Saturday, May 20, 2017

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Dermatitis Kontak Akibat Kerja Pada Karyawan Binatu

Ringkasan Penelitian

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Terjadinya Dermatitis Kontak Akibat Kerja
Pada Karyawan Binatu











Dikutip dari hasil Karya Tulis Ilmiah
mahasiswa Program Strata-1 Kedokteran Umum
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro – Semarang tahun 2012
ADILAH AFIFAH (G2A008006)

Disusun untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Hiegene Perusahaan :
Nama  :  Pebri Wahyuansari (311.13.023)


Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Nusa Tenggara Barat
2015
Kata Pengantar

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga tugas Hiegine Perusahaan yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Dermatitis Kontak Akibat Kerja Pada Karyawan Binatu”, dapat terselesaikan tepat waktu. Tidak lupa saya sampaikan terimakasih  kepada Bapak Alpachino Junido L, SKM selaku dosen pembimbing pendidikan karena telah memberikan masukan kepada saya. Besar harapan saya ringkasan ilmiah ini dapat memenuhi nilai tugas pada mata kuliah  Hiegine Perusahaan.
Saya menyadari bahwa ringkasan ilmiah ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu, saya mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan ringkasan ilmiah ini.
Demikian, semoga ringkasan ilmiah ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan para mahasiswa FKM-UNTB  pada umumnya.


Mataram, 1 Mei 2015
         Penulis              


(Pebri Wahyuansari)

 









Ringkasan

A.      Latar belakang masalah
Dermatitis kontak merupakan peradangan pada kulit disebabkan oleh suatu bahan yang kontak dengan kulit. Di Amerika, sebesar 90% dari semua penyakit kulit akibat kerja, berupa dermatitis kontak ( American Academy of Dermatology, 1994). Sedangkan dari seluruh dermatitis kontak akibat kerja ini, diperkirakan 20% merupakan dermatitis kontak alergi.
Dari data beberapa penyakit kulit alergik di RSDK Semarang selama lima tahun (1996-2000) didapatkan dermatitis kontak menempati urutan tertinggi diikuti oleh dermatitis atopik, urtikaria dan reaksi kulit karena obat. Sedangkan menurut Kurniati S. C. di RSUD tangerang (Oktober 1996 - Oktober1997) didapatkan 51 kasus dermatitis kontak, 41,17% berupa dermatitis kontak iritan dan 5,88% merupakan penyakit akibat kerja. Kasus-kasus ini sering ditemui pada pekerjaan mencuci yang sering kontak langsung dengan sabun dan deterjen. Pada tahun 1999-2001 di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo dermatitis kontak iritan kronik akibat deterjen pertahun sekitar 9,09-20,95% dari seluruh dermatitis kontak.
Secara garis besar, dermatitis kontak ini diklasifikasikan menjadi2 bagian besar, yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergi. Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi inflamasi non-imunologi. Sedangkan dermatitis kontak alergi, merupakan reaksi inflamasi yang berkaitan dengan proses imunologi, reaksi alergi tipe IV. Ada dua fase untuk menimbulkan dermatitis kontak alergi, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi. Berdasarkan reaksi yang timbul pada reaksi akut maupun kronis, dermatitis kontak ini memiliki spektrum gejala klinis meliputi ulserasi, folikulitis, erupsi akneiformis, milier, kelainan pembentukkan pigmen, alopesia, urtikaria, dan reaksi granulomatosa.
Terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak yang dapat terbagi dalam faktor eksogen dan faktor endogen. Faktor eksogen meliputi tipe dan karakteristik agen, karakteristik paparan, serta faktor lingkungan. Sedangkan faktor endogen meliputi faktor genetik, jenis kelamin, usia, ras, lokasi kulit, dan riwayat atopi.
Sebelumnya, pernah dilakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya dermatitis kontak pada pekerja, beberapa diantaranya adalah pada pegawai salon yang dilakukan oleh Rika Mulyaningsih (2005), didapatkan hasil kelompok usia dengan angka kejadian tertinggi yaitu pada pegawai usia 20-30 tahun (54,2%), wanita (79,1%) dibandingkan pria (20,9%), kelompok dengan paparan ulang terhadap agen (70,8%), lokasi tersering adalah telapak tangan dan sela jari (73%), serta terdapat pengaruh penggunaan alat pelindung diri sebagai faktor protektif.7 Dan penelitian oleh Fatma Lestari dkk, (2007) tentang faktor yang berhubungan dengan dermatitis kontak pada karyawan PT Inti Pantja Press Industri didapatkan hasil angka kejadian tertinggi pada usia < 30 tahun (60,5%) dan lama kerja < 2 tahun (66,7%), sedangkan riwayat atopi, kebersihan diri dan penggunaan alat pelindung diri tidak memiliki hubungan yang bermakna.
Adanya perubahan gaya hidup masyarakat yang lebih menyukai hal-hal yang praktis membawa efek positif pada usaha penyedia jasa. Salah satu jenis usaha penyedia jasa yang menjadi berkembang dan semakin menjamur dikalangan masyarakat adalah binatu. Hal ini memberikan konsekuensi, semakin banyak orang yang terjun bekerja di binatu, sehingga semakin banyak pula kemungkinan orang yang berisiko terkena dermatitis kontak, mengingat bekerja di binatu akan berkontak dengan bahan-bahan yang memiliki potensi menimbulkan dermatitis kontak baik iritan maupun alergi.
Melihat hal diatas, bahwa karyawan binatu memiliki potensi lebih untuk mengalami dermatitis kontak, sedangkan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan dermatitis kontak akibat kerja pada karyawan binatu masih terbatas. Penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara jenis pekerjaan sebagai karyawan binatu terhadap risiko terjadinya dermatitis kontak dan mencari faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya dermatitis kontak pada karyawan binatu.

B.      Perumusan masalah
Apa sajakah faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja pada karyawan binatu?
C.      Tujuan penelitian
a.    Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja pada karyawan binatu.
b.    Tujuan khusus
1.      Mengetahui kejadian dermatitis kontak akibat kerja yang terjadi pada karyawan binatu di Kecamatan Ungaran Timur dan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang
2.      Mengetahui hubungan jenis pekerjaan dengan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja pada karyawan binatu
3.      Mengetahui hubungan karakteristik paparan berupa durasi paparan, frekuensi paparan, dan faktor mekanis terhadap terjadinya dermatitis kontak akibat kerja pada karyawan binatu
4.      Mengetahui hubungan faktor endogen berupa usia, jenis kelamin, riwayat atopi, dan penggunaan alat pelindung diri terhadap terjadinya dermatitis kontak akibat kerja pada karyawan binatu

D.    Penelitian Tedahulu
a.       Judul penelitian
1.      Dilakukan oleh Rika Mulyaningsih (2005). Dengan judul “faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya dermatitis kontak pada pekerja pada pegawai salon”.
2.      Dilakukan oleh Fatma Lestari dkk, (2007). Dengan judul “faktor yang berhubungan dengan dermatitis kontak pada karyawan PT Inti Pantja Press Industri”.
b.      Variabel penelitian
1.    Rika Mulyaningsih (2005)
Independen              : faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya dermatitis kontak
Dependen                 : terjadinya dermatitis kontak pada pekerja pada pegawai salon
2.      Fatma Lestari dkk, (2007)
Independen            : faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya dermatitis kontak
Dependen               : dermatitis kontak pada karyawan PT Inti Pantja Press

E.     Landasan teori
1.      Pengertian Dermatitis Kontak
Penyakit kulit akibat kerja atau penyakit kulit okupasi adalah keadaan abnormal dari kondisi kulit karena adanya kontak dengan substansi atau berhubungan dengan proses yang ada di lingkungan kerja. Penyakit kulit okupasi merupakan masalah besar untuk kesehatan masyarakat karena efeknya yang sering kronik dan memiliki pengaruh yang besar terhadap keadaan ekonomi masyarakat dan para karyawan.5 Dermatitis kontak sendiri adalah suatu inflamasi pada kulit yang dapat disertai dengan adanya edema interseluler pada epidermis karena kulit berinteraksi dengan bahan-bahan kimia yang berkontak dengan kulit. Berdasarkan penyebabnya, dermatitis kontak ini dibagi menjadi dermatitis kontak  iritan dan dermatitis kontak alergi.
2.      Jenis Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi:
1)      Dermatitis kontak iritan
Dermatitis kontak iritan merupakan respon inflamasi yang tidak berkaitan dengan reaksi imun dikarenakan paparan langsung dari agen bahan iritan dengan kulit.
2)      Dermatitis kontak alergi
Dermatitis kontak alergi adalah reaksi hipersensitifitas tipe IV akibat pajanan kulit dengan bahan-bahan yang bersifat sensitizer (alergen), reaksi imunologi tipe IV ini merupakan reaksi hipersensitifitas tipe lambat.

F.     Prosedur penelitian atau cara pengumpulan data
1.      Jenis Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yang didapatkan dari hasil wawancara responden yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
2.      Waktu dan Tempat Pengumpulan Data
Pengambilan data penelitian telah dilakukan selama 4 bulan dan pengelolaan serta analisis data juga dilakukan selama 3 bulan. Wawancara untuk pengambilan data dilakukan pada responden, yaitu karyawan binatu di Kecamatan Ungaran Timur dan Ungaran Barat Kabupaten Semarang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
3.      Alur Penelitian
Pembuatan Kuesioner
Uji validitas dan Uji reliabilitas kuesioner
Pencarian subyek, yaitu karyawan binatu yang dipilih secara acak serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi,bersedia mengikuti penelitian dibuktikan dengan menandatangani informed consent
Wawancara responden dan pengisian
kuesioner oleh peneliti
Diagnosis dermatitis kontak oleh 3
investigator dari dokter residen bagian
ilmu kesehatan kulit dan kelamin
Dermatitis kontak
akibat kerja
Tidak dermatitis
kontak akibat kerja
ANALISIS DATA DAN HASIL
 























4.      Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data meliputi pengeditan, pengkodingan, dan pemberian nilai (scoring) kemudian data dimasukkan dan dihitung frekuensinya kemudian ditampilkan dalam tabel. Analisis univariat, dilihat besar hasil masing-masing variabel bebas, yaitu jenis pekerjaan, frekuensi paparan, masa kerja, penggunaan alat pelindung diri, faktor mekanis, usia, jenis kelamin, riwayat atopi. Pengujian hipotesis analisis bivariat menggunakan uji korelasi Chi Square / Fisher Exact untuk melihat besar hubungan antara masing-masing variabel bebas tadi dengan kejadian dermatitis kontak pada karyawan binatu. Uji analisis multivariat dengan regresi logistik.
5.      Jadwal penelitian
Bulan
Kegiatan
Okt
Nov
Des
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul 
Agst
Penyusunan
Ringkasan ilmiah











Pengujian
Ringkasan ilmiah











Revisi
Ringkasan ilmiah











Persiapan
sarana
penelitian











Pengumpulan
Data











Pengolahan
dan analisis
data











Pengujian
hasil karya
tulis ilmiah













G.    Hasil dan pembahasan
a.      Hasil Penelitian
a)      Gambaran umum lokasi penelitian
Kecamatan Ungaran Timur dan Ungaran Barat terletak di wilayah Kabupaten Semarang. Kecamatan tersebut merupakan hasil pemekaran dari Kecamatan Ungaran. Kecamatan Ungaran Timur memiliki luas 37,99 hektar dengan jumlah rumah tangga 18.532 dan jumlah penduduk 68.185 jiwa, terdiri dari 10 desa/kelurahan yaitu, Kalikayen, Kalongan, Kawengen, Leyangan, Mluweh, Sidomulyo, Beji, Gedang anak, Kalirejo, dan Susukan. Untuk penyebaran  keberadaan binatu di Kecamatan Ungaran Timur tidak merata diseluruh desa/kelurahan, untuk wilayah ini binatu ditemukan di kelurahan Leyangan, Sidomulyo, Beji, Gedang anak, Kalirejo dan Susukan yang terdiri dari baik binatu yang mengelola cucian sendiri maupun hanya sebagai agen.
Di Kecamatan Ungaran Barat yang memiliki luas 35,96 hektar dengan jumlah rumah tangga 19.173 dan jumlah penduduk 74.055 jiwa, terdiri dari 11 desa/kelurahan yaitu, Branjang, Candirejo, Gogik, Kalisidi, Keji, Lerep, Nyatnyono, Bandarjo, Genuk, Langensari, Ungaran, Mijen. Sama seperti di Kecamatan Ungaran Timur, penyebaran dari keberadaan binatu tidak merata di semua desa/kelurahan, untuk wilayah ini binatu banyak ditemukan di kelurahan Genuk, Langensari, Ungaran, Bandarjo, dan Mijen, baik yang mengelola cucian sendiri maupun hanya sebagai agen. Dalam penelitian ini melibatkan 50 karyawan binatu sebagai responden, dari 25 binatu yang mengelola cucian sendiri di kecamatan Ungaran Barat dan Ungaran timur. Binatu yang didatangi merupakan binatu kiloan dengan tarif 2.500-3.500 rupiah perkilogram cucian. Bahan-bahan yang sering digunakan oleh binatu-binatu tersebut meliputi deterjen, pelembut pakaian, penghilang noda, pemutih pakaian, pelicin pakaian dan parfum khusus laundry.
b)      Karakteristik responden
Dari 50 responden didapatkan 9 responden berjenis kelamin laki-laki (18%) dan jenis kelamin perempuan disini lebih mendominasi, yaitu 41 responden (82%). Untuk usia responden penelitian dibagi menjadi 2 kelompok, berdasarkan nilai mean dari usia responden dan didapatkan kelompok <30 tahun dan >30 tahun. Pembagian ini bertujuan untuk melihat hubungan usia responden dengan timbulnya dermatitis kontak. Dari hasil penelitian didapatkan 31 responden dengan usia < 30 tahun (62%), 19 responden usia >30 tahun (38%), dan didapatkan usia termuda 16 tahun sedangkan usia tertua 60 tahun.
Jenis pekerjaan di binatu terbagi menjadi 3 kelompok, pembagian jenis pekerjaan ini bertujuan untuk melihat pengaruh dari jenis pekerjaan yang dikerjakan dengan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja, dari hasil penelitian didapatkan 13 responden dengan tugas menyeterika dan pengemasan (13%), 10 responden bertugas memilah dan mencuci (20%), serta 27 responden dengan  tugas mengerjakan semua pekerjaan di binatu dari memilah pakaian, mencuci, menyeterika, hingga pengemasan (54%).
c)      Distribusi berdasarkan penggunaan APD
Penggunaan alat pelindung diri (APD) berupa sarung tangan ini dibagi menjadi 3 kelompok yaitu selalu menggunakan, kadang-kadang dan tidak pernah. Didapatkan tidak ada responden yang selalu menggunakan alat pelindung diri berupa sarung tangan ketika bekerja, 12 responden kadang-kadang menggunakan (24%), dan 38 responden tidak pernah menggunakan (76%).
d)      Distribusi berdasarkan faktor mekanis
Hasil penelitian didapatkan bahwa 16 responden tidak memiliki riwayat adanya faktor mekanis ketika bekerja (32%), dan 34 responden memiliki riwayat adanya faktor mekanis ketika bekerja (68%). Faktor mekanis ini dapat dialami ketika mengucek, menyikat, maupun menyeterika.
e)      Distribusi berdasarkan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja
Hasil penelitian dari 50 responden, didapatkan 22 responden tidak mengalami dermatitis kontak (44%) dan 28 responden mengalami dermatitis kontak akibat kerja (56%), diagnosis dermatitis kontak akibat kerja berdasarkan data hasil daftar pertanyaan anamnesis keluhan karyawan yang kemudian dikonsulkan kepada 3 dokter residen kulit dan kelamin untuk ditentukan diagnosisnya.
f)       Analisis hubungan faktor risiko dengan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja
1.      Analisis hubungan jenis kelamin dengan terjadinya dermatitis kontak pada karyawan binatu
Variabel jenis kelamin, didapatkan hasil analisis dengan uji chi square didapatkan nilai p= 0,441 (p>0,05), rasio prevalensi (RP) sebesar 1,765 dengan 95% confidence interval (CI) 0,412-7,555. Hasil ini menunjukkan bahwa jenis kelamin perempuan memiliki risiko terjadinya dermatitis kontak 1,8 kali dibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki, meskipun secara statistik tidak memiliki hubungan yang bermakna karena nilai p>0,05.
2.      Analisis hubungan usia dengan terjadinya dermatitis kontak pada karyawan binatu
Hasil uji chi square untuk uji hubungan variabel usia dengan kejadian dermatitis kontak didapatkan nilai p= 0,833 (p>0,05), rasio prevalensi (RP) sebesar 0,833 dengan 95% confidence interval (CI) 0,357-3,587 sehingga untuk variabel usia, tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan terjadinya dermatitis kontak.
3.      Analisis hubungan jenis pekerjaan dengan terjadinya dermatitis kontak pada karyawan binatu
Hasil uji chi square didapatkan nilai p= 0,009 untuk variabel jenis pekerjaan, sehingga karena nilai p<0,05 maka untuk jenis pekerjaan memiliki hubungan yang bermakna dengan terjadinya dermatitis kontak.
4.      Analisis hubungan masa kerja dengan terjadinya dermatitis kontak pada karyawan binatu
Hasil analisis dengan uji chi square didapatkan nilai p= 0,384, rasio prevalensi (RP) sebesar 0,583 dengan 95% confidence interval (CI) 0,172- 1,974 sehingga karena nilai p>0,05 maka untuk variabel masa kerja tidak memiliki hubungan yang bermakna terhadap terjadinya dermatitis kontak.
5.      Analisis hubungan frekuensi paparan dengan terjadinya dermatitis kontak pada karyawan binatu
Variabel frekuensi paparan dengan uji chi square memberikan nilai p= 0,010, sehingga karena nilai p< 0,05 maka untuk variabel frekuensi paparan memiliki hubungan yang bermakna dengan terjadinya dermatitis kontak. Dari hasil penelitian, 42,9% responden yang mengalami dermatitis kontak akibat kerjakontak dengan bahan paparan > 8 kali/hari.
6.      Analisis hubungan penggunaan alat pelindung diri/ APD (sarung tangan) dengan terjadinya dermatitis kontak pada karyawan binatu
Hasil analisis uji chi square didapatkan nilai p= 0,251, nilai rasio prevalensi (RP) sebesar 2,147 dengan 95% conficence interval (CI) 0,574-8,029. Hasil ini menunjukkan bahwa meskipun secara statistik tidak ada hubungan yang bermakn, antara penggunaan alat pelindung diri berupa sarung tangan dengan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja (p>0,05), tetapi karyawan yang tidak pernah menggunakan alat pelindung diri berupa sarung tangan memiliki risiko mengalami dermatitis kontak 2,1 kali dibandingkan karyawan yang menggunakan sarung tangan walaupun kadang-kadang.
7.      Analisis hubungan riwayat atopi dengan terjadinya dermatitis kontak pada karyawan binatu
Untuk riwayat atopi, hasil analisis dengan uji chi square memberikan hasil nilai p= 0,035, rasio prevalensi (RP) 3,556 dengan 95% confidence interval (CI) 1,071-11,808. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat atopi dengan terjadinya dermatitis kontak karena p<0,05.
8.      Analisis hubungan faktor mekanis dengan terjadinya dermatitis kontak pada karyawan binatu
Hasil analisis dengan uji chi square untuk variabel faktor mekanis, memberikan hasil nilai p= 0,000 dan rasio prevalensi (RP) sebesar 12 dengan 95% confidence interval (CI) 2,772-52,273. Hasil ini (p<0,05) menujukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara faktor mekanis dengan terjadinya dermatitis kontak.

b.      Pembahasan
Dermatitis kontak merupakan reaksi peradangan pada kulit akibat suatu bahan yang kontak dengan kulit.1 Bahan penyebab dermatitis kontak ini dapat berupa bahan kimia, fisik, maupun biologi.9 Bekerja sebagai karyawan binatu memberikan konsekuensi akan lebih sering kontak dengan bahan-bahan yang dapat menyebabkan dermatitis kontak. Proses kerja yang ada di binatu meliputi memilah cucian yang masuk, mencuci, menyeterika dan pengemasan. Masing-masing proses kerja tersebut memungkinkan karyawan kontak dengan agen penyebab dermatitis kontak akibat kerja.
Cucian yang masuk sebelum dicuci akan dipilah lebih dahulu, pada proses ini karyawan memang tidak berkontak dengan bahan kimia, tetapi kulit dapat kontak dengan cucian kotor dan bercampur dengan debu atau bulu binatang ketika memilah. Tidak semua cucian dapat dibersihkan dengan mesin cuci saja, sering cucian yang masuk terlalu kotor atau memiliki noda yang sulit hilang sehingga perlu penanganan secara manual, ketika mencuci secara manual ini karyawan dapat kontak langsung dengan deterjen atau penghilang noda. Pada proses menyeterika beberapa binatu menggunakan pelicin dan pewangi pakaian, sehingga ketika karyawan menyeterika memungkinkan kulit terpapar bahan tadi. Pada bagian pengemasan, cucian yang sudah bersih dan rapi akan diberikan parfum khusus untuk binatu sebelum dikemas.

H.    Kesimpulan
Berdasarkan analisis hasil dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan dari 50 responden yang merupakan karyawan binatu di Kecamatan Ungaran Timur dan Ungaran Barat, didapatkan 56% dari total responden (28 orang) mengalami dermatitis kontak akibat kerja. Faktor-faktor yang terbukti sebagai faktor yang berhubungan dengan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja pada karyawan binatu dari 8 variabel yang diteliti adalah jenis pekerjaan, frekuensi paparan, riwayat atopi, dan faktor mekanis. Sedangkan faktor-faktor yang tidak terbukti sebagai faktor yang berhubungan dengan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja pada karyawan binatu
adalah jenis kelamin, usia, masa kerja, dan penggunaan alat pelindung diri (sarung tangan).




























I.       Kritik ilmiah
Judul Penelitian      : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Dermatitis Kontak Akibat Kerja Pada Karyawan Binatu.
Kritik                       : Dari judul penelitian tersebut tidak jelas dimana tempat Kejadian Dermatitis dan tahun berapa diadakannya penelitian tersebut.  Misalnya  :
ü  Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Dermatitis Kontak Akibat Kerja Pada Karyawan Binatu di Kecamatan Ungaran Timur dan Ungaran Barat Kabupaten Semarang Tahun 2012.

Pembahasan            : Dermatitis kontak merupakan reaksi peradangan pada kulit akibat suatu bahan yang kontak dengan kulit.
Kritik                       : Seharusnya peneliti menyantumkan nama ahli/pendapat para ahli ketika menyantumkan definisi-definisi. Misalnya :
ü  Menurut (Notoatmodjo, 2005), dermatitis kontak merupakan reaksi peradangan pada kulit  akibat suatu bahan yang kontak dengan kulit.
Begitupun seterusnya dengan semua definisi-definisi menurut para ahli maupun hasil penelitian orang lain, yang telah dicantumkan dalam pembahasan penelitian. Misalnya :
ü  Hasil penelitian serupa juga didapatkan dari penelitian tentang dermatitis kontak pada karyawan yang terpapar bahan kimia diperusahaan industri otomotif, dimana terdapat hubungan yang bermakna antara variabel penggunaan alat pelindung diri dengan terjadinya dermatitis kontak (Soejana, 2005).

Kesimpulan             : Berdasarkan analisis hasil dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan dari 50 responden yang merupakan karyawan binatu di Kecamatan Ungaran Timur dan Ungaran Barat, didapatkan 56% dari total responden (28 orang) mengalami dermatitis kontak akibat kerja. Faktor-faktor yang terbukti sebagai faktor yang berhubungan dengan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja pada karyawan binatu dari 8 variabel yang diteliti adalah jenis pekerjaan, frekuensi paparan, riwayat atopi, dan faktor mekanis. Sedangkan faktor-faktor yang tidak terbukti sebagai faktor yang berhubungan dengan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja pada karyawan binatu adalah jenis kelamin, usia, masa kerja, dan penggunaan alat pelindung diri (sarung tangan).
Kritik                    : Dari hasil pembahasan pada hipotesis dan perumusan masalah peneliti dapat memberikan jawaban atas dugaan atau pertanyaan yang timbul pada hipotesis dan perumusan masalah. Jadi kesimpulan yang telah diuraikan oleh peneliti sudah cukup jelas. 


No comments:

Post a Comment

Tampilan arsip Teratas

PSEA (Protection from Sexual Exploitation and Abuse)

PERKENALAN PSEA (Protection from Sexual Exploitation and Abuse) Dalam semua konteks di mana lembaga atau organisasi pembangunan dan/atau ban...

Tampilan Arsip Populer