Ringkasan Penelitian
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Terjadinya Dermatitis Kontak Akibat Kerja
Pada Karyawan Binatu
Dikutip dari hasil Karya Tulis Ilmiah
mahasiswa Program Strata-1 Kedokteran Umum
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro – Semarang
tahun 2012
ADILAH AFIFAH (G2A008006)
Disusun untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Hiegene
Perusahaan :
Nama : Pebri Wahyuansari (311.13.023)
Fakultas Kesehatan
Masyarakat
Universitas Nusa Tenggara
Barat
2015
Kata Pengantar
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga tugas Hiegine Perusahaan yang berjudul
“Faktor-Faktor
Yang Berhubungan Dengan Terjadinya
Dermatitis Kontak Akibat Kerja Pada Karyawan Binatu”, dapat terselesaikan tepat
waktu. Tidak lupa saya sampaikan terimakasih
kepada Bapak Alpachino Junido L, SKM selaku dosen pembimbing pendidikan
karena telah memberikan masukan kepada saya. Besar harapan saya ringkasan
ilmiah ini dapat memenuhi nilai tugas pada mata kuliah Hiegine Perusahaan.
Saya menyadari bahwa ringkasan ilmiah ini masih banyak kekurangannya,
oleh karena itu, saya mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun
dari semua pihak demi kesempurnaan ringkasan ilmiah ini.
Demikian,
semoga ringkasan ilmiah ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan para
mahasiswa FKM-UNTB pada umumnya.
Mataram, 1 Mei 2015
Penulis
(Pebri Wahyuansari)
Ringkasan
A. Latar
belakang masalah
Dermatitis
kontak merupakan peradangan pada kulit disebabkan oleh suatu bahan yang kontak
dengan kulit. Di Amerika, sebesar 90% dari semua penyakit kulit akibat kerja,
berupa dermatitis kontak ( American Academy of Dermatology, 1994).
Sedangkan dari seluruh dermatitis kontak akibat kerja ini, diperkirakan 20%
merupakan dermatitis kontak alergi.
Dari
data beberapa penyakit kulit alergik di RSDK Semarang selama lima tahun
(1996-2000) didapatkan dermatitis kontak menempati urutan tertinggi diikuti
oleh dermatitis atopik, urtikaria dan reaksi kulit karena obat. Sedangkan menurut
Kurniati S. C. di RSUD tangerang (Oktober 1996 - Oktober1997) didapatkan 51
kasus dermatitis kontak, 41,17% berupa dermatitis kontak iritan dan 5,88%
merupakan penyakit akibat kerja. Kasus-kasus ini sering ditemui pada pekerjaan
mencuci yang sering kontak langsung dengan sabun dan deterjen. Pada tahun
1999-2001 di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo dermatitis kontak iritan kronik
akibat deterjen pertahun sekitar 9,09-20,95% dari seluruh dermatitis kontak.
Secara
garis besar, dermatitis kontak ini diklasifikasikan menjadi2 bagian besar,
yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergi. Dermatitis kontak
iritan merupakan reaksi inflamasi non-imunologi. Sedangkan dermatitis kontak
alergi, merupakan reaksi inflamasi yang berkaitan dengan proses imunologi,
reaksi alergi tipe IV. Ada dua fase untuk menimbulkan dermatitis kontak alergi,
yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi. Berdasarkan reaksi yang timbul pada
reaksi akut maupun kronis, dermatitis kontak ini memiliki spektrum gejala klinis
meliputi ulserasi, folikulitis, erupsi akneiformis, milier, kelainan pembentukkan
pigmen, alopesia, urtikaria, dan reaksi granulomatosa.
Terdapat
berbagai faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak yang dapat
terbagi dalam faktor eksogen dan faktor endogen. Faktor eksogen meliputi tipe
dan karakteristik agen, karakteristik paparan, serta faktor lingkungan.
Sedangkan faktor endogen meliputi faktor genetik, jenis kelamin, usia, ras,
lokasi kulit, dan riwayat atopi.
Sebelumnya,
pernah dilakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan
terjadinya dermatitis kontak pada pekerja, beberapa diantaranya adalah pada
pegawai salon yang dilakukan oleh Rika Mulyaningsih (2005), didapatkan hasil
kelompok usia dengan angka kejadian tertinggi yaitu pada pegawai usia 20-30
tahun (54,2%), wanita (79,1%) dibandingkan pria (20,9%), kelompok dengan
paparan ulang terhadap agen (70,8%), lokasi tersering adalah telapak tangan dan
sela jari (73%), serta terdapat pengaruh penggunaan alat pelindung diri sebagai
faktor protektif.7 Dan penelitian oleh Fatma Lestari dkk, (2007) tentang faktor
yang berhubungan dengan dermatitis kontak pada karyawan PT Inti Pantja Press
Industri didapatkan hasil angka kejadian tertinggi pada usia < 30 tahun
(60,5%) dan lama kerja < 2 tahun (66,7%), sedangkan riwayat atopi,
kebersihan diri dan penggunaan alat pelindung diri tidak memiliki hubungan yang
bermakna.
Adanya
perubahan gaya hidup masyarakat yang lebih menyukai hal-hal yang praktis
membawa efek positif pada usaha penyedia jasa. Salah satu jenis usaha penyedia
jasa yang menjadi berkembang dan semakin menjamur dikalangan masyarakat adalah
binatu. Hal ini memberikan konsekuensi, semakin banyak orang yang terjun
bekerja di binatu, sehingga semakin banyak pula kemungkinan orang yang berisiko
terkena dermatitis kontak, mengingat bekerja di binatu akan berkontak dengan
bahan-bahan yang memiliki potensi menimbulkan dermatitis kontak baik iritan
maupun alergi.
Melihat
hal diatas, bahwa karyawan binatu memiliki potensi lebih untuk mengalami
dermatitis kontak, sedangkan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan
dengan dermatitis kontak akibat kerja pada karyawan binatu masih terbatas.
Penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara jenis pekerjaan sebagai karyawan
binatu terhadap risiko terjadinya dermatitis kontak dan mencari faktor-faktor yang
berhubungan dengan terjadinya dermatitis kontak pada karyawan binatu.
B. Perumusan masalah
Apa
sajakah faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya dermatitis kontak
akibat kerja pada karyawan binatu?
C.
Tujuan penelitian
a.
Tujuan
umum
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya
dermatitis kontak akibat kerja pada karyawan binatu.
b.
Tujuan khusus
1. Mengetahui
kejadian dermatitis kontak akibat kerja yang terjadi pada karyawan binatu di
Kecamatan Ungaran Timur dan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang
2. Mengetahui
hubungan jenis pekerjaan dengan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja pada
karyawan binatu
3. Mengetahui
hubungan karakteristik paparan berupa durasi paparan, frekuensi paparan, dan
faktor mekanis terhadap terjadinya dermatitis kontak akibat kerja pada karyawan
binatu
4. Mengetahui
hubungan faktor endogen berupa usia, jenis kelamin, riwayat atopi, dan
penggunaan alat pelindung diri terhadap terjadinya dermatitis kontak akibat
kerja pada karyawan binatu
D.
Penelitian
Tedahulu
a.
Judul penelitian
1. Dilakukan
oleh Rika Mulyaningsih (2005). Dengan judul “faktor-faktor yang berhubungan
dengan terjadinya dermatitis kontak pada pekerja pada pegawai salon”.
2. Dilakukan
oleh Fatma Lestari dkk, (2007). Dengan judul “faktor yang berhubungan dengan
dermatitis kontak pada karyawan PT Inti Pantja Press Industri”.
b. Variabel
penelitian
1. Rika
Mulyaningsih (2005)
Independen : faktor-faktor yang berhubungan
dengan terjadinya dermatitis kontak
Dependen : terjadinya dermatitis kontak
pada pekerja pada pegawai salon
2. Fatma
Lestari dkk, (2007)
Independen : faktor-faktor yang berhubungan
dengan terjadinya dermatitis kontak
Dependen : dermatitis kontak pada karyawan PT Inti Pantja Press
E.
Landasan
teori
1. Pengertian Dermatitis Kontak
Penyakit
kulit akibat kerja atau penyakit kulit okupasi adalah keadaan abnormal dari
kondisi kulit karena adanya kontak dengan substansi atau berhubungan dengan
proses yang ada di lingkungan kerja. Penyakit kulit okupasi merupakan masalah
besar untuk kesehatan masyarakat karena efeknya yang sering kronik dan memiliki
pengaruh yang besar terhadap keadaan ekonomi masyarakat dan para karyawan.5
Dermatitis
kontak sendiri adalah suatu inflamasi pada kulit yang dapat disertai dengan
adanya edema interseluler pada epidermis karena kulit berinteraksi dengan
bahan-bahan kimia yang berkontak dengan kulit. Berdasarkan penyebabnya,
dermatitis kontak ini dibagi menjadi dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergi.
2.
Jenis
Dermatitis Kontak
Dermatitis
kontak berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi:
1) Dermatitis
kontak iritan
Dermatitis
kontak iritan merupakan respon inflamasi yang tidak berkaitan dengan reaksi
imun dikarenakan paparan langsung dari agen bahan iritan dengan kulit.
2) Dermatitis
kontak alergi
Dermatitis
kontak alergi adalah reaksi hipersensitifitas tipe IV akibat pajanan kulit
dengan bahan-bahan yang bersifat sensitizer (alergen), reaksi imunologi tipe IV
ini merupakan reaksi hipersensitifitas tipe lambat.
F.
Prosedur
penelitian atau cara pengumpulan data
1.
Jenis
Data
Data
yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yang didapatkan dari
hasil wawancara responden yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
2.
Waktu
dan Tempat Pengumpulan Data
Pengambilan
data penelitian telah dilakukan selama 4 bulan dan pengelolaan serta analisis
data juga dilakukan selama 3 bulan. Wawancara untuk pengambilan data dilakukan
pada responden, yaitu karyawan binatu di Kecamatan Ungaran Timur dan Ungaran
Barat Kabupaten Semarang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
3.
Alur
Penelitian
Pembuatan Kuesioner
|
Uji
validitas dan Uji reliabilitas kuesioner
|
Pencarian subyek, yaitu karyawan binatu yang
dipilih secara acak serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi,bersedia
mengikuti penelitian dibuktikan dengan menandatangani informed consent
|
Wawancara responden dan pengisian
kuesioner
oleh peneliti
|
Diagnosis dermatitis kontak oleh 3
investigator dari dokter residen bagian
ilmu
kesehatan kulit dan kelamin
|
Dermatitis kontak
akibat
kerja
|
Tidak dermatitis
kontak akibat kerja
|
ANALISIS DATA DAN HASIL
|
4. Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan
data meliputi pengeditan, pengkodingan, dan pemberian nilai (scoring) kemudian
data dimasukkan dan dihitung frekuensinya kemudian ditampilkan dalam tabel.
Analisis univariat, dilihat besar hasil masing-masing variabel bebas, yaitu
jenis pekerjaan, frekuensi paparan, masa kerja, penggunaan alat pelindung diri,
faktor mekanis, usia, jenis kelamin, riwayat atopi. Pengujian hipotesis
analisis bivariat menggunakan uji korelasi Chi Square / Fisher Exact untuk
melihat besar hubungan antara masing-masing variabel bebas tadi dengan kejadian
dermatitis kontak pada karyawan binatu. Uji analisis multivariat dengan regresi
logistik.
5.
Jadwal penelitian
Bulan
Kegiatan
|
Okt
|
Nov
|
Des
|
Jan
|
Feb
|
Mar
|
Apr
|
Mei
|
Jun
|
Jul
|
Agst
|
Penyusunan
Ringkasan
ilmiah
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pengujian
Ringkasan
ilmiah
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Revisi
Ringkasan
ilmiah
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Persiapan
sarana
penelitian
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pengumpulan
Data
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pengolahan
dan analisis
data
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pengujian
hasil karya
tulis
ilmiah
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
G.
Hasil
dan pembahasan
a.
Hasil
Penelitian
a)
Gambaran
umum lokasi penelitian
Kecamatan
Ungaran Timur dan Ungaran Barat terletak di wilayah Kabupaten Semarang.
Kecamatan tersebut merupakan hasil pemekaran dari Kecamatan Ungaran. Kecamatan
Ungaran Timur memiliki luas 37,99 hektar dengan jumlah rumah tangga 18.532 dan
jumlah penduduk 68.185 jiwa, terdiri dari 10 desa/kelurahan yaitu, Kalikayen,
Kalongan, Kawengen, Leyangan, Mluweh, Sidomulyo, Beji, Gedang anak, Kalirejo,
dan Susukan. Untuk penyebaran keberadaan
binatu di Kecamatan Ungaran Timur tidak merata diseluruh desa/kelurahan, untuk
wilayah ini binatu ditemukan di kelurahan Leyangan, Sidomulyo, Beji, Gedang
anak, Kalirejo dan Susukan yang terdiri dari baik binatu yang mengelola cucian
sendiri maupun hanya sebagai agen.
Di
Kecamatan Ungaran Barat yang memiliki luas 35,96 hektar dengan jumlah rumah
tangga 19.173 dan jumlah penduduk 74.055 jiwa, terdiri dari 11 desa/kelurahan
yaitu, Branjang, Candirejo, Gogik, Kalisidi, Keji, Lerep, Nyatnyono, Bandarjo,
Genuk, Langensari, Ungaran, Mijen. Sama seperti di Kecamatan Ungaran Timur,
penyebaran dari keberadaan binatu tidak merata di semua desa/kelurahan, untuk
wilayah ini binatu banyak ditemukan di kelurahan Genuk, Langensari, Ungaran,
Bandarjo, dan Mijen, baik yang mengelola cucian sendiri maupun hanya sebagai
agen. Dalam penelitian ini melibatkan 50 karyawan binatu sebagai responden,
dari 25 binatu yang mengelola cucian sendiri di kecamatan Ungaran Barat dan
Ungaran timur. Binatu yang didatangi merupakan binatu kiloan dengan tarif
2.500-3.500 rupiah perkilogram cucian. Bahan-bahan yang sering digunakan oleh
binatu-binatu tersebut meliputi deterjen, pelembut pakaian, penghilang noda,
pemutih pakaian, pelicin pakaian dan parfum khusus laundry.
b) Karakteristik
responden
Dari
50 responden didapatkan 9 responden berjenis kelamin laki-laki (18%) dan jenis
kelamin perempuan disini lebih mendominasi, yaitu 41 responden (82%). Untuk
usia responden penelitian dibagi menjadi 2 kelompok, berdasarkan nilai mean
dari usia responden dan didapatkan kelompok <30 tahun dan >30 tahun.
Pembagian ini bertujuan untuk melihat hubungan usia responden dengan timbulnya
dermatitis kontak. Dari hasil penelitian didapatkan 31 responden dengan usia
< 30 tahun (62%), 19 responden usia >30 tahun (38%), dan didapatkan usia
termuda 16 tahun sedangkan usia tertua 60 tahun.
Jenis
pekerjaan di binatu terbagi menjadi 3 kelompok, pembagian jenis pekerjaan ini
bertujuan untuk melihat pengaruh dari jenis pekerjaan yang dikerjakan dengan
terjadinya dermatitis kontak akibat kerja, dari hasil penelitian didapatkan 13
responden dengan tugas menyeterika dan pengemasan (13%), 10 responden bertugas
memilah dan mencuci (20%), serta 27 responden dengan tugas mengerjakan semua pekerjaan di binatu
dari memilah pakaian, mencuci, menyeterika, hingga pengemasan (54%).
c) Distribusi
berdasarkan penggunaan APD
Penggunaan
alat pelindung diri (APD) berupa sarung tangan ini dibagi menjadi 3 kelompok
yaitu selalu menggunakan, kadang-kadang dan tidak pernah. Didapatkan tidak ada
responden yang selalu menggunakan alat pelindung diri berupa sarung tangan
ketika bekerja, 12 responden kadang-kadang menggunakan (24%), dan 38 responden
tidak pernah menggunakan (76%).
d) Distribusi
berdasarkan faktor mekanis
Hasil
penelitian didapatkan bahwa 16 responden tidak memiliki riwayat adanya faktor
mekanis ketika bekerja (32%), dan 34 responden memiliki riwayat adanya faktor
mekanis ketika bekerja (68%). Faktor mekanis ini dapat dialami ketika mengucek,
menyikat, maupun menyeterika.
e) Distribusi berdasarkan terjadinya dermatitis kontak
akibat kerja
Hasil
penelitian dari 50 responden, didapatkan 22 responden tidak mengalami
dermatitis kontak (44%) dan 28 responden mengalami dermatitis kontak akibat
kerja (56%), diagnosis dermatitis kontak akibat kerja berdasarkan data hasil
daftar pertanyaan anamnesis keluhan karyawan yang kemudian dikonsulkan kepada 3
dokter residen kulit dan kelamin untuk ditentukan diagnosisnya.
f)
Analisis
hubungan faktor risiko dengan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja
1.
Analisis
hubungan jenis kelamin dengan terjadinya dermatitis kontak pada karyawan binatu
Variabel
jenis kelamin, didapatkan hasil analisis dengan uji chi square didapatkan
nilai p= 0,441 (p>0,05), rasio prevalensi (RP) sebesar 1,765 dengan 95% confidence
interval (CI) 0,412-7,555. Hasil ini menunjukkan bahwa jenis kelamin
perempuan memiliki risiko terjadinya dermatitis kontak 1,8 kali dibandingkan
dengan jenis kelamin laki-laki, meskipun secara statistik tidak memiliki
hubungan yang bermakna karena nilai p>0,05.
2. Analisis hubungan usia dengan terjadinya dermatitis
kontak pada karyawan binatu
Hasil
uji chi square untuk uji hubungan variabel usia dengan kejadian dermatitis
kontak didapatkan nilai p= 0,833 (p>0,05), rasio prevalensi (RP) sebesar
0,833 dengan 95% confidence interval (CI) 0,357-3,587 sehingga untuk variabel
usia, tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan terjadinya dermatitis
kontak.
3. Analisis hubungan jenis pekerjaan dengan terjadinya
dermatitis kontak pada karyawan binatu
Hasil
uji chi square didapatkan nilai p= 0,009 untuk variabel jenis pekerjaan,
sehingga karena nilai p<0,05 maka untuk jenis pekerjaan memiliki hubungan yang
bermakna dengan terjadinya dermatitis kontak.
4. Analisis hubungan masa kerja dengan terjadinya
dermatitis kontak pada karyawan binatu
Hasil
analisis dengan uji chi square didapatkan nilai p= 0,384, rasio
prevalensi (RP) sebesar 0,583 dengan 95% confidence interval (CI) 0,172-
1,974 sehingga karena nilai p>0,05 maka untuk variabel masa kerja tidak
memiliki hubungan yang bermakna terhadap terjadinya dermatitis kontak.
5. Analisis hubungan frekuensi paparan dengan
terjadinya dermatitis kontak pada karyawan binatu
Variabel
frekuensi paparan dengan uji chi square memberikan nilai p= 0,010,
sehingga karena nilai p< 0,05 maka untuk variabel frekuensi paparan memiliki
hubungan yang bermakna dengan terjadinya dermatitis kontak. Dari hasil
penelitian, 42,9% responden yang mengalami dermatitis kontak akibat kerjakontak
dengan bahan paparan > 8 kali/hari.
6.
Analisis
hubungan penggunaan alat pelindung diri/ APD (sarung tangan) dengan terjadinya
dermatitis kontak pada karyawan binatu
Hasil
analisis uji chi square didapatkan nilai p= 0,251, nilai rasio
prevalensi (RP) sebesar 2,147 dengan 95% conficence interval (CI)
0,574-8,029. Hasil ini menunjukkan bahwa meskipun secara statistik tidak ada
hubungan yang bermakn, antara penggunaan alat pelindung diri berupa sarung tangan
dengan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja (p>0,05), tetapi karyawan
yang tidak pernah menggunakan alat pelindung diri berupa sarung tangan memiliki
risiko mengalami dermatitis kontak 2,1 kali dibandingkan karyawan yang
menggunakan sarung tangan walaupun kadang-kadang.
7.
Analisis
hubungan riwayat atopi dengan terjadinya dermatitis kontak pada karyawan binatu
Untuk
riwayat atopi, hasil analisis dengan uji chi square memberikan hasil nilai
p= 0,035, rasio prevalensi (RP) 3,556 dengan 95% confidence interval (CI)
1,071-11,808. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara riwayat atopi dengan terjadinya dermatitis kontak karena p<0,05.
8. Analisis hubungan faktor mekanis dengan terjadinya
dermatitis kontak pada karyawan binatu
Hasil
analisis dengan uji chi square untuk variabel faktor mekanis, memberikan
hasil nilai p= 0,000 dan rasio prevalensi (RP) sebesar 12 dengan 95% confidence
interval (CI) 2,772-52,273. Hasil ini (p<0,05) menujukkan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara faktor mekanis dengan terjadinya dermatitis
kontak.
b. Pembahasan
Dermatitis
kontak merupakan reaksi peradangan pada kulit akibat suatu bahan yang kontak
dengan kulit.1 Bahan penyebab
dermatitis kontak ini dapat berupa bahan kimia, fisik, maupun biologi.9
Bekerja
sebagai karyawan binatu memberikan konsekuensi akan lebih sering kontak dengan
bahan-bahan yang dapat menyebabkan dermatitis kontak. Proses kerja yang ada di
binatu meliputi memilah cucian yang masuk, mencuci, menyeterika dan pengemasan.
Masing-masing proses kerja tersebut memungkinkan karyawan kontak dengan agen penyebab
dermatitis kontak akibat kerja.
Cucian
yang masuk sebelum dicuci akan dipilah lebih dahulu, pada proses ini karyawan
memang tidak berkontak dengan bahan kimia, tetapi kulit dapat kontak dengan
cucian kotor dan bercampur dengan debu atau bulu binatang ketika memilah. Tidak
semua cucian dapat dibersihkan dengan mesin cuci saja, sering cucian yang masuk
terlalu kotor atau memiliki noda yang sulit hilang sehingga perlu penanganan
secara manual, ketika mencuci secara manual ini karyawan dapat kontak langsung
dengan deterjen atau penghilang noda. Pada proses menyeterika beberapa binatu
menggunakan pelicin dan pewangi pakaian, sehingga ketika karyawan menyeterika
memungkinkan kulit terpapar bahan tadi. Pada bagian pengemasan, cucian yang
sudah bersih dan rapi akan diberikan parfum khusus untuk binatu sebelum
dikemas.
H.
Kesimpulan
Berdasarkan analisis hasil dan
pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan dari 50 responden yang
merupakan karyawan binatu di Kecamatan Ungaran Timur dan Ungaran Barat,
didapatkan 56% dari total responden (28 orang) mengalami dermatitis kontak
akibat kerja. Faktor-faktor yang terbukti sebagai faktor yang berhubungan
dengan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja pada karyawan binatu dari 8
variabel yang diteliti adalah jenis pekerjaan, frekuensi paparan, riwayat
atopi, dan faktor mekanis. Sedangkan faktor-faktor yang tidak terbukti sebagai
faktor yang berhubungan dengan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja pada
karyawan binatu
adalah jenis kelamin, usia, masa
kerja, dan penggunaan alat pelindung diri (sarung tangan).
I.
Kritik
ilmiah
Judul Penelitian : Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Terjadinya Dermatitis Kontak Akibat Kerja Pada Karyawan
Binatu.
Kritik : Dari judul
penelitian tersebut tidak jelas dimana tempat Kejadian Dermatitis dan tahun
berapa diadakannya penelitian tersebut.
Misalnya :
ü Faktor-Faktor
Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Dermatitis Kontak Akibat Kerja Pada Karyawan
Binatu di Kecamatan Ungaran Timur dan Ungaran
Barat Kabupaten Semarang Tahun 2012.
Pembahasan : Dermatitis
kontak merupakan reaksi peradangan pada kulit akibat suatu bahan yang kontak
dengan kulit.
Kritik : Seharusnya
peneliti menyantumkan nama ahli/pendapat para ahli ketika menyantumkan
definisi-definisi. Misalnya :
ü Menurut
(Notoatmodjo, 2005), dermatitis kontak merupakan reaksi peradangan pada kulit akibat suatu bahan yang kontak dengan kulit.
Begitupun seterusnya dengan semua
definisi-definisi menurut para ahli maupun hasil penelitian orang lain, yang
telah dicantumkan dalam pembahasan penelitian. Misalnya :
ü Hasil
penelitian serupa juga didapatkan dari penelitian tentang dermatitis kontak
pada karyawan yang terpapar bahan kimia diperusahaan industri otomotif, dimana
terdapat hubungan yang bermakna antara variabel penggunaan alat pelindung diri
dengan terjadinya dermatitis kontak (Soejana, 2005).
Kesimpulan : Berdasarkan
analisis hasil dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan dari 50
responden yang merupakan karyawan binatu di Kecamatan Ungaran Timur dan Ungaran
Barat, didapatkan 56% dari total responden (28 orang) mengalami dermatitis
kontak akibat kerja. Faktor-faktor yang terbukti sebagai faktor yang
berhubungan dengan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja pada karyawan
binatu dari 8 variabel yang diteliti adalah jenis pekerjaan, frekuensi paparan,
riwayat atopi, dan faktor mekanis. Sedangkan faktor-faktor yang tidak terbukti
sebagai faktor yang berhubungan dengan terjadinya dermatitis kontak akibat
kerja pada karyawan binatu adalah jenis kelamin, usia, masa kerja, dan
penggunaan alat pelindung diri (sarung tangan).
Kritik :
Dari hasil pembahasan pada hipotesis dan perumusan masalah peneliti dapat
memberikan jawaban atas dugaan atau pertanyaan yang timbul pada hipotesis dan
perumusan masalah. Jadi kesimpulan yang telah diuraikan oleh peneliti sudah
cukup jelas.
No comments:
Post a Comment