Saturday, May 20, 2017

Las Karbit

A.    Las  Karbit
1.      Definisi Las Karbit 
Pengelasan atau dalam bahasa Inggris “Welding” adalah salah satu teknik penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau tanpa tekanan dan dengan atau tanpa logam tambahan dan menghasilkan sambungan yang kontinu (Sonawan dan Suratman, 2000). 
Menurut Maman Suratman (2001), las asetilin (las karbit) adalah cara pengelasan dengan menggunakan nyala api yang didapat dari pembakaran gas asetilin dan oksigen (zat asam).
2.      Proses Pengelasan pada Las Karbit Las karbit disebut juga las asetilin.
Las karbit sebagaimana juga las yang lain berfungsi sebagai alat untuk menyambung, memotong, atau mengerjakan logam dengan panas dengan cara mencairkan logam tersebut. Panas untuk mencairkan logam diperoleh dari pembakaran gas karbit/asetilin. Agar gas karbit mudah terbakar maka diberi oksigen melalui selang ke pembakar (Boentarto, 1997). Teknik mengelas meliputi tiga tahapan yaitu tehnik menyalakan api las, teknik posisi dan tehnik mematikan api las.
Teknik Menyalakan Api Las  dilakukan dengan menggunakan brander. Apabila pekerja las karbit belum terampil, sebaiknya menggunakan batang bara api yang cukup panjang. Jika menggunakan korek api, sebaiknya memakai korek api khusus untuk mengelas. Sebelum ujung brander disulut, kran-kran dan tekanan kerja harus sudah disetel sesuai dengan brander yang digunakan (Boentarto, 1997)
Teknik Posisi Mengelas Posisi brander terhadap benda yang dilas sangat mempengaruhi hasil pengelasan. Bermacam-macam posisi benda kerja antara lain yaitu tegak misalnya rangka bangunan, miring misalnya rangka atap bangunan dan sebagainya. Tidak semua benda kerja tersebut dapat diangkat dan diubah posisinya dengan mudah. Banyak benda kerja yang besar dan berat seperti rangka mobil, pintu gerbang yang sulit diubah posisinya. Dalam hal ini pengelasan harus menyesuaikan dengan letak benda kerja tersebut (Boentarto, 1997). 
Teknik posisi harus diikuti dengan gerakan pembakar dan kawat las yang benar. Ada arah gerakan yang dianjurkan untuk masing-masing benda kerja agar hasil pengelasan baik. Arah gerakan maju atau ke kiri dianjurkan ketika mengelas baja yang tebalnya sampai 4,5 mm atau mengelas besi tuang dan bahan-bahan non ferro. Arah gerakan brander ke kanan atau mundur dianjurkan untuk mengelas baja yang tebalnya 4,5 mm ke atas (Boentarto, 1997).
Teknik Mematikan Api Las Mematikan nyala api las tidak sama dengan mematikan api kompor atau obor. Mematikan nyala las dilakukan dengan menutup kran gas asetilin agar nyala api mati (Boentarto, 1997).

B.     Alat Pelindung Diri Pada Bengkel Las Dan Pengecatan
Jenis Alat Pelindung Diri Pada Bengkel Las dan pengecatan adalah sebagaimana tersebut di bawah ini.
1.      Helm Pengaman
Helm pengaman sangat penting penggunaannya, yaitu untuk menghindari:
a.       Tumbukan langsung benda keras dengan kepala. 
b.      Kejatuhan langsung benda keras terhadap kepala.
c.       Cipratan ledakan-ledakan kecil dari cairan las yang mengakibatkan terbakarnya bagian kepala (Nurdin, 1999). 
Syarat-syarat dari helm pengaman yaitu:
a.       Nyaman dipakai. 
b.      Kuat dan tahan dari benturan, panas dan goresan benda tajam. 
c.       Daya kalor panasnya relatif kecil. Terbuat dari fibre glass (Nurdin, 1999).
2.      Kacamata Las (Gogel) 
Pelindung mata digunakan untuk menghindari pengaruh radiasi energi seperti sinar ultra violet, inframerah dan lain-lain yang dapat merusak mata. Pemaparan sinar ultra violet dengan intensitas tinggi dalam waktu singkat atau pemaparan sinar ultra violet intensitas rendah dalam waktu cukup lama akan merusak kornea mata. Para pekerja yang kemungkinan dapat terkena bahaya dari sinar yang menyilaukan, seperti sinar dari las potong dengan menggunakan gas dan percikan dari las sinar yang memijar harus menggunakan pelindung mata khusus. Pekerjaan pengelasan juga menghasilkan radiasi inframerah tergantung pada temperatur lelah mental (Direktorat Hilir Bidang Pemasaran dan Niaga, 2002). Jenis pelindung mata yang digunakan sebagai alat pelindung diri oleh pekerja las karbit adalah kacamata las (gogel). Kacamata las (gogel) sangat penting digunakan pada saat mengelas, untuk melindungi mata dari radiasi sinar ultra violet, sinar tampak dan sinar inframerah. Gogel tersebut harus mampu menurunkan kekuatan pancaran sinar tampak dan harus dapat melindungi mata dari pancaran sinar ultra violet dan inframerah. Untuk mendapatkan kacamata las dengan kaca gelap yang memiliki sifat tidak tembus sinar-sinar berbahaya sulit didapatkan. Namun, biasanya kacamata las hanya dapat menahan sekian persen dari sinar-sinar yang berbahaya, sehingga dapat dicegah bahayanya bagi mata. Lebih banyak sinar dari suatu panjang gelombang yang dipancarkan oleh suatu sumber bahaya, maka lebih besar pula daya absorbsi untuk sinar itu yang harus dipunyai kacamata las. Untuk keperluan ini maka kacamata las harus mempunyai warna tranmisi tertentu, misalnya abu-abu, coklat atau hijau. Lensa kacamata tidak boleh terlalu gelap, karena tidak dapat melihat benda kerja dengan jelas, tetapi juga tidak boleh terlalu terang, sebab akan menyilaukan. Bahan dari kacamata las (gogel) dapat terbuat dari plastik yang transparan dengan lensa yang dilapisi kobalt untuk melindungi bahaya radiasi gelombang elektromagnetik non ionisasi dan kesilauan atau lensa yang terbuat dari kaca yang dilapisi timah hitam untuk melindungi dari radiasi gelombang elektromagnetik dan mengion (Budiono, 2003). 
Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam memilih gogel adalah: 
a.       Harus mempunyai daya penerus yang tepat terhadap cahaya tampak.
b.      Harus mampu menahan cahaya dan sinar yang berbahaya.
c.       Harus mempunyai sifat-sifat yang tidak melelahkan mata. 
d.      Harus tahan lama dan mempunyai sifat yang tidak mudah berubah. 
e.       Harus memberikan rasa nyaman kepada pemakai (Wiryosumarto, 2000).
3.      Pelindung Muka 
Pelindung muka dipakai untuk melindungi seluruh muka terhadap kebakaran kulit sebagai akibat dari cahaya busur, percikan dan lain-lainnya, yang tidak dapat dilindungi dengan hanya memakai pelindung mata saja. Bentuk dari pelindung muka bermacam-macam, dapat berbentuk helm las (helmet welding) dan kedok las (handshield welding). Kedok las yang dipegang dengan tangan, digunakan pada waktu mengelas di bawah tangan, vertikal maupun horizontal. Helm las dipakai pada kepala sehingga kedua tangan bisa bebas. Alat ini digunakan terutama pada waktu mengelas posisi di atas kepala. Kedok las dan helm las dilengkapi dengan kaca penyaring (filter) yang harus dipakai selama proses pengelasan. Tujuan dari filter ini adalah untuk menghilangkan dan menyaring sinar infra merah dan ultra violet. Filter dilapisi oleh kaca bening atau kaca plastik yang ditempatkan di sebelah luar dan dalam, fungsinya untuk melindungi filter dari percikan-percikan las (Nurdin, 1999).
4.      Kacamata Bening (Safety Spectacles) 
Kacamata bening dipakai pada waktu membersihkan terak, karena terak sangat rapuh dan keras pada waktu dingin (Nurdin, 1999).
5.      Pelindung Telinga (Hearing Protection)
 Alat pelindung telinga digunakan untuk melindungi telinga dari kebisingan pada waktu menggerinda, meluruskan benda kerja, persiapan pengelasan dan lain sebagainya (Nurdin, 1999).


6.      Alat Pelindung Hidung (Respirator) 
Alat pelindung hidung digunakan untuk menjaga asap dan debu agar tidak langsung masuk ke hidung (Nurdin, 1999).
7.      Pakaian Kerja 
Pakaian kerja pada waktu mengelas berfungsi untuk melindungi anggota badan dari bahaya-bahaya waktu mengelas.
Syarat-syarat pakaian kerja yaitu: 
a.       Bahan pakaian kerja harus terbuat dari kain katun atau kulit, karena katun dan kulit akan tidak cepat bereaksi bila bersentuhan dengan panas.
b.      Menghindari pakaian kerja yang terbuat dari bahan polyester atau bahan yang mengandung sintetis, karena bahan tersebut akan cepat bereaksi dan mudah menempel pada kulit badan apabila kena loncatan bunga api.
c.       Pakaian kerja tidak terlalu longgar dan tidak terlalu sempit, karena kalau terlalu longgar akan menambah ruang gerak anggota badan, terlalu sempit akan mengurangi gerak anggota badan. 
d.      Hindarkan celana dari lipatan bagian bawah, hal ini dapat menimbulkan tersangkut dengan benda lain at kemasukan bunga api (Nurdin, 1999).
8.      Pelindung Dada (Apron).
Bagian dalam dada merupakan bagian yang sangat peka terhadap pengaruh panas dan sinar yang tajam. Sinar dari las listrik termasuk sinar yang sangat tajam. Untuk melindungi bagian dalam dada tersebut digunakan pelindung dada. Pelindung dada dipakai setelah baju las (Boentarto, 1997).

9.      Sarung Tangan 
Pekerjaan mengelas selalu berhadapan dengan benda-benda panas dan arus listrik. Untuk melindungi jari-jari tangan dari benda panas dan sengatan listrik, maka tukang las harus memakai sarung tangan yang tahan panas dan bersifat isolasi. Sarung tangan harus lemas sehingga tidak mengganggu pekerjaan jari-jari tangan. Sarung tangan dibuat dari kulit atau asbes lunak untuk memudahkan memegang pemegang elektroda. Waktu mengelas harus selalu memakai sepasang sarung tangan (Boentarto, 1997).
10.  Sepatu Kerja.
Fungsi dari sepatu kerja yaitu untuk melindungi kaki dari benda-benda tajam, kejatuhan benda-benda tajam dan percikan cairan logam serta goresan-goresan benda-benda tajam. Syarat-syarat dari sepatu kerja yaitu kuat dan tahan api, tinggi dengan penutup ujung sepatu dari baja, dan bahan dari kulit (Nurdin, 1999).

C.    Proses Pengecatan Mobil
Ada beberapa perbedaan proses pengecatan bila ditinjau dari bahan cat yang akan digunakan. Misalnya pengecatan untuk cat akhir (top coat) solid menggunakan cat dasar yang lebih gelap dari warna yang sama, cat akhir metalik harus menggunakan cat dasar silver, cat akhir candy harus menggunakan cat dasar silver, cat ‘bunglon’ (warna bisa berubah-ubah tergantung cahaya yang diterima bodi kendaraan) harus menggunakan cat dasar hitam dan lain sebagainya. Pada bahasan ini hanya akan dibahas proses pengecatan pada umumnya.
Mempersiapkan permukaan yang akan dicat dengan baik akan menghasilkan kualitas pengecatan yang maksimal, karena pada umumnya kagagalan pengecatan dipengaruhi oleh persiapan permukaan yang buruk. Indikator dari permukaan yang baik dinilai dari kehalusan permukaan, kebersihan permukaan dari karat, lemak dan kotoran lainnya.
1.      Persiapan Permukaan
Persiapan permukaan dapat dilakukan dengan kimiawi misalnya dengan pengasaman (pickling) yaitu dengan pengolesan bodi kendaraan dengan zat asam, tetapi pengasaman ini sebatas untuk menghentikan serangan korosi pada logam. Setelah pengasaman komponen dicuci dan dikeringkan dengan cermat guna menghilangkan semua bahan kimia aktif dari celah-celah dan lubang-lubang, serta untuk menjamin agar cat dapat merekat erat pada logam. Cara lain adalah dengan dibersihkan dengan amplas dan dikombinasikan dengan semprotan air untuk membasuh semua debu, menghilangkan produk korosi, dan kotoran yang dapat larut dalam air.
2.      Aplikasi Dempul
Dempul digunakan untuk mengisi bagian yang tidak rata atau penyok dalam, membentuk suatu bentuk dan membuat permukaan halus. Terdapat beberapa tipe dempul, tergantung kedalaman penyok yang harus diisi dan material yang akan digunakan. Dempul terdapat tiga jenis yaitu
a.       polyester putty (dempul plastik), pada umumnya mengandung extender pigment dan dapat membentuk lapisan (coat) yang tebal dan mudah mengamplasnya, tetapi menghasilkan tekstur kasar,
b.      epoxy putty, digunakan untuk memperbaiki resin part, tetapi dalam hal kemampuan pengeringan, pembentukan, pengamplasan lebih buruk dari polyster,
c.       lacquer putty digunakan untuk mengisi goresan, lubang kecil (paint hole) atau penyok kecil setelah surfacer.
Secara rinci ikuti langkah-langkah berikut :
a.       Oleskan dempul yang telah dicampur hardener untuk mengisi bagian-bagian yang tidak rata. Biarkan kering di udara selama 30 menit atau dikeringkan dengan lampu infra merah pada suhu ± 50 ° C selama 10 menit.
b.      Amplas permukaan putty dengan amplas kering no. 80 dilanjutkan dengan no. 180 dan no. 280 atau amplas basah no. 240 dilanjutkan dengan no. 320 dan no. 400.
c.       Bersihkan permukaan dari debu amplas dengan multi thinner dan dikeringkan.
3.      Pengamplasan
Setelah dempul dioleskan dan dikeringkan, bagian-bagian yang menonjol dapat diamplas secara manual dengan blok tangan atau secara mekanis dengan sander. Langkah-langkah pengamplasan dapat dirinci sebagai berikut:
a.       Tempelkan selembar amplas #80 pada sander, dan gosoklah seluruh area dengan menggerakkan sander dari depan ke belakang, dan dari samping ke samping, serta semua arah diagonal.
b.      Tempelkan lembaran amplas #120 pada blok tangan, gosoklah permukaan dengan hati-hati, sambil menguji permukaan dengan sentuhan.
c.       Tempelkan lembaran amplas #200 pada blok tangan. Pada tahap ini kita dapat mengamplas sedikit keluar area pendempulan untuk meratakan permukaan lengkungan dan area sekitarnya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengamplasan:
a.       Pekerjaan mengamplas dapat dimulai setelah reaksi pengeringan dempul berakhir. Apabila dempul diamplas sebelum dingin sempurna, maka kemungkinan akan terjadi pengerutan.
b.      Untuk mencegah goresan yang dalam di sekitar cat, usahakan pekerjaan pengamplasan hanya di bagian yang ditutup dempul.
c.       Jangan mengamplas keseluruhan area sekaligus, tetapi dengan hatihati sambil memeriksa kerataan permukaan sebelum pengamplasan dilanjutkan.
4.      Prosedur Masking
Prosedur masking dapat diklasifikasikan menurut area lapisan (coat) dan tipe dari metode pengecatan yang dijelaskan sebagai berikut :

a.       Masking untuk Aplikasi Surfacer
Karena aplikasi surfacer menggunakan tekanan udara yang lebih rendah dari pada yang untuk top coat (untuk memperkecil over spray), maka proses masking untuk pekerjaan permukaan dapat disederhanakan. Metode masking terbalik (reverse masking) biasanya digunakan untuk mencegah timbulnya semprotan berganda (spray step).
Reserve masking adalah suatu metode dimana masking paper diaplikasikan dengan membalik luar-dalam, sehingga suatu lapisan (coat) tipis dari kabut cat akan melekat disepanjang bordir. Metode ini digunakan untuk memperkecil timbulnya tangga (step) dan membuat border tidak kentara (tidak kelihatan). Dalam bekerja disuatu area kecil, misalnya spot repainting, border dapat dibuat (ditetapkan) disuatu bodi panel tertentu
b.      Masking untuk Block Repainting
Untuk masking block repainting, panel seperti misalnya fender atau door (pintu) harus dimasking sendiri-sendiri. Untuk lubang-lubang yang ada pada panel tersebut (misalnya lubang untuk trim pieces, atau gap diantara panel) harus ditutup untuk mencegah kabut cat masuk kedalam area tersebut. Apabila terlalu sulit untuk menutup lubang, maka lubang tersebut dapat ditutup dari dalam, sehingga dapat mencegah melekatnya kabut cat pada bagian dalam bodi kendaraan.

c.       Masking untuk Shading atau Spot Repainting
Dalam pengecatan ulang suatu panel tanpa border, maka perlu digunakan shading pada panel tersebut. Untuk memastikan
bahwa semprotan cat tidak menimbulkan tangga semprotan, maka area harus dimasking dengan menggunakan teknik reverse masking (masking terbalik).
5.      Proses Pengecatan
Bungkuslah bagian depan quarter wheel housing. Tempelkan masking paper pada masking tape yang diaplikasikan dalam step “3”. Masking rocker panel tersebut diatas adalah langkah masking terakhir. Setelah itu dapat dilakukan pengecatan kecil (spot repainting) pada pintu belakang. Langkah masking sebagaimana tersebut diatas urutannya tidak selalu harus demikian. Bisa dilakukan menurut kreatifitas siswa.
Pengoperasian Spraygun a. Menggunakan Spraygun Agar dapat mengecat dengan mantap tanpa menjadi lelah, harus dijaga sikap relaks tanpa memegang bahu, pundak atau lengan yang menahan spraygun. Biasanya spraygun ditahan dengan ibu jari, telunjuk dan kelingking, sedangkan trigger ditarik dengan jari tengah dan jari manis.
Agar dapat mengecat dengan mantap tanpa menjadi lelah, harus dijaga sikap rileks tanpa memegang bahu, pundak atau lengan yang menahan spraygun. Biasanya spraygun ditahan dengan ibu jari, telunjuk dan kelingking, sedangkan trigger ditarik dengan jari tengah dan jari manis...l
D.    Kepatuhan
Safariano (1990) di kutip oleh Slamet (1996) mengatakan bahwa kepatuhan / ketaatan (comploance/ adherence) adalah tingkat seseorang melaksanakan sesuatu sesuai dengan yang disarankan oleh seseorang dan atau petugas kesehatan.
Menurut taylor (1991) ada beberapa varaibel yang berhubungan dengan kepatuhan :
  1. Keadaan Kesakitan dan Pengobatan
Kepatuhan terhadap gaya hidup dan kebiasaan lama, perilaku menyimpang dari kesehatan, secara umum dapat bervariasi dan sering sangat rendah
  1. Ciri- Ciri Individual
Variabel demografis juga digunakan untuk meramalkan kepatuhan seseoarng individu, misalnya di Amerika Serikat, para wanita, kaum kulit putih dan orang- orang tua cenderung memiliki nilai kepatuhan yang baik.
  1. Komunikasi Dengan Petugas
Berbagai tehnik komunikasi dengan seseorang mempengaruhi tingkat kepatuhan, misalnya informasi dengan pengawasan yang cukup, kepuasan hubungan emosional dengan petugas, frekwensi pengawasan, dukungan dan tindak lanjut juga cukup penting.
  1. Variabel- Variabel Sosial
Hubungan antara dukungan sosial dengan kepatuhan pada umumnya orang dapat diterima jika diberi pertolongan dan perhatian yang cukup.
  1. Persepsi dan Pengharapan
Variabel- variabel dari health belief model bahwa kepatuhan sebagai fungsi dari keyakinan- keyakinan tentang kesehatan, ancaman yang dirasakan, pertimbangan mengenai hambatan dan kerugian menjadi faktor penentu.
Menurut Kelman (1958) yang dikutip oleh Sarwano (1993) bahwa perubahan sikap dan perilaku individu dimulai dari tahap :
  1. Kepatuhan : mula- mula individu mematuhi anjuran/ instruksi petugas tanpa kerelaan untuk melakukan tindakan tersebut dan seringkali karena ingin menghindari hukuman/ sangsi karena tidak patuh atau untuk memperoleh imbalan yang dijanjikan jika ia mematuhi anjuran tersebut. Biasanya perubahan bersifat sementara, artinya tindakan dilakukan selama dalam proses pengawasan dari petugas.
  2. Identifikasi : kepatuhan yang timbul karena individu merasa tertarik sehingga ingin menirukan tindakannya tanpa memahami sepenuhnya arti dan manfaat dari tindakan tersebut.
  3. Internalisasi : perilaku yang baru dianggap bernilai positif bagi dirinya dan di integrasikan dengan niali- nilai lain dari hidupnya.
Menurut Muherman (2003) ketaatan/ kepatuhan dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
  1. Ketaatan Penuh (Total Complience)
Pada keadaan ini seseorang tidak hanya melakukan suatu pekerjaan rutin tetapi juga patuh terhadap aturan yang berlaku
  1. Tidak Taat Sama Sekali (Non Complience)
Seseorang yang selalu mengabaikan aturan dan norma yang sudah dianjurkan sebelumnya.

E.     Ketajaman Penglihatan
1.      Definisi Ketajaman
Penglihatan Ketajaman penglihatan (visus) adalah nilai kebalikan sudut (dalam menit) terkecil di mana sebuah benda masih kelihatan dan dapat dibedakan (Gabriel, 1995). Menurut Edi S. Affandi (2005), tajam penglihatan adalah kemampuan untuk membedakan antara dua titik yang berbeda pada jarak tertentu.
2.      Anatomi dan Faal Mata 
Mata adalah indera penglihatan. Mata dibentuk untuk menerima rangsangan berkas-berkas cahaya pada retina, lalu dengan perantaraan serabut-serabut nervus optikus, mengalihkan rangsangan ini ke pusat penglihatan pada otak, untuk ditafsirkan. Adapun anatomi organ penglihatan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:
a.       Adneksa Mata 
Merupakan jaringan pendukung mata yang terdiri dari:
1).    Kelopak Mata Kelopak mata berfungsi melindungi mata dan berkedip serta untuk melicinkan dan membasahi mata.
2).    Konjungtiva.  Konjungtiva adalah membran tipis yang melapisi dan melindungi bola mata bagian luar.
3).    Sistem Saluran Air Mata (Lakrimal). Menghasilkan cairan air mata, dimana terletak pada pinggir luar dari alis mata.
4).    Rongga Orbita Merupakan rongga tempat bola mata yang dilindungi oleh tulang-tulang yang kokoh.
5).    Otot-Otot Bola Mata Masing-masing bola mata mempunyai 6 (enam) buah otot yang berfungsi menggerakkan kedua bola mata secara terkoordinasi pada saat melirik (Perdami, 2005).
b.      Bola Mata.
  Jika diurut mulai dari yang paling depan sampai bagian belakang, mata terdiri dari:
1).    Kornea.  Kornea disebut juga selaput bening mata, jika mengalami kekeruhan akan sangat mengganggu penglihatan. Kornea bekerja sebagai jendela bening yang melindungi struktur halus yang berada di belakangnya, serta membantu memfokuskan bayangan pada retina. Kornea tidak mengandung pembuluh darah (Pearce, 1999).
2).    Sklera.  Yaitu lapisan berwarna putih di bawah konjungtiva serta merupakan bagian dengan konsistensi yang relatif lebih keras untuk membentuk bola mata (Perdami, 2005).
3).    Bilik Mata Depan. Suatu rongga yang berisi cairan yang memudahkan iris untuk bergerak (Perdami, 2005).
4).    Uvea. Terdiri dari 3 bagian yaitu iris, badan siliar dan koroid. Iris adalah lapisan yang dapat bergerak untuk mengatur banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. Badan siliar berfungsi menghasilkan cairan yang mengisi bilik mata, sedangkan koroid merupakan lapisan yang banyak mengandung pembuluh darah untuk memberi nutrisi pada bagian mata (Perdami, 2005).
5).    Pupil. Merupakan suatu lubang tempat cahaya masuk ke dalam mata, dimana lebarnya diatur oleh gerakan iris (Perdami, 2005). Bila cahaya lemah iris akan berkontraksi dan pupil membesar sehingga cahaya yang masuk lebih banyak. Sedangkan bila cahaya kuat iris akan berelaksasi dan pupil mengecil sehingga cahaya yang masuk tidak berlebihan.
6).    Lensa. Lensa adalah suatu struktur biologis yang tidak umum. Transparan dan cekung, dengan kecekungan terbesar berada pada sisi depan (Seeley, 2000). Lensa adalah organ fokus utama, yang membiaskan berkas-berkas cahaya yang terpantul dari benda-benda yang dilihat, menjadi bayangan yang jelas pada retina. Lensa berada dalam sebuah kapsul elastik yang dikaitkan pada korpus siliare khoroid oleh ligamentum suspensorium. Dengan mempergunakan otot siliare, permukaan anterior lensa dapat lebih atau agak kurang dicembungkan, guna memfokuskan benda-benda dekat atau jauh. Hal ini disebut akomodasi visuil (Pearce, 1999).
7).    Badan Kaca (Vitreus). Bagian terbesar yang mengisi bola mata, disebut juga sebagai badan kaca karena konsistensinya yang berupa gel dan bening dapat meneruskan cahaya yang masuk sampai ke retina (Perdami, 200:2).
8).    Retina. Merupakan reseptor yang peka terhadap cahaya. Retina adalah mekanisme persyarafan untuk penglihatan. Retina memuat ujung-ujung nervus optikus. Bila sebuah bayangan tertangkap (tertangkap oleh mata) maka berkas-berkas cahaya benda yang dilihat, menembus kornea, aqueus humor, lensa dan badan vitreus guna merangsang ujung-ujung saraf dalam retina. Rangsangan yang diterima retina bergerak melalui traktus optikus menuju daerah visuil dalam otak, untuk ditafsirkan. Kedua daerah visuil menerima berita dari kedua mata, sehingga menimbulkan lukisan dan bentuk (Pearce, 1999).
9).    Papil Saraf Optik.  Berfungsi meneruskan rangsangan cahaya yang diterima dari retina menuju bagian otak yang terletak pada bagian belakang kepala (korteks oksipital) (Perdami, 2005). 
Bagian mata yang sangat penting dalam memfokuskan bayangan pada retina adalah kornea, aqueus humor, lensa dan badan vitreus. Seperti yang selalu terjadi dalam menafsirkan semua perasaan yang datang dari luar, maka sejumlah stasiun penghubung bertugas untuk mengirimkan perasaan, dalam hal ini penglihatan. Sebagian stasiun penghubung ini berada dalam retina. Sebelah dalam tepi retina, terdapat lapisan-lapisan batang dan kerucut yang merupakan sel-sel penglihat khusus yang peka terhadap cahaya. Sela-sela berupa lingkaran yang terdapat di antaranya, disebut granula. Ujung proximal batang-batang dan kerucut-kerucut itu membentuk sinapsis (penghubung) pertama dengan lapisan bipoler dalam retina. Proses kedua yang dilakukan sel-sel itu adalah membentuk sinapsis kedua dengan sel-sel ganglion besar, juga dalam retina. Axon-axon sel-sel ini merupakan serabut-serabut dalam nervus optikus. Serabut-serabut saraf ini bergerak ke belakang, mula-mula mencapai pusat yang lebih rendah dalam badan-badan khusus talamus, lantas akhirnya mencapai pusat visual khusus dalam lobus oksipitalis otak, di mana penglihatan ditafsirkan (Pearce, 1999).
3.      Fungsi Refraksi Mata 
Lensa memegang peranan penting dalam pembiasan (refraksi) cahaya. Refraksi adalah pembiasan cahaya apabila cahaya memasuki media yang berbeda kerapatannya (densitasnya) dengan arah miring. Pada saat berkas cahaya datang dari udara melewati bangunan yang bening pada mata yang disebut media refrakta, maka cahaya tadi akan dibengkokkan (dibelokkan). Media refrakta meliputi kornea, lensa, dan badan kaca. Lensa adalah bagian yang penting dalam proses ini karena lensa membelokkan cahaya agar cahaya tadi dapat difokuskan (dipusatkan ) di retina. Dari retina cahaya diubah ke dalam impuls cahaya yang dihantarkan melewati nervus optikus ke pusat penglihatan di lobus oksipitalis otak (Darling dan Thorpe, 1996). 
Apabila lensa berada dengan jarak fokus yang sama, maka bayangan akan kabur apabila objek didekatkan ke mata. Untuk dapat melihat objek yang didekatkan mata dengan jelas harus terjadi perubahan kecembungan lensa untuk dapat mengubah jarak fokus (jarak titik api). Proses ini disebut akomodasi. Akomodasi dimungkinkan karena adanya zonula atau ligamentum suspensorium lentis yang mengelilingi lensa, yang dikendalikan oleh muskulus siliaris. Apabila muskulus siliaris berkontraksi, ligamentum suspensorium mengalami relaksasi (mengendor) dan menambah kelengkungan lensa. Kejadian ini diiringi dengan konvergensi mata dan konstriksi pupil untuk memungkinkan cahaya melewati bagian sentral lensa. Pada mata normal dimungkinkan untuk melihat objek sedekat 25 cm (Darling dan Thorpe, 1996).

F.     Faktor Penyebab Gangguan Penglihatan 
Ketajaman penglihatan seseorang dapat berkurang. Hal ini disebabkan antara lain oleh faktor faktor sebagai berikut: 
1.      Kuat Penerangan atau Pencahayaan.
Mata manusia sensitif terhadap kekuatan pencahayaan, mulai dari beberapa lux di dalam ruangan gelap hingga 100.000 lux di tengah terik matahari. Kekuatan pencahayaan ini aneka ragam yaitu berkisar 2000-100.000 di tempat terbuka sepanjang siang dan 50-500 lux pada malam hari dengan pencahayaan buatan. Penambahan kekuatan cahaya berarti menambah daya, tetapi kelelahan relatif bertambah pula. Kelelahan ini diantaranya akan mempertinggi kecelakaan. Namun meskipun pencahayaan cukup, harus dilihat pula aspek kualitas pencahayaan, antara lain faktor letak sumber cahaya. Sinar yang salah arah dan pencahayaan yang sangat kuat menyebabkan kilauan pada obyek. Kilauan ini dapat menimbulkan kerusakan mata. Begitu juga penyebaran cahaya di dalam ruangan harus merata supaya mata tidak perlu lagi menyesuaikan terhadap berbagai kontras silau, sebab keanekaragaman kontras silau menyebabkan kelelahan mata. Sedangkan kelelahan mata dapat menyebabkan:
a.       Iritasi, mata berair dan kelopak mata berwarna merah (konjungtivitis)
b.       Penglihatan rangkap
c.       Sakit kepala
d.      Ketajaman penglihatan merosot, begitu pula kepekaan terhadap perbedaan (contrast sensitivity) dan kecepatan pandangan
e.       Kekuatan menyesuaikan (accomodation) dan konvergensi menurun (Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat, 1990).
2.      Waktu Papar 
Pemaparan terus menerus misalnya pada pekerja sektor perindustrian yang jam kerjanya melebihi 40 jam/minggu dapat menimbulkan berbagai penyakit akibat kerja. Yang dimaksud dengan jam kerja adalah jam waktu bekerja termasuk waktu istirahat (Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat, 1990). Meskipun terjadi keanekaragaman jam kerja, umumnya pekerja informal bekerja lebih dari 7 jam/hari. Hal ini menimbulkan adannya beban tambahan pada pekerja yang pada akhirnya menyebabkan kelelahan.mental dan kelelahan mata.
3.      Umur 
Ketajaman penglihatan berkurang menurut bertambahnya usia. Pada tenaga kerja berusia lebih dari 40 tahun, visus jarang ditemukan 6/6, melainkan berkurang. Maka dari itu, kontras dan ukuran benda perlu lebih besar untuk melihat dengan ketajaman yang sama (Suma’mur, 1996). Makin banyak umur, lensa bertambah besar dan lebih pipih, berwarna kekuningan dan menjadi lebih keras. Hal ini mengakibatkan lensa kehilangan kekenyalannya, dan karena itu, kapasitasnya untuk melengkung juga berkurang. Akibatnya, titik-titik dekat menjauhi mata, sedang titik jauh pada umumnya tetap saja.


4.      Kelainan Refraksi 
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, benda kaca, dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda selalu melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh (Ilyas, 2004). 
Dikenal beberapa titik di dalam bidang refraksi, seperti Pungtum Proksimum merupakan titik terdekat dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas. Pungtum Remotum adalah titik terjauh dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas, titik ini merupakan titik dalam ruang yang berhubungan dengan retina atau foveola bila mata istirahat. Pada emetropia, pungtum remotum terletak di depan mata (Ilyas, 2004). 
Secara klinik kelainan refraksi adalah akibat kerusakan ada akomodasi visuil, entah itu sebagai akibat perubahan biji mata, maupun kelainan pada lensa. Kelainan refraksi yang sering dihadapi sehari-hari adalah miopia, hipermetropia, presbiopia, dan astigmatisma.
G.    Pemeriksaan Gangguan Penglihatan 
Pemeriksaan ketajaman penglihatan dapat dilakukan dengan menggunakan Optotype Snellen, kartu Cincin Landolt, kartu uji E, dan kartu uji Sheridan/Gardiner. Tajam penglihatan dan penglihatan kurang dibagi dalam tujuh kategori. Adapun penggolongannya adalah sebagai berikut:
1.      Penglihatan normal Pada keadaan ini penglihatan mata adalah normal dan sehat.
2.      Penglihatan hampir normal Tidak menimbulkan masalah yang gawat, akan tetapi perlu penyebabnya. Mungkin suatu penyakit masih dapat diperbaiki.
3.      Low vision sedang Dengan kacamata kuat atau kaca pembesar masih dapat membaca dengan cepat.
4.      Low vision berat Masih mungkin orientasi dan mobilitas umum akan tetapi mendapat kesukaran pada lalu lintas dan melihat nomor mobil. Untuk membaca diperlukan lensa pembesar kuat. Membaca menjadi lambat.
5.      Low vision nyata Bertambahnya masalah orientasi dan mobilisasi. Diperlukan tongkat putih untuk mengenal lingkungan. Hanya minat yang kuat masih mungkin membaca dengan kaca pembesar; umumnya memerlukan Braille, radio, pustaka kaset.
6.      Hampir buta Penglihatan kurang dari 4 kaki untuk menghitung jari. Penglihatan tidak bermanfaat, kecuali pada keadaan tertentu. Harus mempergunakan alat nonvisual.
7.      Buta total Tidak mengenal rangsangan sinar sama sekali. Seluruhny tergantung pada alat indera lainnya atau tidak mata (Ilyas, 2004). Di bawah ini ditunjukkan tabel penggolongan keadaan tajam penglihatan normal, tajam penglihatan kurang (low vision) dan tajam penglihatan dalam keadaan buta. 


H.    Pengaruh Pemakaian Kacamata Las Terhadap Gangguan Penglihatan
Sinar yang ditimbulkan pada waktu mengelas bila langsung mengenai mata tanpa menggunakan kacamata las sangat berbahaya. Sinar-sinar yang membahayakan tersebut adalah sinar tampak, sinar inframerah dan sinar ultra violet (Nurdin, 1999) 
Semua sinar tampak yang masuk ke mata akan diteruskan oleh lensa dan kornea mata ke retina mata. Bila cahaya ini terlalu kuat maka akan segera menjadi kelelahan pada mata (Nurdin, 1999). Kelelahan pada mata berdampak pada berkurangnya daya akomo asi mata. Hal ini menyebabkan pekerja dalam melihat mencoba mendekatkan matanya terhadap obyek untuk memperbesar ukuran benda, maka akomodasi lebih dipaksa. Keadan ini menimbulkan penglihatan rangkap dan kabur. Pengaruh sinar infra merah terhadap mata sama dengan pengaruh panas, yaitu akan terjadi pembengkakan pada kelopak mata, terjadinya peyakit cornea, presbiovia yang terlalu dini dan kerabunan (Nurdin, 1999). Radiasi dapat menimbulkan kerusakan sel pada lensa mata sehingga sel-sel itu tidak mampu melakukan peremajaan. Sebagai akibatnya, lensa mata dapat mengalami kerusakan permanen. Lensa mata yang terpapari radiasi dalam waktu cukup lama akan berakibat pada fungsi transparasi lensa menjadi terganggu sehingga penglihatan menjadi kabur. Penyinaran yang mengenai mata dengan dosis 2-5 Sv dapat mengakibatkan terjadinya katarak pada lensa mata. Radiasi lebih mudah menimbulkan katarak pada usia muda dibandingkan dengan usia tua (Akadi, 2000). Sinar ultra violet akan segera merusak epitel kornea.
Pasien yang telah terkena sinar ultra violet akan memberikan keluhan 4-10 jam setelah trauma. Pasien akan merasa mata sangat sakit, mata seperti kelilipan atau kemasukan pasir, fotofobia, blefarospasme, dan konjungtiva kemotik (Nurdin, 1999). Kornea akan menunjukkan adanya infiltrat pada permukaannya, yang kadang-kadang disertai dengan kornea yang keruh dan uji fluorensin positif. Keratitis terutama terdapat pada fisura palpebra. Pupil akan terlihat miosis. Tajam penglihatan akan terganggu. Keratitis ini dapat sembuh tanpa cacat, akan tetapi bila radiasi berjalan lama kerusakan dapat permanen sehingga akan memberikan kekeruhan pada kornea (Ilyas, 2004). Akibat dari sinar-sinar tersebut tidak akan lama apabila pekerja las telah memenuhi persyaratan bekerja, yaitu dengan menggunakan kacamata pelindung yang ditentukan. Oleh karena itu, kacamata las sangat penting digunakan pada saat mengelas karena dapat melindungi mata dari radiasi ultra violet, sinar tampak dan sinar inframerah (Suratman, 2001). Dengan menggunakan kacamata las, maka mata pekerja las akan terhindar dari paparan langsung sinar tampak, sinar inframerah, serta sinar ultra violet yang berbahaya bagi mata karena pemaparan langsung sinar-sinar tersebut ke mata dapat mengakibatkan gangguan ketajaman penglihatan pada mata.

No comments:

Post a Comment

Tampilan arsip Teratas

PSEA (Protection from Sexual Exploitation and Abuse)

PERKENALAN PSEA (Protection from Sexual Exploitation and Abuse) Dalam semua konteks di mana lembaga atau organisasi pembangunan dan/atau ban...