot dan ligamen serta tekanan pada tulang dan sendi-sendi sehingga terjadi kerusakan mekanik badan vertebrata, diskus invertebrate, ligamen, dan bagian belakang vertebrata. Kerusakan karena beban berat secara tiba-tiba atau kelelahan akibat mengangkat beban berat yang dilakakn secara berulang-ulang. Mikrotrauma yang berulang dapat menyebabkan degenerasi tulang punggung daerah lumbal (Riihiimaki, 1988 dalam Kantana, 2010).
c.       Pekerjaan statis (static exertions)
Pekerjaan yang menuntut seseorang tetap pada posisinya, perubahan posisi dalam bekerja akan menyebabkan pekerjaan terhenti. Pekerjaan dengan postur yang dinamis, memiliki risiko musculoskeletal disolder (MSDs) lebih rendah dibandingkan dengan pekerjaan yang mengharuskan postur statis. Hal ini disebabkan karena postur tubuh yang statis dapat meningkatkan risiko yang berhubungan dengan menurunnya sirkulasi darah dan nutrisi pada jaringan otot.
Begerak sangat diperlukan untuk pemberian nutrisi kepada diskus, sehingga pekerjaan statis dapat mengurangi nutrisi tersebut. Selain itu pekerjaan statis menyebabkan peregangan otot dan ligament daerah punggung, hal ini merupakan faktor resiko timbulnya LBP (Riihiimaki, 1988 dalam Kantana 2010).
d.      Pekerjaan yang membutuhkan tenaga (forceful exertions) atau beban
Force atau tenaga merupakan jumlah usaha fisik yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas atau gerakan. Pekerjaan atau gerakan yang menggunakan tenaga besar akan memberikan beban mekanik yang besar terhadap otot, tendon, ligament, dan sendi. Beban yang berat akan menyebabkan iritasi, inflamasi, kelelahan otot, kerusakan otot, tendon, dan jaringan lainnya.
2.      Faktor Individu (Personal factors)
a.       Masa Kerja
Masa kerja adalah faktor yang berkaitan dengan lamanya seseorang bekerja disuatu perusahaan. Terkait dengan hal tersebut, MSDs merupakan penyakit kronis yang membutuhkan waktu lama untuk berkembang dan bermanifestasi. Jadi semakin lama waktu bekerja atau semakin lama seseorang terpajan faktor risiko MSDs ini maka semakin besar pula risiko untuk mengalami MSDs (Guo, 2004 dalam Kantana 2010).
Masa kerja adalah lama seseorang bekerja dihitung dari pertama masuk hingga saat penelitian berlangsung. Masa kerja ini menunjukkan lamanya seseorang terkena paparan di tempat kerja hingga saat penelitian. Semakin lama masa kerja seseorang, semakin lama terkena paparan di tempat kerja sehingga semakin tinggi resiko terjadinya penyakit akibat kerja.
Penelitian yang dilakukan oleh Between Lutam (2005) dalam Septiawan (2012) menyatakan bahwa resiko nyeri punggung sangat berhubungan dengan lama kerja. Semakin lama bekerja, semakin tinggi tingkat resiko untuk menderita nyeri punggung. Pekerja yang memiliki masa kerja >5 tahun memiliki tingkat resiko 7,26 kali lebih besar menderita nyeri punggung dibanding dengan yang memiliki masa kerja <5 tahun.
b.      Usia
Usia merupakan faktor yang memperberat terjadinya NPB, sehingga biasanya diderita oleh orang berusia lanjut karena penurunan fungsi-fungsi tubuhnya terutama tulangnya sehingga tidak lagi elastis seperti diwaktu muda. Penelitian telah memperlihatkan bahwa resiko dari NPB meningkat pada pasien yang semakin tua, tetapi ketika mencapai usia sekitar 65 tahun resiko akan berhenti meningkat. Tetapi saat ini sering ditemukan orang berusia muda sudah terkena NPB. Bahkan anak-anak dan remaja saat ini ini semakin beresiko mengalami nyeri punggung akibat menghabiskan terlalu banyak waktu membungkuk di depan komputer atau membawa tas sekolah yang berat dari dan ke sekolah.
Dalam penelitian Louw, Q.A, et al (2007) dalam Tanjung (2009) di Afrika ditemukan bahwa populasi yang paling banyak menderita NPB meliputi kelompok usia pekerja/produktif (48%). Kelompok usia sekolah yang menderita NPB adalah 15% dari total penderita NPB. Prevalensi anak-anak dan remaja untuk menderita NPB adalah 33% sedangkan prevalensi orang dewasa menderita NBP adalah 50%.
c.       Jenis Kelamin
Laki-laki dan perempuan memiliki resiko yang sama terhadap keluhan nyeri punggung bawah sampai umur 60 tahun. Namun pada kenyataannya jenis kelamin seseorang dapat mempengaruhi timbulnya NPB, karena pada wanita keluhan ini lebih sering terjadi misalnya pada saat mengalami siklus menstruasi, selain itu proses menopause juga dapat menyebabkan kepadatan tulang berkurang akibat penurunan hormon estrogen sehingga memungkinkan terjadinya NPB.
d.      Kebiasaan Merokok
Kebiasaan merokok diketahui menimbulkan berbagai dampak pada kesehatan. Hubungannya dengan kejadian NPB, diduga karena perokok memiliki kecenderungan untuk mengalami gangguan pada peredaran darahnya, termasuk ke tulang belakang.
Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang dirasakan. nikotin pada rokok dapat menyebabkan berkurangnya aliran darah ke jaringan. Selain itu, merokok dapat pula menyebabkan berkurangnya kandungan mineral pada tulang sehingga menyebabkan nyeri akibat terjadinya  keretakan atau kerusakan pada tulang (Bernard et al, 1997; De Beeck & Herman, 2000; dalam Ruslan, 2007).
Jumlah rokok yang dihisap dapat dalam satuan batang, bungkus, pak per hari. Jenis perokok dapat dibagi atas 3 kelompok yaitu :
1)      Perokok Ringan
Disebut perokok ringan apabila merokok kurang dari 10 batang per hari.
2)      Perokok Sedang
Disebut perokok sedang jika menghisap 10-20 batang per hari.
3)      Perokok Berat
Disebut perokok berat jika menghisap lebih dari 20 batang perhari (Bustan, 1997).
e.       Kebiasaan Olahraga
Pola hidup yang tidak aktif merupakan resiko terjadinya berbagai macam keluhan dan penyakit, termasuk didalamnya NPB (nyeri punggung bawah). Aktivitas fisik merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan aktivitas otot pada periode waktu tertentu (Tarwaka, 2004). Aktifitas fisik yang cukup dan dilakukan secara rutin dapat membantu mencegah terjadinya nyeri punggung bawah.

Olahraga yang teratur juga dapat memperbaiki kualitas hidup, mencegah osteoporosis, dan berbagai penyakit rangka juga penyakit lainnya. Olahraga sangat menguntungkan karena resikonya minimal. Program olahraga harus dilakukan secara bertahap, dimulai dengan intensitas rendah pada awalnya untuk menghindari cidera pada otot dan sendi (Kurniawidjaja, dalam Yonansha S, 2012).
Aerobic fitness meningkatkan kemampuan kontraksi otot. Delapan puluh persen (80 %) kasus nyeri tulang punggung disebabkan karena buruknya tingkat kelenturan (tonus) otot atau kurang berolah raga. Otot yang lemah terutama pada daerah perut tidak mampu menyokong punggung secara maksimal. Tingkat keluhan otot juga dipengaruhi oleh tingkat kesegaran jasmani (Kantana, 2010).
f.        Status Antropometri
Pada orang yang memiliki berat badan yang berlebih resiko timbulnya nyeri pinggang lebih besar, karena beban pada sendi penumpu berat badan akan meningkat, sehingga dapat memungkinkan terjadinya nyeri pinggang. Tinggi badan berkaitan dengan panjangnya sumbu tubuh sebagai lengan beban anterior maupun lengan posterior untuk mengangkat beban tubuh (Satriawan, 2012).
g.      Durasi Mengemudi/Lama Berkendara
Saat manusia duduk, beban maksimal lebih berat 6-7 kali dari berdiri. Tulang atlas yang menyangga tengkorak mengalami beban terberat. Jika riding position-nya salah, bagian tulang belakang yakni vertebra lumbal 2-3 (mendekati tulang pinggul) akan terserang nyeri punggung bawah.
Penelitian kontemporer yang dikemukakan oleh Hu-tech (2005) dalam Kantana (2010) menjelaskan bahwa setidaknya setengah dari para pengemudi kendaraan jarak jauh menderita sakit pada tubuh bagian belakang. Penelitian ini juga menyatakan orang yang mengemudi selama lebih dari 4 jam sehari, 6 kali lebih beresiko absen dari pekerjaannya karena sakit punggung daripada orang yang mengemudi kurang dari 2 jam.
3.      Faktor Lingkungan
a.       Getaran (Vibrasi)
Getaran dapat didefinisikan sebagai serangkaian arus bolak-balik/arus mekanis bolak-balik dan pergerakan partikel mengitari suatu keseimbangan, merupakan sebagian kecil yang dikemukakan. Karakteristik getaran ditinjau dari frekuensi dan intensitas. Frekuensi getaran mengacu pada frekuensi bolak balik per detik dan diukur dalam satuan hertz (Hz). Intensitas diukur dengan berbagai cara, seperti puncak amplitude, kecepatan tertinggi, dan pecepatan. Reaksi fisiologis tubuh terhadap getaran tergantung pada frekuensi dan intensitas. Getaran juga dibedakan menjadi getaran seluruh tubuh dan getaran yang terlokalisir. Getaran seluruh tubuh ditransmisikan ke tubuh terutama melalui bokong, misalnya saat seorang operator menduduki tempat duduk yang bergetar. Tetapi getaran seluruh tubuh juga dapat terjadi saat getaran memasuki tubuh melalui lengan dan tungkai.
Getaran seluruh tubuh berakibat pada seluruh tubuh dan dapat bersumber dari berbagai jenis kendaraan atau peralatan berat termasuk mobil, truk, bis, kereta api, pesawat terbang, dan mesin-mesin untuk konstruksi bangunan. Pajanan getaran setempat terutama berasal dari peralatan mesin genggam yang bergetar (Kantana, 2010).
b.      Temperatur Ekstrim
Temperatur yang dingin menyebabkan berkurangnya daya kerja sensor tubuh, aliran darah, kekuatan otot dan keseimbangan. Sedangkan temperatur bekerja yang tinggi dapat menyebabkan pekerja cepat merasa lelah.
C.    Etiologi Low Back Pain
Klasifikasi NPB berdasarkan penyebabnya yakni : 1) degenerasi, 2) inflamasi (non infeksi), 3) infeksi, 4) metabolic, 5) neoplasma, 6) traumatic, 7) congenital, 8) muskuloskeletal, 9) viscerogenik, 10) vaskulaer, 11) psikogenik, 12) pasca operasi serta multiple operasi pada punggung.
Berdasar sistem anatomi kelas NPB terdiri dari: 1) viscerogenik, 2) vaskulogenik, 3) neurogenik, 4) psikogenik dan 5) spondilogenik. NPB spondilogenik berasal dari berbagai proses patologik di kolumna vertebra, ligamen dan struktur disekitarnya. Nyeri bisa berasal dari lesi komponen tulang (osteogenik), unsur miofasial (miogenik), diskus inter vertebralis (diskogenik), serta proses patologik pada sendi sakroiliaka.
NPB muskuloskeletal disebabkan oleh faktor mekanik, adanya strain pada tendo, ligamen, fasia dan otot, postur yang abnormal, termasuk kehamilan. Faktor mekanik dari NPB berkaitan dengan pekerjaan atau kegiatan sehari-hari. Faktor stabilitas sangat penting bagi daerah punggung bawah sebagai fungsi gerakan sekaligus sebagai penyangga beban tubuh. Stabilitas statis adalah diskus intervertebralis dan ligamen di sekitarnya yang mengikat segmen-segmen vertebra. Ini harus terpenuhi untuk penyangga beban tubuh. Stabilitas dinamis adalah otot-otot stabilisator vertebra  beserta sistem neuromuskulernya ini harus terpenuhi sebagai pergerakan.
Faktor mekanik sebagai penyebab NPB antara lain sebagai berikut:
1.      Faktor Static : terjadi akibat adanya deviasi dari postur atau sikap tubuh, sehingga terjadi perubahan titik pusat tubuh. Tubuh akan berusaha mengembalikan titik pusat badan ketempat yang normal dengan ekstra dan sering diikuti peregangan dari ligamen-ligamen yang dapat menimbulkan nyeri. Bila terjadi terus-menerus dalam waktu lama akan menimbulkan kelemahan otot dan lebih lanjut akan merupakan sumber nyeri.
Postur tubuh seseorang umumnya dikatakan baik apabila dia berdiri tegak akan :
a.      Rileks tanpa mengeluarkan tenaga yang berlebihan.
b.      Tidak melelahkan dan tidak menimbulkan rasa nyeri dalam waktu lama.
c.      Memberikan estetis yang baik.


Secara fisik postur yang baik akan tampak sebagai berikut :
a.      Kepala tegak dengan kurvatura tengkuk normal.
b.      Bahu mendatar pada bidang frontal.
c.      Perut tidak menonjol ke depan.
d.      Kurvatura lumbal normal.
2.      Faktor Dinamik : terjadinya nyeri disebabkan oleh karena ritme lumbal pelvis, yang dapat disebabkan oleh kelainan pada vertebra sehingga mempengaruhi pergerakan atau struktur vertebra yang normal tetapi fungsinya sempurna. Pada NPB dinamis, terdapat tiga penyebab yaitu: 1) tekanan abnormal pada punggung bawah yang normal, missal mengangkat beban yang terlalu berat sehingga otot tidak tidak mampu menahan atau otot mengalami strain akibat ketegangan, 2) Tekanan abnormal punggung bawah missal scoliosis structural, degenerasi diskus intervertebralis dan pemendekan otot hamstring, apabila melakukan suatu aktivitas gerak membungkuk dan menegakkan badan maka tiga komponen tersebut akan terganggu fungsinya, 3) Tekanan normal pada punggung bawah normal tetapi tubuh tidak siap menghadapi tekanan tersebut, missal mengangkat beban yang berat tetapi diduga ringan, sehingga tubuh tidak siap dan menimbulkan cedera punggung bawah (Tohamuslim A, 2004 dalam Astuti 2007).




D.    Pencegahan Low Back Pain
Resiko di tempat kerja meliputi kerja fisik berat, penanganan dan cara pengangkatan barang, gerakan berulang, posisi atau sikap tubuh selama bekerja, getaran, dan kerja statis. Maka, tindakan pencegahan yang dilakukan juga harus berdasarkan pada faktor-faktor tersebut, yakni :
1.      Pencegahan primer yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kejadian LBP di tempat kerja.
2.      Pencegahan sekunder untuk mengurangi kejadian LBP dengan deteksi dini.
3.      Pencegahan tersier dilakukan untuk meminimalisir konsekuensi atau disabilitas yang mungkin timbul dalam perjalanan penyakitnya.
Tindakan pencegahan tersebut dilakukan dengan  strategi pencegahan sebagai berikut :
1.      Edukasi dan pelatihan
Pekerja perlu mendapatkan edukasi tentang cara bekerja yang baik, dalam hal ini yang terkait dengan gangguan LBP. Edukasi dapat meliputi teknik mengangkat beban, posisi tubuh saat bekerja, peregangan, dan sebagainya. Lebih lanjut juga diberikan exercise untuk meningkatkan kekuatan, fleksibilitas, dan ketahanan dari punggung bawah.
2.      Ergonomi dan modifikasi faktor risiko
Bila memang ada faktor risiko pekerjaan terhadap timbulnya LBP di tempat kerja, maka perlu dilakukan upaya kontrol. Upaya ini dapat meliputi pengadaan mesin pengangkat, ban berjalan, dan sebagainya. Adanya regulasi khusus dari perusahaan mengenai pembatasan jumlah beban yang dapat diangkat oleh pekerja adalah langkah yang baik. Demikian juga halnya dengan pembatasan waktu bekerja. Faktor risiko individu, bila ada, juga harus dikendalikan. Misalkan kebiasan merokok. Walaupun belum didapatkan bukti yang kuat bahwa modifikasi faktor risiko dapat mencegah kejadian NPB, namun setidaknya dapat meningkatkan kesehatan pekerja secara umum.
3.      Pemilihan pekerja
Pemilihan pekerja dilakukan dengan skrining pra-kerja. Riwayat kesehatan dan hasil pemeriksaan fisik harus diperhatikan dengan seksama. Adanya riwayat episode LBP sebelumnya merupakan salah satu indikator adanya kemungkinan akan berulangnya kembali gangguan tersebut bila calon pekerja itu berhadapan dengan faktor resiko yang ada di tempat kerja. Penggunaan rontgen dan tes kekuatan sebagai salah satu alat skrining tidak dianjurkan karena ketidakefektifannya dalam mendeteksi adanya LBP.
Tujuan akhir dari program pencegahan ini meliputi :
1.      Penurunan insiden dan prevalensi LBP
2.      Penurunan angka disabilitas dan perbaikan fungsi
3.      Menjaga pekerja tetap dapat bekerja
4.      Meningkatkan produktivitas
5.      Mengurangi dampak sosioekonomi dan pekerjaan dari LBP


E.     Teknik Latihan Pencegahan Low Back Pain
3.      Teknik Latihan
Cara yang paling efektif untuk mencegah nyeri punggung bawah adalah olahraga dengan teratur. Dua jenis olahraga-olahraga aerobic dan olahraga meregangkan dan mengencangkan otot-sangat membantu.
Olahraga aerobik, seperti berenang dan berjalan, memperbaiki kesehatan umum, mengurangi kegemukan, dan umumnya menguatkan otot. Olahraga khusus untuk menguatkan dan meregangkan otot pada perut, bokong, dan punggung bisa menyeimbangkan tulang belakang dan mengurangi ketegangan pada piringan yang melindungi tulang belakang dan ligamen yang menopang nya pada tempatnya.
Latihan memperkuat otot termasuk memiringkan panggul dan melengkungkang perut. latihan meregangkan termasuk duduk meregangkan kaki, lutut sampai dada meregang, dan pinggul dan quadriceps. Latihan peregangan bisa meningkatkan nyeri punggung pada beberapa orang dan oleh karena itu harus dilakukan dengan hati-hati. Sebagai aturan umum, setiap latihan yang menyebabkan atau meningkatkan nyeri punggung harus dihentikan. Latihan harus diulangi sampai otot terasa ringan tetapi tidak sepenuhnya lemah. Bernafas selama setiap latihan adalah penting. Ketika mengangkat berat, menggunakan sabuk pengangkat berat bisa membantu mencegah luka kembali. Orang yang mengalami nyeri punggung harus berkonsultasi dengan dokter sebelum mulai berolah raga.

No comments:

Post a Comment

Tampilan arsip Teratas

PSEA (Protection from Sexual Exploitation and Abuse)

PERKENALAN PSEA (Protection from Sexual Exploitation and Abuse) Dalam semua konteks di mana lembaga atau organisasi pembangunan dan/atau ban...

Tampilan Arsip Populer